Menjemput Lailatul Qadar dengan Keindahan

Kolom Hikmah

Menjemput Lailatul Qadar dengan Keindahan

M. Hasan Chabibie - detikHikmah
Kamis, 20 Mar 2025 18:45 WIB
Dr M Hasan Chabibie (dokumentasi pribadi)
Foto: Dr M Hasan Chabibie (dokumentasi pribadi)
Jakarta -

Puasa adalah ibadah yang diselimuti keindahan demi keindahan, jika kita sabar dan ikhlas untuk melalui prosesnya. Puasa menjadi sarana komunikasi langsung antara seorang hamba dengan Allah. Tidak ada yang benar-benar tahu apakah seseorang berpuasa dengan sungguh-sungguh selain dirinya sendiri dan Allah. Oleh karena itu, puasa menjadi ladang introspeksi yang mendalam.

Setiap individu dapat menjalani ibadah ini dengan penuh keikhlasan tanpa ada kompetisi dengan orang lain. Bukan seberapa banyak ibadah yang dilakukan dibanding orang lain, tetapi bagaimana seorang hamba mempersembahkan yang terbaik di hadapan Allah. Ibaratnya, puasa merupakan proses mentoring dan coaching antara manusia dan Tuhan, bukan perlombaan antar sesama.

Kini, Ramadan telah memasuki fase akhir, sepuluh hari terakhir yang begitu berharga. Inilah waktu terbaik untuk meningkatkan amalan. Tidak perlu memaksakan diri dengan jumlah ibadah yang berlebihan hingga kelelahan, tetapi cukup dengan meningkatkan kualitas dan konsistensi. Kita yang paling tahu kadar dan batas diri kita, mari push to the limit untuk mengerjakan ibadah sebaik-baiknya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Esensi dari peningkatan ibadah ini bukan hanya pada jumlahnya, tetapi bagaimana ibadah itu benar-benar membentuk karakter kita menjadi lebih baik. Perubahan ini tidak harus drastis, tetapi perlahan dan berkelanjutan. Ketika seorang muslim merasa lebih baik dari hari ke hari, maka ia sudah berada di jalur yang benar dalam menjalani ibadah di bulan suci ini. Dengan demikian, kita bisa menikmati ibadah puasa sekaligus menggapai Lailatul Qadar dengan kenikmatan.

Lailatul Qadar merupakan malam yang dinanti oleh setiap muslim. Malam yang lebih baik dari seribu bulan ini adalah anugerah luar biasa dari Allah bagi mereka yang beribadah dengan ikhlas. Namun, bagaimana cara terbaik menjemput Lailatul Qadar? Kuncinya adalah keikhlasan. Beribadah dengan tulus, tidak karena ingin dipuji, tidak karena ingin dinilai orang lain, tetapi semata-mata karena Allah. Manusia memang tidak pernah lepas dari kekhilafan, tetapi sebaik-baiknya manusia adalah yang tetap berusaha beribadah dengan sepenuh hati di tengah keterbatasan. Entah itu keterbatasan waktu, tenaga, atau kesempatan, setiap usaha yang dilakukan dengan niat baik akan bernilai di sisi Allah.

ADVERTISEMENT

Sebagaimana sabda Rasulullah: "Sesungguhnya Allah tidak memandang bentuk fisik dan hartamu, tetapi memandang hati dan perbuatanmu." (HR Muslim). Ibadah puasa merupakan ibadah tentang hati dan perbuatan, saling silang antara yang dzhahir dan yang bathin.

Penting juga untuk memahami bahwa puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga. Puasa sejati melibatkan seluruh aspek kehidupan, dari hati, pikiran, hingga tindakan. Jika seseorang berpuasa dengan benar, maka pikirannya akan lebih jernih, ucapannya lebih terjaga, dan tindakannya lebih terarah. Dengan demikian, puasa tidak hanya membawa manfaat secara spiritual, tetapi juga membentuk karakter yang lebih baik dalam kehidupan sehari-hari. Puasa mendorong kita untuk menghasilkan kesalehan ganda: kesalehan ritual dan sosial.

Kesalehan sosial merupakan dimensi lain dari ibadah puasa. Rasulullah memberikan teladan luar biasa dalam hal ini. Salah satu kisah yang menggugah hati adalah bagaimana beliau memperlakukan seorang pengemis Yahudi yang kerap mencaci maki beliau. Alih-alih membalas dengan kemarahan, Rasulullah justru dengan penuh kelembutan memberi makan dan menyuapi pengemis tersebut setiap hari. Sikap ini bukan sekadar tindakan spontan, tetapi cerminan dari karakter beliau yang penuh kasih sayang dan keikhlasan dalam berbuat baik. Hingga akhirnya, setelah Rasulullah wafat, pengemis tersebut baru menyadari bahwa orang yang selama ini dia hina justru adalah yang paling baik padanya. Getaran dalam hati pengemis itu adalah bukti bagaimana kebaikan dapat menyentuh dan mengubah hati seseorang.

Yang kita hadirkan dari keindahan puasa adalah kebermanfaatan terhadap orang lain. Lailatul Qadar kita adalah bagaimana proses kita memberi makna kepada liyan, serta khidmah kita untuk kemanusiaan. Sebagaimana hadis Nabi: "Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat kepada orang lain." (HR Ahmad).

Refleksi dari ibadah puasa tidak berhenti di penghujung Ramadan, tetapi harus berlanjut setelahnya. Pasca-Lebaran adalah cerminan sejati dari hasil ibadah kita selama sebulan penuh. Apakah setelah Ramadan kita lebih giat dalam berbuat baik atau justru semakin malas? Apakah hati kita lebih lapang dalam menerima segala ketetapan Allah atau masih dipenuhi keluhan? Apakah kita lebih menjaga lisan dari menggunjing atau justru semakin gemar bergosip? Apakah kita lebih selektif dalam melangkahkan kaki ke tempat yang baik atau justru semakin abai terhadap pergaulan? Semua ini menjadi evaluasi diri yang nyata setelah Ramadan berlalu.

Perubahan yang diharapkan tidak hanya sebatas diri sendiri, tetapi juga tercermin dalam hubungan dengan keluarga, tetangga, sahabat, dan rekan kerja. Puasa yang berkualitas akan melahirkan pribadi yang lebih sabar, lebih santun, dan lebih peduli terhadap sesama. Jika setelah Ramadan kita menjadi lebih baik dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar, itu adalah tanda keberhasilan puasa kita.

Rasulullah SAW memerintahkan kita semua untuk mencari Lailatul Qadar di sepuluh hari Ramadan. Keindahan Lailatul Qadar bisa dicari dengan kesungguhan dengan beribadah. Di malam Lailatul Qadar, malaikat turun ke bumi untuk mengunjungi orang-orang yang melakukan ibadah dan berada di jalur kebaikan (QS Al-Qadr: 4). Pada malam Lailatul Qadar, juga bersemayam kedamaian hingga fajar (QS, Al-Qadr: 5). Keindahan demi keindahan, baik berupa tanda-tanda alam maupun getaran dalam spiritualitas kita, menjadi kenikmatan dalam mengarungi malam Lailatul Qadar di bulan Ramadan dengan ibadah.

Menjemput Lailatul Qadar adalah tentang keindahan, keindahan dalam mendekatkan diri kepada Allah dengan penuh keikhlasan serta kenikmatan dalam memperlakukan sesama dengan penuh kasih sayang. Semoga ibadah kita di Ramadan ini membawa perubahan nyata dalam kehidupan, menjadikan kita insan yang lebih baik, lebih bermanfaat, dan lebih dekat dengan Allah.

Dr. M. Hasan Chabibie

Staf Ahli Menteri Bidang Peningkatan Ekosistem Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi Kemendiktisaintek
Pengasuh Pesantren Baitul Hikmah Depok

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih - Redaksi)




(kri/kri)

Hide Ads