Dalam ajaran Islam, setiap perbuatan yang diambil oleh seseorang harus selaras dengan ketentuan yang ditetapkan dalam syariat agar dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Maka dari itu, diciptakan hukum Islam sebagai pedoman setiap manusia untuk bertindak.
Makruh dalam Islam merupakan salah satu kategori hukum yang penting untuk dipahami oleh umat Islam. Sebagai hukum yang menunjukkan boleh atau tidaknya sesuatu, makruh merujuk pada sesuatu yang dianjurkan untuk ditinggalkan tetapi tidak berdosa jika dilakukan.
Dalam ajaran Islam, hukum makruh mencerminkan bentuk larangan yang bersifat ringan. Meski tidak diharamkan, meninggalkan perbuatan makruh mendapat pujian dari Allah SWT dan menunjukkan ketaatan seorang hamba dalam beribadah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arti Makruh
Dalam Risalah Ushul Fiqh karya Dr. H. Zamakhsyari bin Hasballah Thaib, Lc., MA, makruh secara bahasa diartikan sebagai mubghadh, yaitu sesuatu yang dibenci. Sementara itu, secara istilah, makruh didefinisikan sebagai sesuatu yang dilarang oleh syariat, namun tidak secara tegas diwajibkan untuk ditinggalkan.
Larangan oleh syariat ini tidak mencakup kategori wajib, sunnah, ataupun mubah. Selain itu, tidak secara tegas diwajibkan untuk ditinggalkan, sehingga tidak termasuk dalam kategori haram.
Dalam kerangka ushul fiqh, makruh merujuk pada hal yang dianjurkan untuk ditinggalkan oleh syariat. Orang yang menghindarinya mendapat pahala, namun mereka yang melakukannya tidak dianggap berdosa.
Menurut pendapat jumhur ulama, makruh adalah larangan syariat terhadap suatu tindakan, tetapi larangan ini tidak memiliki sifat kepastian. Hal ini dikarenakan tidak adanya dalil yang secara jelas menetapkan tindakan tersebut sebagai haram.
Jenis-jenis Makruh dan Contoh Perbuatannya
Makruh dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, yaitu makruh tahrim dan makruh tanzih. Dirangkum dari buku Ushul Fiqh Kajian Hukum Islam oleh Iwan Hermawan, berikut ini adalah penjelasan tentang jenis makruh dan contohnya.
1. Makruh Tahrim
Makruh tahrim adalah jenis makruh yang ditetapkan oleh syariat secara tegas, meskipun dasar pelarangannya berasal dari dalil zhanni, yaitu dalil yang masih mengandung keraguan dalam tingkat kepastian.
Jenis makruh ini sering dianggap lebih dekat kepada hukum haram, meskipun pelaksanaannya tidak menyebabkan dosa. Namun, makruh tahrim tetap dianjurkan untuk dihindari karena menunjukkan bentuk ketaatan yang lebih sempurna kepada Allah SWT. Dalam hal ini, makruh tahrim berbeda dengan makruh tanzih yang sifat larangannya lebih ringan.
Contoh makruh tahrim antara lain adalah larangan bagi laki-laki untuk menggunakan bahan sutra dan perhiasan emas. Kedua hal ini diperuntukkan bagi perempuan, sedangkan bagi laki-laki dianggap tidak sesuai dengan norma kesederhanaan dalam Islam.
Contoh lain adalah larangan poligami bagi seseorang yang khawatir tidak dapat berlaku adil kepada istri-istrinya. Ketidakmampuan menegakkan keadilan dalam poligami bisa mendatangkan ketidakadilan, yang bertentangan dengan prinsip Islam.
Contoh lain makruh tahrim adalah berkumur atau memasukkan air ke hidung secara berlebihan di siang hari saat berpuasa. Tindakan ini dikhawatirkan dapat menyebabkan air masuk ke rongga kerongkongan dan akhirnya membatalkan puasa.
Oleh karena itu, meskipun berkumur adalah bagian dari sunnah wudhu, melakukannya secara berlebihan saat berpuasa menjadi tindakan yang dianjurkan untuk dihindari dan termasuk makruh tahrim.
2. Makruh Tanzih
Makruh tanzih adalah jenis makruh yang disarankan oleh syariat untuk ditinggalkan, tetapi sifat larangannya tidak tegas karena tidak didukung oleh dalil yang menetapkan keharamannya.
Larangan ini lebih bersifat rekomendasi moral daripada kewajiban mutlak untuk menghindarinya.
Menurut pandangan mayoritas ulama (jumhur), seseorang yang melakukan perbuatan makruh tanzih tidak dianggap berdosa atau tercela, tetapi mereka yang meninggalkannya itu terpuji. Dengan kata lain, menghindari perbuatan makruh tanzih adalah pilihan yang lebih baik dan mencerminkan kepatuhan terhadap ajaran Islam.
Contoh dari makruh tanzih adalah memakan daging kuda dalam situasi mendesak, seperti saat perang. Meskipun sebagian ulama Hanafiyah menganggapnya haram, dalam keadaan darurat tindakan ini dapat diperbolehkan tetapi tetap dianggap makruh.
Berbeda dengan makruh tahrim yang pelakunya dianggap tercela, pelaku makruh tanzih tidak mendapatkan celaan, sedangkan mereka yang menghindarinya dipandang terpuji.
Perbedaan Makruh dan Mubah
Di kalangan umat Islam, masih sering muncul pertanyaan tentang perbedaan antara makruh dan mubah, karena keduanya merupakan hukum tentang sebuah tindakan yang dilakukan seorang muslim.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, makruh adalah sesuatu yang dianjurkan oleh syariat untuk ditinggalkan, tetapi jika dilakukan tidak berdosa dan jika ditinggalkan merupakan tindakan yang terpuji.
Sementara itu, menurut buku Hukum Islam dalam Formulasi Hukum Indonesia karya Hikmatullah, mubah adalah hukum yang menetapkan kebebasan bagi mukallaf untuk memilih melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan tanpa konsekuensi dosa.
Hukum mubah memiliki keseimbangan antara manfaat dan mudaratnya. Para ulama sepakat bahwa mubah termasuk dalam kategori hukum syar'i karena kebolehannya ditetapkan berdasarkan ketentuan syariat.
Secara sederhana, mubah berarti suatu tindakan yang tidak mendatangkan pahala jika dilakukan dan tidak menyebabkan dosa atau hukuman jika ditinggalkan.
(hnh/kri)
Komentar Terbanyak
Rekening Buat Bangun Masjid Kena Blokir, Das'ad Latif: Kebijakan Ini Tak Elegan
Rekening Isi Uang Yayasan Diblokir PPATK, Ketua MUI: Kebijakan yang Tak Bijak
PBNU Kritik PPATK, Anggap Kebijakan Blokir Rekening Nganggur Serampangan