Pakar UGM Ungkap 3 Dampak Negatif Siswa SMA NTT Masuk Jam 5.30 Pagi

ADVERTISEMENT

Pakar UGM Ungkap 3 Dampak Negatif Siswa SMA NTT Masuk Jam 5.30 Pagi

Nikita Rosa - detikEdu
Jumat, 03 Mar 2023 11:00 WIB
Sejumlah pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) mengikuti aktivitas belajar mengajar di SMA Negeri I Kupang di Kota Kupang, NTT, Rabu (1/3/2023). Pemerintah provinsi NTT menerapkan kebijakan aktivitas sekolah bagi SMA/SMK Negeri di NTT dimulai pukul 05.00 WITA dengan alasan untuk melatih karakter siswa/siswa SMA/SMK di NTT. ANTARA FOTO/Kornelis Kaha/aww.
Siswa NTT Berangkat Sekolah Pagi. (Foto: Antara Foto/Kornelis Kaha)
Jakarta -

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menetapkan jam masuk sekolah pukul 05.30 WITA yang menjadi sorotan banyak pihak. Kebijakan ini disebut untuk menanamkan kedisiplinan pada siswa. Bagaimana tanggapan pakar?

Pengamat Perkembangan Anak, Remaja, dan Pendidikan dari Fakultas Psikologi UGM, T Novi Poespita Candra, SPsi, MSi, PhD, Psikolog, menilai kebijakan yang diterapkan tersebut kurang bijaksana dan kurang komprehensif.

"Dalam kajian perkembangan dan pendidikan sampai saat ini belum ada studi yang menjustifikasi jika sekolah dimulai lebih pagi dan menambah lama jam sekolah memiliki signifikansi terhadap etos belajar, kedisiplinan, dan prestasi siswa. Dengan begitu kebijakan ini kurang bijaksana," paparnya dalam situs UGM dikutip, Jumat (3/3/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

3 Dampak Negatif Kebijakan Sekolah Pukul 5 Pagi

Menurut Novi, kebijakan tersebut akan menimbulkan dampak buruk jika tetap dijalankan. Kebijakan sekolah masuk lebih pagi bisa berdampak negatif pada fisik, emosi, maupun kognisi siswa. Berikut penjelasannya.

1. Sisi Fisik

Dari sisi fisik, masuk sekolah lebih pagi akan memengaruhi kualitas tidur sehingga berpengaruh pada kondisi fisik anak.

ADVERTISEMENT

Selain itu, penambahan jam sekolah akan mengakibatkan kelelahan kronis pada anak yang bisa menurunkan imunitas tubuh. Anak jadi rentan terkena penyakit dan pada akhirnya memengaruhi fokus belajar anak.

"Masuk lebih pagi, terburu-buru, dikhawatirkan anak-anak jadi tidak sempat sarapan atau sarapan, namun kurang berkualitas sehingga memengaruhi konsentrasi belajar di sekolah," jelasnya.

2. Sisi Emosi

Masuk sekolah terlalu pagi juga akan berpengaruh pada emosi anak. Co-Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan itu mengatakan harus bangun lebih pagi yang tentunya bukan menjadi hal yang mudah. Orang tua juga berprotensi tersulut emosinya ketika menjumpai anak-anak belum siap.

"Akan banyak berpotensi memunculkan problem emosi, yang seharusnya berangkat dengan emosi positif penuh harapan dan motivasi. Namun, justru diawali dengan emosi negatif. Belum lagi kalau terlambat anak akan menerima hukuman, di sini anak-anak juga bisa timbul emosi dan begitu juga gurunya emosi karena capek," urainya.

Menurutnya, ada lingkaran persoalan emosi negatif yang dimunculkan dalam kondisi ini. Apabila berlangsung dalam jangka panjang, dikhawatirkan dapat menurunkan motivasi belajar siswa dan mengajar guru.

3. Sisi Kognitif

Kebijakan tersebut juga memengaruhi aspek kognitif anak. Novi menjelaskan, otak manusia akan berfungsi secara optimal jika kondisi seluruh tubuh berada dalam keadaan fit dan bahagia. Jika hal itu tidak terjadi maka otak tidak dapat berfungsi secara optimal.

Akibatnya, anak mengalami penurunan kualitas numerasi, literasi, serta pengambilan keputusan.

Keamanan anak pun ikut terancam dengan kebijakan ini. Novi mengkhawatirkan anak-anak di wilayah pinggiran yang harus melalui jalan sepi saat hari masih gelap.

"Kalau masuk lebih pagi kan masih gelap. Ini perlu dipikirkan keamanannya, terutama daerah-daerah pinggiran yang jalanannya masih sepi kan bahaya," tuturnya.

Sekolah Pagi Belum Tentu Dorong Kedisiplinan

Lebih lanjut, Novi menilai kebijakan masuk sekolah pagi untuk mendorong kedisiplinan siswa pada realitanya tidak tercapai. Ia mengatakan kebijakan sekolah pagi kurang empatik dan komprehensif karena tidak mempertimbangkan kondisi siswa dan guru.

"Dari investigasi beberapa media tercatat tidak semua anak punya kendaraan sendiri sehingga harus menyewa lebih mahal ada juga orang tua yang mengeluh tidak bisa pergi bekerja karena harus mengantar anaknya dahulu. Kebijakan ini jadi kurang terlihat memanusiakan," jelasnya.

Solusi Untuk Tingkatkan Kedisiplinan Siswa

Novi kembali menegaskan kebijakan yang ditetapkan pemprov NTT kurang tepat. Menurutnya, memajukan jam masuk sekolah bukanlah satu-satunya cara untuk mewujudkan kedisiplinan hingga etos belajar siswa.

Cara yang dirasa efektif untuk membentuk kultur belajar di sekolah adalah yang memfasilitasi kodrat-kodrat manusia yang berupa rasa keingintahuan, dialog, serta kreativitas.

"Untuk meningkatkan displin, etos belajar, dan prestasi pada siswa remaja ini yang dibutuhkan adalah motivasi atau kesadaran dalam diri siswa. Kalau di sekolah dibangun rasa ingin tahu, belajar berdasar kasus, eksperimen, maka akan-anak akan dengan sadar dan punya motivasi belajar," katanya.




(nir/nwy)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads