Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) memang dapat meringankan pekerjaan manusia. Namun, pembahasan mengenai penggunaan AI dalam tugas-tugas akademik peserta didik masih terus bergulir.
Salah satu pertanyaan yang kerap mencuat terkait hal ini adalah, sejauh mana batas penggunaan AI untuk generasi muda?
Pendidik Sekolah Cikal Amri untuk mata pelajaran Business Management, Devi Natalia Susanti memiliki perspektif soal batasan penggunaan AI dalam proses pembelajaran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Batasan AI dalam Belajar
1. AI sebagai Alat Bantu, bukan Pengganti Proses Belajar
Devi percaya penggunaan AI haruslah dengan pendekatan yang etis dan mendukung pembelajaran jangka panjang, terutama menegaskan pemahaman kepada anak-anak bahwa AI adalah alat bantu, bukan pengganti proses berpikir. Selain itu, menurutnya penting juga untuk menekankan integritas akademik kepada anak-anak.
"Ketika mereka menggunakan AI untuk tugas mereka, maka mereka harus mencantumkannya sebagai resource nya dan citation-nya juga harus jelas," jelas Devi melalui keterangan yang diterima detikEdu pada Jumat (9/5/2025).
2. Menjaga Transparansi Penggunaan AI
Devi menyebut penggunaan AI oleh murid semestinya hanya terbatas sebagai sumber inspirasi atau referensi ide.
Ia turut menggarisbawahi murid perlu bersikap terbuka dan transparan dalam pemanfaatan AI, seperti kapan dan bagaimana AI itu digunakan. Menurutnya murid juga perlu memberi keterangan AI sebagai resource.
"Misalnya, saat menulis full essay atau jawaban, AI hanya dijadikan sumber ide, bukan untuk menuliskan semuanya," katanya.
3. Menciptakan Keseimbangan Antara Kreativitas dan Bantuan AI
Devi mengingatkan agar murid tetap didorong mengembangkan ide secara mandiri dan eksplorasi kreatif untuk menciptakan suatu karya. Kemudian, AI bisa digunakan sebagai alat bantu untuk menyempurnakan gagasan yang dibuat.
"Biasanya anak-anak melakukan brainstorming ideas dengan kreativitas mandiri, dengan melakukan research, atau diskusi. Setelah itu mereka bisa membandingkannya dengan AI tools, misalnya ketika membuat poster business, mereka bisa membuat ide awal dan sketsa mandiri baru nanti diperbagus dengan AI," jelas Devi.
Ia menegaskan, ketimbang meminta AI melakukan pekerjaan untuk murid, maka lebih baik menerapkan kolaborasi manusia-AI.
"Instead of using "AI do it for me", mungkin bisa dicoba menggunakan "human-AI collaboration". Tekankan juga ke anak-anak bahwa ide dan kreativitas mandiri tidak bisa diganti dengan AI," pungkasnya.
(nah/nwk)