Kurikulum prototipe mulai diterapkan tahun 2022 hingga 2024 sebagai opsi kurikulum sekolah dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Di samping kurikulum prototipe, sekolah bisa menerapkan opsi kurikulum 2013 dan kurikulum darurat.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Perbukuan Kemendikbudristek Supriyatno mengatakan, salah satu karakteristik kurikulum prototipe adalah menerapkan pembelajaran berbasis proyek (project-based learning). Harapannya, pembelajaran berbasis proyek dapat mendukung pengembangan karakter sesuai dengan profil pelajar Pancasila. Seperti apa pembelajaran berbasis proyek di kurikulum prototipe?
Pembelajaran Berbasis Proyek Kurikulum Prototipe
Proyek Pembelajaran Relevan
Di kurikulum prototipe, kata Supriyatno, sekolah diberikan keleluasaan dan kemerdekaan untuk memberikan proyek-proyek pembelajaran yang relevan dan dekat dengan lingkungan sekolah. Dengan demikian, Supriyatno menekankan, kurikulum prototipe memungkinkan siswa belajar melalui pengalaman (experiential learning).
"Mereka mengalami sendiri bagaimana bertoleransi, bekerja sama, saling menjaga, dan lain-lain, juga mengintegrasikan kompetensi esensial dari berbagai disiplin ilmu," kata Supriyatno dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (19/1/2022).
Pemulihan Learning Loss
Supriyatno menjelaskan, kurikulum prototipe merupakan kurikulum berbasis kompetensi untuk mendukung pemulihan pembelajaran. Sebagai informasi, pada pandemi Covid-19 tahun 2020, sekolah dapat menerapkan kurikulum darurat, yakni penyederhanaan kurikulum 2013.
Supriyatno mengatakan, kurikulum prototipe sudah diterapkan di 2.500 satuan pendidikan yang tergabung dalam program Sekolah Penggerak dan SMK Pusat Keunggulan pada tahun 2021. Mulai 2022, satuan pendidikan yang tidak termasuk sekolah penggerak juga diberikan opsi untuk dapat menerapkan kurikulum prototipe.
Ia menggarisbawahi, tidak ada seleksi bagi sekolah yang akan menjalankan kurikulum prototipe saat ini. Pada 2024, sambungnya, Kemendikbudristek baru akan menetapkan kebijakan mengenai kurikulum mana yang akan dijadikan kurikulum nasional untuk pemulihan pembelajaran.
"(Saat ini) Yang kami lakukan hanya pendaftaraan dan pendataan. Sekolah-sekolah dapat menggunakan kurikulum prototipe secara sukarela tanpa seleksi," katanya.
Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Bengkulu Djohan Achmadi mengatakan, implementasi kurikulum prototipe di daerah juga akan didampingi LPMP, salah satu unit pelaksana teknis Kemendikbudristek yang ada di setiap provinsi.
"Tujuan kurikulum ini adalah mengejar ketertinggalan setelah learning loss. Mudah-mudahan ini jadi satu terobosan untuk melakukan lompatan," kata Djohan.
Sesuai Kebutuhan Masyarakat
Sementara itu, anggota Komisi X DPR RI Dewi Coryati mengatakan, kurikulum prototipe diharapkan dapat diterapkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Contohnya yakni mendukung kehidupan agraris warga Bengkulu dan produk kopinya.
"Kita punya universitas namanya Pat Petulai. Titik beratnya di sains perkopian. Ini yang perlu didukung. Sehingga kalau kurikulumnya disederhanakan kemudian lebih mendalam pada satu bidang, maka harus memperhatikan kebutuhan lokal dan melihat pasar ke depan, apa yang dibutuhkan," ujarnya.
Dewi menambahkan, keleluasaan pendidik dalam implementasi kurikulum prototipe diharapkan dapat mendukung pembelajaran yang fokus pada kebutuhan masing-masing daerah dan kearifan lokal.
"Sehingga anak-anak kita kalau nantinya akan melanjutkan kuliah dan kurikulumnya sudah disederhanakan, dia akan menjadi expert. Jadi dari kecil sudah fokus, lalu mengambil mata pelajaran yang relevan," demikian kata Dewi.
Simak Video "Video Tahap Seleksi Siswa Sekolah Rakyat Agar Tepat Sasaran-Tak Ada Titipan"
(twu/nwy)