1 Muharram Bukan Bid'ah? Ini Penjelasan Lengkap Menag Nasaruddin

1 Muharram Bukan Bid'ah? Ini Penjelasan Lengkap Menag Nasaruddin

Indah Fitrah - detikHikmah
Rabu, 25 Jun 2025 18:45 WIB
Menag Nasaruddin Umar di acara Ngaji Budaya yang digelar Kementerian Agama di Auditorium HM Rasjidi, Jakarta, Senin (23/6/2025).
Menag Nasaruddin Umar di acara Ngaji Budaya yang digelar Kementerian Agama di Auditorium HM Rasjidi, Jakarta, Senin (23/6/2025). Foto: Dok. Kemenag
Jakarta -

1 Muharram menandai awal tahun dalam kalender Hijriah, sekaligus menjadi momen penting bagi umat Islam untuk melakukan refleksi diri dan menyusun langkah baru yang lebih bermakna. Dalam setiap pergantian waktu, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah yang mengajak manusia untuk berpikir dan merenung. Sebagaimana firman-Nya dalam surah Yunus ayat 6,

اِنَّ فِى اخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَمَا خَلَقَ اللّٰهُ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَّقُوْنَ

Arab latin: Inna fikhtilāfil-laili wan-nahāri wa mā khalaqallāhu fis-samāwāti wal-arḍi la'āyātil liqaumiy yattaqūn(a).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Artinya: Sesungguhnya pada pergantian malam dan siang dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi pasti terdapat tanda-tanda (kebesaran-Nya) bagi kaum yang bertakwa.

Peringatan 1 Muharram bukan hanya tradisi, tapi juga waktu yang tepat untuk introspeksi, menjalin hubungan baik dengan sesama, dan mengingat bahwa manusia adalah bagian dari ciptaan Allah.

ADVERTISEMENT

Penjelasan Menag Nasaruddin Umar Terkait Peringatan 1 Muharram

Tahun Baru Islam sering kali disambut dengan berbagai bentuk kegiatan religius dan budaya. Namun, sebagian pihak masih mempertanyakan keabsahan peringatan 1 Muharram, bahkan menyebutnya sebagai praktik bid'ah. Terkait hal ini, Menteri Agama Nasaruddin Umar memberikan penjelasan yang lugas dan mendalam

Dalam forum Ngaji Budaya yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama pada Senin, 23 Juni 2025, yang dikutip dari laman resmi Kemenag, Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan bahwa memperingati 1 Muharram bukanlah tindakan menyimpang dari ajaran Islam. Sebaliknya, peringatan ini mengandung pesan mendalam yang sangat relevan dengan nilai-nilai spiritual dan sosial.

"Memperingati 1 Muharram ini bukan melestarikan bid'ah. Justru kalau paham konsep ekoteologi, sulit untuk musyrik. Pesan dari ekoteologi sejatinya selaras dengan pesan 1 Muharram, karena di waktu itu, kita dilarang berperang, dilarang membuat konflik, dan diminta untuk melakukan introspeksi," tegasnya.

Menurut Nasaruddin, pemahaman terhadap ekoteologi dapat membantu umat menyadari keterkaitan antara manusia, alam, dan ketenangan batin. Ia menekankan bahwa nilai-nilai dalam tradisi 1 Muharram mendorong manusia untuk menjaga perdamaian dan merefleksikan kehidupan secara mendalam.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa suasana peringatan tahun baru hijriah ini menjadi momen untuk menyentuh sisi batiniah yang kerap terlupakan. Dalam kegiatan yang digelar tanpa kursi dan penuh kesederhanaan itu, terkandung pesan simbolik yang kuat.

"Momen peringatan 1 Muharram ini adalah sarana penajaman hati nurani. Akal kita mungkin sudah tajam, tapi belum tentu batin kita. Maka kita berkumpul di sini, duduk di lantai, tanpa kursi, sebagai bentuk kekuatan simbolik. Ini penting sebagai shock therapy untuk membangkitkan kesadaran jiwa," tegasnya.

Pernyataan ini menjadi penegasan bahwa tradisi menyambut 1 Muharram bukanlah perbuatan yang menyimpang, melainkan ruang untuk memperbaiki hubungan sosial, serta menjaga harmoni dengan lingkungan. Dengan pendekatan yang berakar pada nilai-nilai kebaikan dan kedamaian, peringatan tahun baru Islam justru memperkaya praktik keagamaan umat di Indonesia.




(inf/lus)

Hide Ads