RUU Sisdiknas Akui Pendidik PAUD dan Kesetaraan
Selain tunjangan profesi guru, Kemendikbudristek melalui keterangan resminya menyebut, RUU Sisdiknas juga memberi pengakuan kepada pendidik PAUD dan kesetaraan. Melalui RUU ini, satuan PAUD yang menyelenggarakan layanan untuk usia 3-5 tahun dapat diakui sebagai satuan pendidikan formal.
Dengan demikian, pendidik di satuan pendidikan tersebut dapat diakui dan mendapat penghasilan sebagai guru, sepanjang memenuhi persyaratan. Hal yang sama berlaku untuk pendidik di satuan pendidikan nonformal penyelenggara program kesetaraan yang memenuhi persyaratan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dudung Nurullah Koswara selaku Pendidik dan Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia, menyampaikan bahwa pemerintah punya semangat meningkatkan martabat guru, salah satunya upaya peningkatan kesejahteraan melalui penghasilan yang layak.
"Kita sepakat untuk bersama memuliakan guru. Kita paham ada upaya yang sedang dijalankan pemerintah untuk meningkatkan harkat dan martabat guru. Kita mendorong dan mengawal RUU Sisdiknas ini. Jika ada kemudahan dalam afirmasi tunjangan, kami menyambut baik," tuturnya.
"Kami sangat percaya bahwa saat ini pemerintah dengan Merdeka Belajarnya akan memegang teguh semangat resonansi kemerdekaan terhadap guru dan murid juga untuk memerdekakan anak dan guru dalam pembelajaran dan kehidupannya, agar lebih baik di masa mendatang. Guru merdeka dalam mengajar, merdeka dalam menjalankan profesi," ujar Dudung yang kini menjabat sebagai Dewan Pembina PGRI Kota Sukabumi.
Hal ini turut disambut baik oleh Netti Herawati, Ketua Umum Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI). Ia menyampaikan apresiasi atas RUU Sisdiknas yang disusun dengan sungguh-sungguh berdasarkan basis data dan menjawab permasalahan di lapangan.
Salah satunya adalah pengakuan PAUD yang melayani anak-anak usia 3-5 tahun sebagai PAUD formal. Dengan demikian juga pengakuan kepada pendidiknya yang memenuhi syarat sebagai guru.
"Saya kira inilah bentuk keadilan, bentuk kepatutan di mana ketika seorang guru memenuhi kriteria, kompetensi, kualifikasi, maka mereka berhak mendapatkan pengakuan tersebut," katanya.
Netti juga mengimbau agar para guru tidak perlu khawatir akan isu yang beredar bahwa pemerintah akan menghilangkan tunjangan profesi guru (TPG). "Saya tidak melihat satupun pasal yang menyebutkan dihapuskannya tunjangan profesi guru", ujarnya.
"Tidak perlu ada yang dikhawatirkan tentang Undang-Undang ini. Penting bagi kita untuk mengawal aturan turunan dari Undang-Undang ini. Itu yang perlu diperkuat," imbuh Netti Herawati.
Dalam kesempatan yang sama, Ki Saur Panjaitan XIII, Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) sekaligus Panitera Umum Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa mengungkapkan bahwa teman-teman penyelenggara pendidikan swasta menginginkan kesetaraan antara guru, baik guru di sekolah negeri maupun di sekolah swasta, baik yang berstatus ASN maupun non-ASN.
"Kami ingin bisa setara, agar guru negeri dan swasta diperlakukan sebagai guru profesional. Kami yakin RUU Sisdiknas ini niatnya baik," katanya.
"Kami akan beri masukan bersama dengan teman-teman kita berpandangan baik, mana yang kira-kira kurang, akan kami sampaikan. Mari kita kawal RUU dan mekanismenya bersama-sama," ujar Ki Saur.
Diberitakan sebelumnya, pemerintah telah resmi mengajukan RUU Sisdiknas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Perubahan Tahun 2022 kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Usulan tersebut disampaikan dalam pada Rapat Kerja Pemerintah dengan Badan Legislasi, pada Rabu (24/8/2022) lalu.
RUU Sisdiknas mengintegrasikan dan mencabut tiga Undang-Undang terkait pendidikan, yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
RUU tersebut sempat menuai kritik dari sejumlah asosiasi guru mengenai pasal yang mengatur tunjangan profesi guru.
(kri/pal)