Pakar UGM Sebut Celah Ini Picu Keracunan MBG

ADVERTISEMENT

Pakar UGM Sebut Celah Ini Picu Keracunan MBG

Trisna Wulandari - detikEdu
Senin, 06 Okt 2025 18:30 WIB
Sejumlah pekerja menata menu makanan di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Bener, Purworejo, Jawa Tengah, Kamis (2/10/2025). Di SPPG yang melayani program makan bergizi gratis (MBG) tersebut siswa penerima manfaat bisa memesan menu yang diinginkan selama memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). ANTARA FOTO/Anis Efizudin/bar
SPPG Bener, Purworejo, Jawa Tengah, Kamis (2/10/2025) memungkinkan siswa memesan menu MBG selama memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Foto: ANTARA FOTO/ANIS EFIZUDIN
Jakarta -

Angka keracunan massal Makan Bergizi Gratis (MBG) tembus 10.482 anak per 4 Oktober 2025, berdasarkan catatan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). Dalam kurun 29

September-3 Oktober 2025, korban keracunan MBG mencapai 1.883 anak, lebih tinggi dari rata-rata mingguan 1.531 anak/minggu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Merespons lonjakan kasus keracunan MBG, Pusat Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada (PKT UGM) menilai kejadian luar biasa (KLB) ini menunjukkan perlunya evaluasi menyeluruh agar aman dilaksanakan.

Direktur PKT UGM, Dr dr Citra Indriani MPH menjelaskan ada celah risiko keracunan MBG dari pengelolaan makanan yang dilakukan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

ADVERTISEMENT

Celah Risiko Keracunan MBG

Ia menjelaskan, pengelolaan makanan skala besar menjadi celah keracunan. Terlebih jika jumlahnya di luar kapasitas pengelola.

Citra menyorot skala produksi SPPG disebut setara, bahkan lebih, dari katering industri. Sayangnya, kondisi ini tidak diikuti dengan disiplin terhadap standar Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) yang seharusnya ditaati produksi skala besar tersebut.

Ia mengungkap, hasil kajian investigasi UGM terhadap sejumlah kasus KLB pangan terkait MBG di Yogyakarta menunjukkan terdapat kesenjangan penerapan kaidah HACCP.

Di samping itu, pihak UGM menemukan minimnya pengawasan dan terbatasnya pengetahuan pelaksana MBG di lapangan.

"Jumlah porsi yang diproduksi setiap hari sangat besar. Setiap celah dalam proses, mulai dari pemilihan bahan baku, memasak, penyimpanan, hingga distribusi, bisa berdampak pada ribuan anak sekolah," kata Citra, dikutip dari laman UGM, Senin (6/10/2025).

Masalah Pengelolaan Pangan Skala Besar

Investigasi UGM juga mengungkap total durasi antara proses memasak, pengemasan, sampai konsumsi sering kali lebih dari 4 jam. Masalahnya, manajemen penyimpanan makanan dengan jumlah besar tersebut belum memadai.

Di proses memasak sendiri, Citra mengatakan beberapa menu kurang matang lantaran dimasak dalam banyak porsi.

Sedangkan di tahap pengemasan, ia mengatakan sejumlah sekolah mengemas ulang makanan tanpa dipanaskan kembali.

"Kondisi ini memperbesar risiko terjadinya keracunan massal," ucapnya.

Saran Perbaikan untuk Hindari Keracunan MBG

Berikut sejumlah rekomendasi PKT UGM untuk perbaikan MBG:

  • Standarisasi fasilitas dan kapasitas SPPG
  • Asesmen awal untuk menilai kelayakan produksi massal
  • Penerapan SOP berbasis HACCP, mulai dari bahan baku sampai siap dikonsumsi siswa.
  • Kewajiban pelatihan keamanan pangan dan memastikan setiap staf SPPG mengantongi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
  • Pengawasan, termasuk mekanisme kontrol yang jelas, monitoring periodik, serta penguatan koordinasi lintas sektor.

"Kolaborasi berbagai pihak mutlak diperlukan agar anak-anak benar-benar mendapat manfaat program tanpa terpapar risiko keracunan pangan," ucap Citra.




(twu/faz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads