Transisi PAUD ke SD Bercalistung Bikin Anak yang Belum Paham Jadi Minder

ADVERTISEMENT

Transisi PAUD ke SD Bercalistung Bikin Anak yang Belum Paham Jadi Minder

Novia Aisyah - detikEdu
Selasa, 13 Feb 2024 08:00 WIB
Asian mother teaching child ​boy Learning math with an abacus, education concept, home school, Social distancing, stay home, online learning class study math
Ilustrasi calistung. Foto: iStock
Jakarta -

Praktik tes baca tulis hitung (calistung) saat masuk sekolah dasar dan masa transisi masih diberlakukan di sejumlah satuan pendidikan. Hal ini bisa membuat beberapa anak yang belum paham calistung kehilangan rasa percaya diri.

Kepala Bidang SD, Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, Susilawati menerangkan, membangun kemampuan anak perlu dilaksanakan secara bertahap dengan cara yang menyenangkan agar manfaat pembelajaran bisa tercapai dengan baik.

Susilawati menuturkan di Kota Bogor masih ada miskonsepsi praktik pembelajaran PAUD dan SD/MI. Salah satunya adalah praktik calistung yang dianggap sebagai satu-satunya alat mengukur kemampuan peserta didik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kemampuan calistung dipahami dengan sempit, dan dianggap dapat dibangun secara instan. Tes calistung masih diterapkan sebagai syarat masuk SD maupun ketika masa transisi pembelajaran antara PAUD dan SD," ujarnya dalam acara Sosialisasi Penguatan Implementasi Gerakan Transisi PAUD ke SD Tahun 2024 yang digelar Direktorat SD, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi beberapa waktu lalu.

Akibat miskonsepsi tersebut, anak merasa tak nyaman dalam pembelajaran. Selain itu, anak-anak yang belum memahami calistung jadi merasa tak percaya diri. Ini menimbulkan gejolak emosi dalam diri mereka.

ADVERTISEMENT

Di samping itu praktik drilling pun membuat anak terbatas dalam memahami isi bacaan lantaran mereka membaca, tetapi tidak paham isinya. Anak juga cenderung hafal, bukan memahami.

"Masa transisi PAUD ke SD yang berlangsung dengan baik dapat terjadi apabila anak berada dalam situasi belajar yang menyenangkan sehingga rasa percaya diri anak ikut terbangun. Situasi belajar yang menyenangkan sangat berpengaruh pada emosi anak. Mereka akan bertindak lebih teratur, bertanggung jawab, dan dapat menghargai orang lain," papar Susilawati.

Rasa senang dalam belajar akan menggiring anak memahami materi belajar, baik literasi atau numerasi, dan lebih berani mengutarakan gagasannya.

6 Fondasi yang Harus Dijalankan Ekosistem Pendidikan

Kepala Bidang PAUD Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Epih Hanapi menegaskan perlunya segera mengakhiri miskonsepsi pembelajaran di PAUD dan SD kelas awal. Epih menyebut transisi PAUD ke pendidikan dasar harus berjalan mulus.

"Proses belajar mengajar di PAUD dan pendidikan dasar kelas awal harus selaras dan berkesinambungan," ujar Epih.

Proses transisi PAUD ke SD disebut bisa berjalan apabila seluruh ekosistem pendidikan memahami dan menjalankan enam fondasi. Keenam fondasi yang dimaksud adalah mengenal nilai agama dan budi pekerti, keterampilan sosial dan bahasa untuk berinteraksi, kematangan emosi untuk melakukan kegiatan di lingkungan belajar, kematangan kognitif untuk belajar, pengembangan keterampilan motorik dan perawatan diri untuk berpartisipasi di lingkungan belajar secara mandiri, dan pemaknaan belajar sebagai suatu hal yang menyenangkan dan positif.

Epih menilai setiap anak mempunyai hak untuk dibina kemampuannya secara holistik, tidak hanya kognitif. Beberapa hal yang perlu dilatih di antaranya kematangan emosi, kemandirian, kemampuan berinteraksi, dan kemampuan dasar literasi serta numerasi yang bertahap mulai dari PAUD dengan berbagai aktivitas menyenangkan.

"Siap sekolah adalah proses, bukan hasil. Siap sekolah bukanlah upaya pelabelan antara anak yang sudah siap atau belum siap, melainkan sebuah proses yang perlu dihargai oleh satuan pendidikan dan orang tua yang bijak," ungkap Epih.




(nah/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads