Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) atau Seleksi Tilawatil Qur'an dan Hadis (STQH) telah lama menjadi ruang syiar umat Islam di Indonesia. Sejak awal digagas, perhelatan kompetisi keagamaan ini menjadi wahana untuk menjaga tradisi qurani yang mengakar di tengah masyarakat.
Di pelbagai pelosok negeri, gema al-Qur'an selalu menghidupkan surau dan masjid. MTQ/STQH hadir untuk membawa semangat itu ke panggung nasional dan menjadikannya etalase kecintaan umat pada kalam Ilahi sekaligus laboratorium kebudayaan religius bangsa.
Syiar Qurani di Bumi Anoa
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tahun 2025, Sulawesi Tenggara menjadi tuan rumah Seleksi Tilawatil Qur'an dan Hadis (STQH) XXVIII Tingkat Nasional pada 10-19 Oktober 2025. Kendari menyambut para kafilah dari seluruh Nusantara dengan sebutan hangat "Bumi Anoa". Di samping sebagai ajang kompetisi, STQH menjadi momentum strategis untuk mewujudkan spirit membaca, memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai al-Qur'an serta Hadis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tema utama yang diangkat, "Syiar al-Qur'an dan Hadis: Merawat Kerukunan, Melestarikan Lingkungan", merupakan respons atas dinamika kebangsaan dan global. Menteri Agama, Nasaruddin Umar (2025), menegaskan bahwa tema ini memiliki relevansi secara spiritual dan mendukung visi pembangunan nasional dalam Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, khususnya cita memperkuat harmoni sosial dan kepedulian ekologis.
Pesan ini tegas dan terang benderang, bahwa syiar al-Qur'an tak boleh berhenti di podium tilawah, tetapi harus menjelma sebagai etika publik yang menumbuhkan kerukunan antarumat beragama sekaligus meneguhkan kesadaran menjaga alam.
Seperti diingatkan Imam al-Ghazali dalam Ihya' ΚΏUlum al-Din, agama sejati adalah yang menghadirkan maslahat, mengurangi kerusakan, dan menumbuhkan kebaikan bersama. Maka, tilawah yang indah dan lantunan hafalan al-Quran yang berkumandang di mimbar-mimbar tilawah dan tahfizh harus bertemu dengan amal yang nyata dalam bingkai etika publik.
Visi Kementerian Agama
Kementerian Agama menempatkan MTQ/STQH sebagai bagian integral dari strategi besar pembangunan keagamaan. Demikian pula program moderasi beragama dan penguatan literasi qurani menjadi pilar yang berpadu dalam acara ini. Oleh karena itu, penyelenggaraan MTQ/STQH harus menyentuh substansi kehidupan umat beragama.
Dalam visi ini, kegiatan MTQ/STQH tidak berhenti sebagai panggung lomba, melainkan wahana pembinaan umat Islam yang berkelanjutan. Melalui tilawah, tahfizh, tafsir, dan musabaqah Hadis, masyarakat didorong untuk semakin dekat dengan kitab suci, yakni mewujudkan umat Islam yang gemar membaca, memahami, menghayati, dan mengamal kandungannya. Kementerian Agama ingin menjadikan al-Qur'an sebagai sumber inspirasi moral dan spiritual dalam memperkuat nilai kebangsaan, sehingga umat Islam tumbuh menjadi warga negara yang religius sekaligus nasionalis.
Lebih jauh, MTQ/STQH menjadi sarana strategis untuk menumbuhkan kesadaran beragama yang beriringan dengan pengamalan Pancasila. Semangat membaca al-Qur'an berkelindan dengan semangat menghidupkan sila-sila Pancasila dalam praksis kehidupan berbangsa. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa tercermin dalam ibadah yang khusyuk dan berdampak, sila kemanusiaan yang adil dan beradab hidup dalam sikap empati, sila persatuan Indonesia diwujudkan dalam kerukunan antarumat, sila kerakyatan dalam musyawarah tercermin dalam dialog, dan sila keadilan sosial nyata dalam kepedulian sosial-ekologis.
Dengan begitu, MTQ/STQH diharapkan menjadi ruang di mana generasi muda dimotivasi, dibentuk, dan diarahkan agar memiliki kompetensi dalam melantunkan ayat-ayat suci al-Qur'an, menafsirkan pesan-pesannya, serta mangamalkan kandungannya dalam konteks kemanusiaan dan kebangsaan. Inilah potret ekosistem qurani yang inklusif, adaptif, dan membumi.
Harapan besar MTQ/STQH adalah lahirnya generasi qurani yang utuh. Sebagaimana tema besar yang diusung, kegiatan ini tampil sebagai pelopor kerukunan dan penjaga bumi. Para qari dan qari'ah dengan suara merdunya diharapkan mampu menyalurkan energi spiritual yang menumbuhkan empati dan kedamaian. Para hafiz dan hafizhah dengan hafalannya memancarkan integritas moral. Para mufassir dan mufassirah didorong menjadi juru tafsir zaman yang menjembatani makna ilahiah dengan realitas kontemporer.
Pandangan ini tampaknya sejalan dengan pesan filosof Muslim India, Muhammad Iqbal (1930), yang menyatakan bahwa al-Qur'an adalah kitab yang selalu hidup, memanggil manusia untuk beraksi, bukan hanya berdiam diri. Pesan itu mengingatkan bahwa syiar qurani hanya bermakna jika bertransformasi menjadi amal sosial, etika publik, dan kebijakan yang berpihak pada kemanusiaan.
Membangun Inklusivitas
Dalam konteks kehidupan beragama di Indonesia, MTQ/STQH harus difungsikan sebagai pengikat kerukunan, karena semangat al-Qur'an adalah cinta dan kedamaian. Seperti diingatkan Fazlur Rahman dalam Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition (1982), al-Qur'an harus dibaca sebagai "dokumen moral" yang relevan untuk menjawab tantangan zaman, bukan teks statis yang terlepas dari realitas.
Pandangan ini menggarisbawahi pentingnya tafsir progresif, yang dalam konteks STQHN 2025 diwujudkan dalam cabang tafsir berbahasa Arab serta karya tulis ilmiah Hadis. Karenanya, perhelatan ini diciptakan bukan hanya sebagai arena untuk melantunkan ayat-ayat al-Qur'an dengan indah. STQHN harus menjadi ruang diskursus intelektual yang seluas-luasnya untuk menggali relevansi al-Qur'an dengan isu-isu kontemporer, seperti ketahanan pangan, keluarga, kesejahteraan, ekonomi, dan sebagainya.
Dalam perspektif kontemporer, Tariq Ramadan, dalam Western Muslims and the Future of Islam (2004), menekankan bahwa umat Islam harus menjadikan al-Qur'an sebagai sumber etika universal yang memandu keterlibatan mereka di ruang publik modern dan di tengah pluralitas budaya serta agama.
Pesan ini meneguhkan pentingnya MTQ/STQH sebagai arena syiar yang tidak eksklusif, tapi terbuka untuk nilai-nilai kemanusiaan universal seperti: solidaritas, toleransi, dan keberlanjutan lingkungan.
Dampak lanjutannya adalah tumbuhnya kesadaran religius yang inklusif. MTQ/STQH memberi pesan kuat bahwa penghayatan nilai-nilai al-Qur'an adalah rahmat bagi seluruh umat. Dengan demikian, ia berkontribusi pada pembangunan kehidupan beragama yang teduh, dialogis, dan bersahabat dengan keberagaman.
Walhasil, STQHN 2025 di Kendari harus dijadikan tonggak penting perjalanan syiar qurani bangsa. Tema yang diusung menegaskan bahwa keberagamaan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari dua hal, yakni merawat kerukunan sosial dan menjaga kelestarian lingkungan.
Inilah jalan panjang membumikan al-Qur'an di bumi Indonesia, yakni dari tilawah yang indah ke tindakan yang nyata, dari hafalan yang kokoh menuju keteladanan, dan dari tafsir yang mumpuni menuju transformasi sosial.
Jika visi ini konsisten dijalankan, maka perhelatan MTQ/STQH dapat dipastikan akan melahirkan generasi qurani yang membawa cahaya al-Qur'an ke setiap ruang kehidupan bangsa ini, bukan sekadar menyandang predikat kejuaraan.
Dan pada akhirnya, MTQ/STQH menjadi kontribusi nyata umat Islam Indonesia dalam mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045.***
Ahmad Tholabi Kharlie
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Dewan Pengawas STQHN 2025
Artikel ini adalah kiriman pembaca detik.com. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terimakasih - Redaksi)
(erd/erd)
Komentar Terbanyak
Gencatan Senjata Israel-Hamas Tercapai, Takbir Menggema di Gaza
Ini yang Disepakati Israel dan Hamas untuk Akhiri Perang Gaza
2 Tahun Perang Gaza: 67 Ribu Warga Tewas, Rumah-Tempat Ibadah Hancur