Salat Jumat merupakan ibadah wajib bagi kaum muslim laki-laki yang telah baligh, berakal, dan merdeka. Selain salat, khutbah menjadi bagian penting dalam ibadah Jumat.
Di dalamnya, terdapat pesan-pesan ilahi yang disampaikan oleh khatib untuk menuntun umat muslim agar senantiasa berjalan di jalan yang benar. Namun, untuk menyampaikan pesan dengan sempurna, khatib perlu memperhatikan beberapa syarat khutbah Jumat.
6 Syarat Khutbah Jumat
Terdapat beberapa syarat yang perlu dipenuhi untuk melaksanakan khutbah Jumat. Dikutip dari buku Dialog Lintas Mazhab oleh Asmaji Muchtar, berikut ini adalah syarat khutbah jumat menurut berbagai mazhab.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Dilakukan sebelum Salat Jumat
Sebab apabila diakhirkan maka ibadah Jumat tidak dihitung menurut mazhab Hanafi, Syafi'i dan Hanbali. Menurut Mazhab Maliki, jika khutbah diakhirkan cukup salat Jumat yang diulangi.
Khutbah tersebut dihukumi sah dan tidak perlu diulang dengan syarat salat Jumat diulangi sebelum keluar dari masjid tanpa ditunda. Jika tidak demikian, khutbah harus diulang.
2. Berniat Khutbah
Apabila khutbah tanpa niat maka tidak dihitung menurut mazhab Hanafi dan Hanbali. Di sisi lain, Mazhab Syafi'i dan Maliki mengatakan bahwa niat bukan syarat sahnya khutbah Jumat.
Hanya saja, ulama Syafi'iyah mensyaratkan agar khatib tidak menyimpang dari khutbah.
3. Disampaikan Bahasa Arab
Syarat ini menjadi salah satu syarat khutbah yang diperselisihkan. Menurut mazhab Hanafi, khutbah boleh disampaikan dalam bahasa selain Arab, baik yang mendengarkan khutbah adalah orang Arab maupun bukan.
Adapun menurut mazhab Hanbali, tidak sah khutbah selain bahasa Arab bagi orang yang mampu berbahasa Arab.
Namun jika tidak mampu, boleh menggunakan bahasa selain Arab yang dikuasai selama ayat yang termasuk rukun khutbah harus diucapkan dalam bahasa Arab.
Menurut mazhab Syafi'i, rukun khutbah harus diucapkan dengan bahasa Arab.
Apabila menggunakan selain bahasa Arab, menurutnya tidak cukup, terlebih jika bahasa tersebut memungkinkan untuk dipelajari. Jika tidak memungkinkan, khutbah dilakukan dengan selain bahasa Arab.
Hal ini berlaku jika khutbah diperdengarkan untuk bangsa Arab, tetapi jika jemaahnya tidak berbangsa Arab, maka tidak disyaratkan membaca rukun khutbah dengan bahasa Arab, kecuali ayat Al-Qur'an.
Mazhab Maliki mengatakan, khutbah harus dengan bahasa Arab walaupun diperdengarkan kepada warga yang bukan berbangsa Arab. Jika tidak ada yang mampu berkhutbah dengan bahasa Arab, kewajiban salat Jumat menjadi gugur.
4. Disampaikan pada Waktunya
Waktunya pelaksanaannya adalah waktu Zuhur. Jika khatib berkhutbah sebelum waktunya dan melaksanakan salat Jumat pada waktunya, hukumnya tidak sah. Seluruh imam mazhab bersepakat akan hal ini.
Baca juga: Naskah Khutbah Jumat Soal Menjaga Lisan |
5. Mengeraskan Suara
Mazhab Hanafi mengatakan disyariatkan membaca khutbah dengan keras sehingga orang yang hadir dapat mendengarnya, jika tidak ada penghalang. Akan tetapi, apabila terdapat penghalang, misalnya karena tuli atau jauh maka mendengarnya tidak disyaratkan.
Menurut mazhab Syafi'i, disyaratkan membaca rukun khutbah dengan keras sehingga dapat didengar empat puluh orang yang menjadikan sahnya salat Jumat.
Menurut mazhab Hanbali, disyaratkan membaca khutbah dengan keras sekiranya orang-orang wajib melakukan salat Jumat mendengar rukun-rukunnya, ketika tidak ada penghalang.
Mazhab Maliki mengatakan, termasuk syarat khutbah adalah membaca dengan keras, sebab apabila dibaca perlahan maka tidak dihitung. Para hadirin tidak disyaratkan untuk mendengar, meskipun hal ini diwajibkan atas mereka.
6. Tidak Memisah Khutbah dan Salat Terlalu Lama
Mazhab Syafi'i mengatakan, disyaratkan adalah muwalah (berturut-turut) antara rukun khutbah dan antara khutbah dengan salat Jumat.
Muwalah terjadi apabila waktu yang memisahkan hal-hal di atas tidak cukup untuk melakukan salat dua rakaat dengan melakukan rukun salat saja. Jika cukup untuk itu atau lebih maka khutbah batal, kecuali waktu yang lebih digunakan untuk memberi nasihat.
Mazhab Maliki mengatakan, disyaratkan menyambung dua khutbah dengan salat dan menyambung satu khutbah dengan khutbah lainnya. Sementara itu, waktu sedikit yang memisahkan keduanya menurut 'urf dimaafkan.
Menurut Mazhab Hanafi, disyaratkan tidak memisah antar dua khutbah dan salat dengan pemisah yang tidak memiliki hubungan sama sekali, seperti makan. Adapun pemisah yang memiliki hubungan, seperti mengqadha salat dan memulai salat sunah di antara keduanya, tidak membatalkan khutbah, meskipun yang lebih utama adalah mengulanginya.
Menurut Mazhab Hanbali, khutbah sah bila disyaratkan adanya muwalah antara bagian-bagiannya dan antara khutbah dan salat. Muwalah adalah tidak adanya waktu lama yang memisahkan keduanya menurut 'urf.
Wallahu a'lam.
(hnh/rah)
Komentar Terbanyak
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI
Daftar Kekayaan Sahabat Nabi
Info Lowongan Kerja BP Haji 2026, Merapat!