Ada banyak tantangan bagi siswa disabilitas dalam pendidikannya. Salah satunya adalah ditolak oleh sekolah umum.
Hal itulah yang mendasari Kepala Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) House of Knowledge, Fransisda Tiodora menjadi pengajar siswa berkebutuhan khusus.
"Banyak sekali sekolah-sekolah tidak menerima. Yang kedua, orang tua juga malu untuk mengakui. Dan yang ketiga adalah bagaimana cara penanganannya. Itu yang menjadikan kami, saya mengajar untuk anak-anak ini," jelasnya dalam Peringatan dan Gebyar Hari Disabilitas Internasional yang juga disiarkan melalui YouTube Ditjen PAUD Dikdasmen, Senin (11/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bu Sisda, sapaannya, mengatakan bahwa semua anak yang masuk ke sekolahnya akan mendapatkan asesmen terlebih dahulu agar mengetahui karakter mereka. Berdasarkan karakter tersebut, maka guru-guru akan mengetahui bagaimana cara pendekatan yang tepat.
"Semuanya pada prinsipnya pendekatan kepada anak-anak yang spesial ini adalah penuh perhatian, kasih, memberikan mereka disiplin, dan benar-benar melayani mereka dengan hati. Mungkin empat pendekatan inilah yang harus diberikan untuk anak-anak yang spesial," tegasnya.
"Dari pendekatan ini akan timbul kemampuan mereka yang tersembunyi," lanjut Sisda.
Orang Cenderung Melihat ABK dengan Iba Saja
Pada kesempatan yang sama, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Sekolah Kembang, Lucky Palupi turut mengungkapkan tantangan mengajar anak berkebutuhan khusus. Menurutnya, ada dua tantangannya.
"Satu, begini, kita tuh kadang melihat anak-anak berkebutuhan khusus tuh timbul rasa iba saja. Kasihan dia enggak bisa ini, enggak bisa itu. Padahal mereka tidak perlu rasa ibanya itu," ujarnya.
"Kita justru bagaimana caranya mendorong mereka menjadi berdaya. Justru harus dilihat punya potensi apa nih. Nah, pas mencari potensinya itu mungkin perlu energi dan waktu banyak," lanjutnya.
Kedua, menurutnya tantangan mengajar anak berkebutuhan khusus adalah mengubah mindset setelah bertemu dengan anak yang tipikal kemudian menghadapi anak-anak berkebutuhan khusus. Pasalnya, di satuan pendidikannya merupakan sekolah mainstream yang berisi anak tipikal dan neurotipikal.
Lucky menerangkan, untuk dapat mengatasi hal ini dengan baik dan mengatasi tantangan, maka perlu bagi guru untuk meningkatkan kapasitasnya.
"Jadi, memang sebagai guru harus rajin-rajin tuh mengembangkan diri, cari tahu, keep up dengan perkembangan terkini, teknologi terkini," ucap Lucky.
(nah/nwk)