Bahtsul Masail Mudzakarah Perhajian Bahas 3 Isu Penting, Termasuk Dana Haji

Bahtsul Masail Mudzakarah Perhajian Bahas 3 Isu Penting, Termasuk Dana Haji

Devi Setya - detikHikmah
Senin, 04 Nov 2024 11:08 WIB
Bahtsul Masail Mudzakarah Perhajian
Bahtsul Masail Mudzakarah Perhajian Foto: Kemenag
Jakarta -

Kementerian Agama (Kemenag) menggelar Bahtsul Masail untuk menandai kick off kegiatan Mudzakarah Perhajian. Kegiatan yang diikuti sejumlah utusan Ormas Islam dan Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (FK KBIHU) ini digelar di Jakarta.

Melansir laman resmi Kemenag, Senin (4/11/2024), Bahtsul Masail kali ini mengangkat tema "Menuju Penyelenggaraan Ibadah Haji 1446 H/2025 M yang Aman dan Nyaman".

Dalam Bahtsul Masail ini, ada tiga isu yang menjadi fokus pembahasan yaitu penggunaan nilai manfaat dana haji, skema tanazul, serta tata kelola dam jemaah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Direktur Bina Haji Arsad Hidayat mengatakan isu yang dibahas ini adalah topik-topik yang diangkat dan berkaitan dengan musim haji 2025.

"Ada beberapa isu perhajian yang mengemuka di tahun 2025, di antaranya hukum menggunakan nilai manfaat dana haji, skema tanazul untuk mengurangi kepadatan jemaah di Mina, dan upaya pemanfaatan dam jemaah haji untuk meminimalisir angka stunting," jelas Arsad Hidayat.

ADVERTISEMENT

Pada kegiatan yang digelar Jumat (1/11/2024) lalu itu, Arsad menjelaskan isu pertama bahwa pada Mei 2024, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Ijtima Ulama di Bangka Belitung telah menerbitkan fatwa yang melarang penggunaan hasil investasi setoran awal biaya haji (Bipih) calon jemaah untuk membiayai jemaah lain. Pemanfaatan dana semacam itu disebut mengurangi hak calon jemaah.

Menurut Arsad, fatwa ini bisa berdampak pada kenaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang harus dibayar jemaah haji. "Jika Bipih naik, pasti akan memberatkan para calon jemaah haji," sebut Arsad.

Selanjutnya, Arsad membahas isu kedua seputar skema tanazul. Pada operasional haji 2024, muncul masukan agar tanazul dapat diskemakan untuk mengurangi kepadatan jemaah di tenda Mina. Hal ini tentu tidak mudah, karena menyangkut pemahaman jemaah haji selama ini yang menyatakan bahwa mabit di Mina merupakan sebuah kewajiban. Di samping itu jika jemaah haji harus ditanazulkan apakah mereka akan mendapatkan layanan makan layaknya yang didapat jemaah ketika berada di tenda Mina.

"Skema tanazul yang dibahas merupakan respon terhadap masukan dari masyarakat akibat dari padatnya tenda-tenda jemaah haji di Mina dan memformulasikan skema tanazul yang paling mungkin dilakukan serta menyiapkan layanan yang harus diberikan kepada jemaah haji jika tanazul harus dilakukan," terang Arsad.

Hal lain yang dibicarakan dalam Bahtsul Masail adalah distribusi dam atau denda jemaah haji untuk masyarakat yang membutuhkan di Tanah Air. Sehingga, pelaksanaan ibadah haji tidak hanya berdampak spiritual bagi yang melaksanakannya tetapi juga memiliki dampak sosial untuk masyarakat Indonesia yang membutuhkan.

"Distribusi daging dam harus dapat dirasakan orang-orang yang membutuhkan di Tanah Air. Sehingga, haji tidak hanya membuat seseorang menjadi mabrur tetapi memiliki dampak sosial yang nyata," ungkap Arsad.

Ia juga mengusulkan agar dapat dikaji skema penyembelihan dan pendistribusian dam jemaah haji di Tanah Air.

Arsad berharap Bahtsul Masail dapat memberikan masukan yang komprehensif bagi para pengambil kebijakan dalam menetapkan hukum permasalahan haji dalam kegiatan Mudzakarah Perhajian Indonesia yang akan dilaksanakan pada 7-9 November 2024 di Bandung.




(dvs/kri)

Hide Ads