Sahil Jha membawa sepeda ke Universitas Indonesia, Senin siang (23/6/2025). Dengan sepeda itu, anak muda India usia 19 tahun ini sejak kelas 10 SMA menyusuri kota-kota di negaranya untuk bicara tentang tanah. Ia kini merambah Selandia Baru, Australia, dan Indonesia. Total, 20 negara di 4 benua akan disambangi Sahil.
Singgah di berbagai sekolah hingga perguruan tinggi RI, Sahil bercerita tentang pentingnya untuk melindungi tanah sekarang juga. Aktivis gerakan #SaveSoil ini menjelaskan, berdasarkan data Konvensi PBB untuk Melawan Penggurunan (UNCCD) 2020, 90 persen tanah di Bumi mengalami penurunan kualitas jika tidak ditangani.
Turunnya kualitas dan produktivitas lahan, serta penggurunan tanah menurunkan nutrisi bahan pangan manusia dan makhluk hidup lainnya. Kondisi ini juga berisiko menurunkan jumlah pangan yang tersedia untuk manusia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masalah Manusia dan Bumi
Pakar perubahan iklim dan dinamika sistem dari Sekolah Ilmu Lingkungan (SIL) UI Dr Ir Mahawan Karuniasa MM mengatakan dampak masalah tanah lebih dari masalah sampah, yang dinilai sebagai masalah sipil.
Ia memperkirakan, penerapan kebijakan terkait sampah, perubahan perilaku warga, dan pengelolaan sampah dalam dua tahun berpotensi menangani sampah sebagai masalah sipil.
Sementara itu, masalah tanah berisiko memperburuk kondisi ekosistem sehingga kehidupan berbagai makhluk hidup terancam. Sedangkan turunnya hasil panen dan gagal panen berisiko mengganggu kondisi ekonomi petani hingga negara, kesehatan fisik, serta kondisi psikologis warga dunia yang terdampak.
Menjangkau Warga Desa dan Kota
Sahil memulai perjalanannya dengan sepeda sederhana. Remnya tak cukup pakem, sempat kecelakaan di jalan layang perkotaan kendati untungnya tak luka parah. Sedangkan ban sepedanya terkadang tertusuk paku dan kesulitan menjelajah jalur mendaki berlumpur di pedesaan.
Kendati tidak mudah, ia senang bersepeda jauh-jauh hingga puluhan ribu km dari desa ke desa. Menurutnya, warga desa juga merasa sangat relate dengan isu tanah ini.
"Ini juga berdampak pada pertanian dan ternak mereka," ucapnya pada detikEdu.
Di samping bertemu langsung dengan penduduk setempat pelajar, influencer, duta besar hingga pejabat di berbagai negara, Sahil rutin membagikan progress dan cerita perjalanannya di media sosial. Ia berharap cara ini memungkinkan orang yang tidak akrab dengan isu ketahanan pangan hingga penggurunan jadi lebih terpapar.
"Bisa menjangkau jutaan orang, untuk bicara tentang tanah," kata Sahil pada warga kampus di Ruang Apung Perpustakaan UI.
(twu/nwk)