Menag Ajak Ulama Kembangkan Tafsir yang Sesuai Realitas Kehidupan Masyarakat

Menag Ajak Ulama Kembangkan Tafsir yang Sesuai Realitas Kehidupan Masyarakat

Indah Fitrah - detikHikmah
Kamis, 20 Nov 2025 17:00 WIB
Menag Nasaruddin Umar saat membuka Ijtimak Ulama Tafsir Al-Qur’an di Jakarta, Rabu (19/11/2025).
Menag Nasaruddin Umar saat membuka Ijtimak Ulama Tafsir Al-Qur'an di Jakarta, Rabu (19/11/2025). Foto: Dok Kemenag RI
Jakarta -

Ijtimak Ulama Tafsir Al-Qur'an 2025 dibuka di Jakarta oleh Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar. Pada sesi pembukaan, Menag menilai perlunya pendekatan tafsir yang lebih dekat dengan kehidupan masyarakat serta relevan dengan kondisi informasi masa kini yang mudah diputarbalikkan.

Kegiatan ini terselenggara melalui kolaborasi Ditjen Bimas Islam, Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan SDM (BMBPSDM), dan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an (LPMQ). Tema yang diusung tahun ini berkaitan dengan toleransi serta kasih kepada sesama, dua nilai yang dianggap Menag semakin penting seiring pergeseran cara publik menyerap informasi.

Menag menyampaikan bahwa kebenaran dulu dapat dirujuk melalui sumber-sumber agama. Kini, arus opini dan media sering membuat publik kesulitan melihat realitas yang sebenarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dulu kebenaran mudah dirujuk, apa kata Al-Qur'an, apa kata Alkitab, atau apa kata ulama. Namun kini, kekuatan media dan politik dapat menenggelamkan kebenaran sejati." jelas Menag dalam rilis yang diterima detikHikmah, Rabu (20/11/2025).

Metode Induktif sebagai Arah Baru

Menag kemudian menyinggung kecenderungan penafsiran yang berangkat dari konsep umum menuju penerapan praktis. Ia mendorong penggunaan metode induktif yang berawal dari pengamatan kehidupan masyarakat sebelum dikaitkan dengan ayat Al-Qur'an.

ADVERTISEMENT

"Al-Qur'an dimulai dengan Iqra' bismi rabbik. Iqra' itu induktif, bismi rabbik itu deduktif. Keduanya harus dipadukan," ujarnya.

Ia juga menekankan gabungan antara ketelitian nalar dan kepekaan batin. Ada ayat yang dianalisis lewat kajian intelektual, ada pula ayat yang dipahami melalui perenungan mendalam.

"Perkawinan rasio dan rasa itulah yang akan melahirkan tafsir yang membumi dan menyentuh dimensi batin manusia." jelasnya.

Tafsir Berkarakter Indonesia

Menag menegaskan bahwa karya tafsir dari Kemenag perlu memiliki ciri Indonesia. Ia menilai pentingnya unsur antropologi, budaya, serta konteks sosial Indonesia agar tafsir mencerminkan identitas bangsa.

"Setiap bangsa memiliki culture right dalam memahami Al-Qur'an, dan itu diakui dalam tradisi tafsir. Karena itu, kita perlu memasukkan perspektif budaya dan sosiologi dalam penyusunan tafsir."

Ia berharap Ijtimak Ulama Tafsir mampu menghasilkan masukan cerah dari para peserta sehingga penyusunan tafsir berikutnya lebih kuat dan semakin menampilkan wajah Islam yang penuh kasih.

Forum ini juga menjadi ruang diskusi antara ulama, akademisi, dan para pemerhati kajian Al-Qur'an untuk menilai tiga juz tafsir yang sudah disusun Kemenag, sekaligus membuka kesempatan uji publik agar masyarakat dapat memberi tanggapan.




(inf/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads