Direktur Jenderal Guru, Tenaga Kependidikan, dan Pendidikan Guru (Dirjen GTKPG), Prof Dr Nunuk Suryani, berkunjung ke SDN 1 Banyuagung, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Jumat (21/11/2025) dalam rangka program "Direktur Mengajar". Prof Nunuk mengajar di kelas 2 dengan mata pelajaran matematika.
Saat membuka kelas usai perkenalan, Prof Nunuk bertanya kepada siswa soal siapa saja yang suka matematika. Kemudian hampir semua siswa di kelas mengangkat tangannya, kecuali dua anak.
"Oh ada yg nggak suka matematika ya? Kenapa, nak?" ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena kalau salah dimarahin mamah," jawab salah satu siswa yang tak ikut mengangkat tangannya.
Alih-alih merespons langsung, Nunuk memvalidasi jawaban siswa tersebut, kemudian mengajaknya untuk belajar matematika bersama di kelas.
"Oh dimarahin mamah. Nanti kita belajar matematika bareng, ya," imbuhnya.
Sementara satu lagi siswa yang tak mengangkat tangan, mengaku lebih suka belajar abjad. Nunuk mengapresiasi dengan menekankan bahwa belajar apa saja penting.
"(Suka) ABC? Oh suka belajar baca ya. Boleh. Jadi kalau nggak suka matematika, gakpapa, yang penting tetap harus belajar. Belajar ABC juga boleh, (bagus)," ucapnya.
Bukan soal Salah Anak atau Orang Tua, Tapi Refleksi Bersama
Merespons anak yang tak suka matematika karena dimarahin jika salah, Nunuk mengatakan pentingnya refleksi bersama. Menurutnya, kondisi ini bukan selalu salah anak atau orang tua, tetapi metode pembelajarannya yang perlu diubah.
"Mungkin ya kita perlu refleksi. Jadi bukan selalu anak itu salah atau mamahnya (orang tuanya) ya. Berefleksi memang, kita harus mengganti metode pembelajaran matematika," katanya ditemui usai mengajar di kelas.
Dalam hal ini, ia menekankan pentingnya mengubah pembelajaran matematika menjadi gembira bagi anak. Sementara untuk orang tua, perlu diedukasi lagi terkait implementasi pembelajaran. Misalkan melalui forum orang tua atau komite.
Di sisi lain, penting untuk dipahami bahwa anak tidak harus selalu bisa matematika karena bakatnya bisa di bidang lain. Meski begitu, matematika sebagai dasar dinilai tetap sangat penting.
"Karena memang tidak harus semua orang itu bisa matematika. Mungkin dia senang, bakatnya di musik. Tapi memang secara dasar, dia harus mengenal matematika. Jadi itu nanti refleksi saja," paparnya.
"Kita harus melakukan revolusi untuk pembelajaran matematika. Karena (itu) dasar dari semua pelajaran. Apa pun itu pasti menggunakan (konsep) matematika. Yang harus direvolusi adalah metode pembelajarannya, supaya gembira, anak-anak di rumah maka akan bersemangat mengerjakan," tambahnya.
Terjun ke Kelas untuk Mengapresiasi Guru
Program "Direktur Mengajar" diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Program ini bertujuan untuk memastikan implementasi pembelajaran yang sesuai program pemerintah dan mengapresiasi guru.
"Sebenarnya tujuannya memastikan program-progam yang kita jalankan atau metode pembelajaran diimplementasikan. Seperti Dirjen, direktur juga memberi contoh (ke kelas)," ujar Prof Nunuk.
Selain itu, program ini juga ingin mengapresiasi guru atas dedikasinya selama ini dalam mengajar anak-anak. Menurutnya, ini penting untuk dilihat dan dirasakan langsung pengalamannya bagi para direktur.
"Kita ingin berempati kepada guru, seperti tadi ternyata ngajar anak kelas dua itu tidak mudah. Perlu usaha, upaya sebelumnya. Selama ini kan kita tidak melihat pengalaman langsung, sebenarnya guru-guru itu seberapa susah si mengajar, memastikan mereka fokus, memahami materi, itu bentuk empati kita kepada guru," katanya.
"Sehingga semua pejabat itu harus pernah masuk kelas dan merasakan bagaimana (untuk) bisa memusatkan perhatian, mengelola, menyampaikan materi dengan baik selama jam pelajaran berlangsung," pungkasnya.
(faz/nah)











































