Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti mengatakan pihaknya telah menyerahkan konsep Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kepada Presiden Prabowo Subianto.
"Nah konsepnya, konsep yang kita sebut sebagai konsep yang baru itu sudah selesai. Sudah kami serahkan kepada Pak Presiden melalui Pak Sekretaris Kabinet," kata Mu'ti dilansir dari detikNews, Sabtu (18/1/2025).
Tiga Skema dalam Konsep PPDB Baru
Soal bentuk konsep PPDB dijelaskan oleh Wakil Mendikdasmen, Fajar Riza Ul Haq saat ditemui di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Senin (23/12/2024). Ia mengatakan ada tiga skema.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Skema pertama yakni penerapan yang baru. Dua lainnya yaitu zonasi dengan perbaikan dan masih menggunakan skema lama.
"Ya kami menunggu sidang kabinet di Bapak Presiden, prinsipnya kami dari Kementerian, Pak Abdul Mukti sudah menyiapkan beberapa skema usulan ke Bapak Presiden. Setelah ini menunggu rapat dari Bapak Presiden kapan dibahas," kata Fajar.
Apakah Sistem Zonasi Dihapus?
Mu'ti menyebut keputusan soal penetapan konsep PPDB ini bisa saja langsung ditetapkan Prabowo atau lewat sidang kabinet. Termasuk soal apakah zonasi dihapus atau tidak.
"Sampai nanti ada keputusan, apakah diputuskan langsung oleh Pak Presiden ataukah nanti lewat sidang Kabinet. Itu tunggu sampai pada waktunya tiba," ujarnya.
Sebelumnya, Mu'ti telah menjelaskan bahwa pihaknya sudah menyiapkan dua skema perbaikan dalam sistem zonasi di PPDB. Salah satunya zonasi masih ada tapi sifatnya lebih fleksibel.
Skema tersebut berkaca pada kasus siswa yang tak bisa daftar ke sekolah tertentu karena daerahnya berbeda secara administratif. Padahal secara domisili siswa ke sekolah jaraknya dekat.
"Misalnya begini, orang yang tinggal di Ciputat kemudian (jaraknya) dengan Jakarta lebih dekat dibandingkan harus ke Tangerang Selatan. Nah, karena zonasi itu kan dia enggak boleh ke Jakarta, walaupun secara jarak lebih dekat," jelas Mu'ti kepada detikEdu di Gedung A Kemendikdasmen, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Selasa (31/12/2024).
Dengan begitu, siswa tersebut harus daftar ke sekolah yang sesuai ketentuan yakni yang jauh dari rumah. Menurut Mu'ti kasus ini menjadi evaluasi dalam pengkajian zonasi.
"Cuma karena wilayah administrasinya itu berbeda, dia tidak bisa ke situ. Harus ke sekolah yang dalam wilayahnya padahal sekolahnya mungkin lebih jauh. Nah, yang begini kan harus kita lihat," tambahnya.
Jika zonasi tetap ada, Mu'ti mengatakan akan perbaikan dalam hal kuota. Sekolah SD bisa mempunyai kuota sampai 90%, SMP 30-40%, sedangkan SMA tak menggunakan zonasi melainkan rayonisasi.
"Tapi persentasenya (untuk zonasi) yang dikurangi cukup 10% saja misalnya. Yang lain melalui tempat lain (jalur penerimaan lain) prestasi, afirmasi, atau mutasi," kata Mu'ti.
(cyu/nwy)