Kurikulum Merdeka Diresmikan, PGRI Ingatkan Evaluasi PMM & Hak Guru

ADVERTISEMENT

Kurikulum Merdeka Diresmikan, PGRI Ingatkan Evaluasi PMM & Hak Guru

Trisna Wulandari - detikEdu
Kamis, 28 Mar 2024 17:30 WIB
Ilustrasi guru honorer
ο»ΏPGRI menyorot pemahaman Kurikulum Merdeka yang belum merata pada guru di Indonesia. Apa yang perlu dilakukan pemerintah dan guru? Foto: Dok. Kemendikbudristek
Jakarta - Menyusul pemberlakuan Kurikulum Merdeka pada sekolah se-Indonesia, guru diminta mempelajari implementasinya melalui Platform Merdeka Mengajar (PMM), pelatihan mandiri melalui komunitas belajar satuan Pendidikan dan komunitas belajar antar/lintas sekolah, maupun sesama guru.

Wakil Sekjen Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Wijaya M,Pd mengatakan, pemanfaatan platform pembelajaran berbasis digital perlu ditinjau kembali agar berkeadilan untuk tiap guru dalam mempelajari dan menerapkan Kurikulum Merdeka dalam bentuk intervensi dari sisi kuota, terlebih untuk guru honorer.

"Guru Penggerak berperan penting dalam menjalankan Kurikulum Merdeka karena mendapat informasi terbaru, intervensi anggaran dan beradaptasi dengan Kurikulum Merdeka, kendati jumlahnya belum berkeadilan sehingga guru belum punya informasi yang sama. Dapat akses PMM, tapi apakah betul sudah dimanfaatkan sepenuhnya? Karena guru di luar guru penggerak itu belajar mandiri, dengan kuota sendiri, apakah 100 persen dipahami sama dengan yang disampaikan Kemendikbudristek?" kata Wijaya pada detikEdu, Kamis (28/3/2024).

"Pemerintah perlu intervensi fasilitas kegiatan terkait dengan implementasi Kurikulum Merdeka berkeadilan. Ada PMM tapi guru honorer itu nggak dikasih kuta internet, pun guru di luar guru penggerak, yang jumlahnya lebih banyak perlu mendapatkan fasilitasi langsung agar memiliki pemahaman yang sama terkait Kurikulum Merdeka," imbuhnya.

Ia mengatakan, rendahnya kesejahteraan guru, khususnya guru honorer juga berdampak pada pembelajaran.

"Kualifikasi S1 itu masih ada yang dibayar Rp 300 ribu. Tiga bulan sekali, nunggu pencairan dana BOS. Fokusnya terbagi, harus cari sampingan. Maka jadikanlah guru itu profesi sejatinya seperti yang lain dari segi kesejahteraan," kata Wijaya.

"Guru belum jadi profesi seutuhnya dari sisi kesejahteraan, harkat martabat, dan perlindungan. Masih banyak yang berstatus honorer, mengabdi bertahun-tahun, kalah dengan guru baru. Seleksi ke depannya juga diharapkan berkeadilan, dilihat dari portofolio, masa kerja, dan validasi terkait kebenaran sebagai guru honorer, bukan guru siluman atau titipan. Terkait PPPK pemenuhan 1 juta guru, yang per Desember 2024 tidak boleh ada guru honorer lagi, jadi PR agar guru honorer ini diangkat menjadi ASN, agar kesejahteraannya terlindungi," kata Wijaya.

Wijaya menjelaskan, pemerataan kesejahteraan dan sumber daya untuk akses pembelajaran digital Kurikulum Merdeka memungkinkan praktik baik guru dengan kurikulum ini meluas. Dengan demikian, peran guru penggerak untuk tergerak, bergerak, dan menggerakkan mewujud tanpa perlu ada dorongan vertikal.

"Praktik baik guru dengan Kurikulum Merdeka sifatnya kasuistis, nggak bisa digeneralisaisi karena konteks RI beragam. Khususnya pemanfaatan internet, itu banyak blank spot kendati ada Awan Penggerak atau local host," ucapnya.

Awan Penggerak merupakan sistem peningkatan kompetensi dan kinerja pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) yang dapat diakses tanpa internet dengan sumber informasi dari Platform Merdeka Mengajar (PMM) dan sumber lain yang. Sistem yang dirilis pada 14 Maret 2024 lalu ini dapat dimanfaatkan oleh guru dan tendik di daerah khusus dan/atau sekolah yang terkendala jaringan internet, khususnya di daerah terdepan, terluar, tertinggal (3T).

"Dan guru sendiri jangan lelah belajar sepanjang hayat, jangan rendah diri bagi yang bukan guru penggerak, semangat terus belajar di komunitas sekolah, antarsekolah, PMM, atau dengan optimalisasi musyawarah guru mata pelajaran (MGMP), Kelompok Kerja Guru (KKG). Ini mempercepat untuk mencapai tujuan pendidikan, kolaborasi ini sangat penting," kata Wijaya.

Manfaatkan Guru Penggerak di Kurikulum Merdeka

Terkait implementasi Kurikulum Merdeka, Wijaya menilai guru penggerak sebagai program yang baik dan perlu didukung untuk memperbaiki mutu pembelajaran di ruang kelas dan satuan pendidikan. Ia menyarankan agar guru penggerak dapat mengimplementasikan ilmunya selama 2-3 tahun sebelum diangkat menjadi kepala sekolah.

"Diangkat tidak salah, tetapi lebih baik ilmunya diterapkan, diamalkan dulu; apakah sudah betul-betul berdampak, memberi perubahan, kontribusi pada ekosistem yang berpihak pada peserta didik, pendidikan yang aman, pendidikan yang nyaman, pendidikan yang inklusif, dan pendidikan yang jauh dari perundungan dan kekerasan seksual," kata Wijaya.


(twu/nwy)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads