Allah SWT menciptakan alam beserta isi untuk kemaslahatan para hamba-Nya. Misal saja dalam penciptaan sumber air maupun sungai. Agar tiap makhluk bisa mengambil manfaat dari air, maka Rasulullah menetapkan sejumlah ketentuan, di mana beliau melarang untuk menjual air yang termasuk milik umum.
وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ فَضْلِ الْمَاءِ
Artinya: 'Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata: "Rasulullah melarang menjual kelebihan air." (HR Muslim)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari Iyas Al-Muzani, ia melihat segerombolan orang yang menjual air. Kemudian ia mengatakan, "Kalian jangan menjual air. Sesungguhnya aku mendengar Nabi SAW melarang menjual air." (HR Abu Dawud)
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitab Za'dul Ma'ad menjelaskan maksud hadits larangan menjual air tersebut. Seperti air sungai yang merupakan mata air, dan air rawa dari air hujan yang tertampung di tanah mubah, maka air-air ini menjadi milik umum dan masyarakat boleh memakainya.
Air jenis itu tak diperbolehkan untuk dijual, dan tak ada yang bisa melarang orang lain untuk memanfaatkannya. Bagi mereka yang mencegah seseorang untuk menggunakan air tersebut, maka mereka dianggap orang yang dzalim dan berdosa. Sebab mereka telah menghalangi makhluk Allah SWT dalam mengambil kegunaan dari kelebihan air yang ada.
Sayyid Sabiq Sumber dalam Fikih Sunnah Jilid 5 mengemukakan pula bila air seperti sungai, laut, air hujan dan sejenisnya, hukumnya mubah bagi semua makhluk. Yang mana manusia, hewan, juga tumbuhan berhak memakainya secara gratis.
Adapun pihak tertentu tidak boleh menguasai air-air ini, yang membuat orang lain tak bisa mengambil manfaat darinya. Bahkan sekelompok orang pun tak diperkenankan untuk menjual air bila masih berada di sumbernya.
Lantas Air Macam Apa yang Bisa Diperjualbelikan?
Dijelaskan lebih lanjut oleh Sayyid Sabiq, menurutnya bila seseorang telah mengambil atau mengumpulkan air dari sumbernya ke dalam suatu wadah atau tempat penyimpanan, maka air tersebut menjadi miliknya dan ia boleh menjualnya.
Begitu pun dengan orang yang mengebor sumur, atau membuat perangkat pada sumur untuk bisa mengangkut air itu ke atas, maka baginya diperbolehkan untuk menjualnya. Seperti halnya dengan kayu bakar yang ditemukan di hutan, kemudian ia mengambil dan mengikatnya menjadi satu dengan tali, maka baginya dibolehkan diperdagangkan.
Sebagaimana dalam hadits Nabi SAW:
لأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُمْ حَبْلاً فَيَحْتَطِبَ فَيَحْمِلَهُ عَلَى ظَهْرِهِ فَيَأْكُلَ أَوْ يَتَصَدَّقَ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَأْتِيَ رَجُلاً أَغْنَاهُ اللَّه مِنْ فَضْلِهِ فَيَسْأَلَهُ أَعْطَاهُ أَوْ مَنَعَهُ
Artinya: "Sekiranya salah seorang di antara kalian mengambil seutas tali kemudian mencari kayu dan membawanya (menjualnya), lantas dia makan atau bersedekah (dari hasil jualan kayu) itu lebih baik baginya daripada seseorang yang menemui orang lain yang diberi kelebihan oleh Allah SWT, lantas dia meminta kepadanya, adakalanya dia diberi dan adakalanya permintaannya ditolak." (HR Bukhari & Muslim)
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah turut berpendapat jika seseorang melubangi tanah kemudian ada air yang tertampung di dalamnya, atau menggali sumur, dengan begitu air tersebut miliknya dan boleh diperjualbelikan. Ia menambahkan, contoh kasus itu tidak termasuk pada apa yang menjadi larangan oleh Rasulullah dalam haditsnya.
Wallahu a'lam.
(dvs/lus)
Komentar Terbanyak
BPJPH: Ayam Goreng Widuran Terbukti Mengandung Unsur Babi
OKI Gelar Sesi Darurat Permintaan Iran soal Serangan Israel
Iran-Israel Memanas, PBNU Minta Kekuatan Besar Dunia Tak Ikut Campur