Sebanyak 3.140 pengajar yang telah lolos seleksi akan mengikuti program Guru Penggerak angkatan kedua sampai Desember 2021 mendatang.
Direktur Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan Yenaga Kependidikan (Direktur PPP GTK) Kemendikbud, Praptono memaparkan jumlah tersebut terdiri dari 2.800 calon guru penggerak angkatan kedua yang dinyatakan lulus dari 17.091 pendaftar ditambah 340 calon penggerak hasil seleksi angkatan pertama.
"Calon guru penggerak ini akan difasilitasi atau didampingi pengajar praktek sebanyak 576 orang yang diseleksi dari 9.356 pendaftar dan juga akan dilibatkan 232 fasilitator yang diseleksi dari 971 pendaftar," ujar Praptono dalam acara Pembukaan Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 2 yang digelar virtual, Selasa (13/4/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembukaan Pendidikan Guru Penggerak ini juga diikuti Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim dan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Iwan Syahril.
Adapun Dirjen GTK, Iwan Syahril menyampaikan pengajar yang akan mengikuti program Guru Penggerak telah melalui proses seleksi yang sangat tidak mudah dan penuh perjuangan.
"Menyiapkan dokumen administrasi, menulis esai diri, mengisi critical incident, simulasi wawancara. Sebuah proses yang luar biasa panjang dan alhamdullilah bapak ibu ada disini dan bisa untuk memulai perjalanannya," ujarnya Iwan.
Iwan menuturkan angkatan pertama pendidikan ini telah diikuti sekitar 2.460 calon guru penggerak dan 507 calon pengajar praktek yang sudah mengikuti pendidikan Guru Penggerak. "Saya sendiri kemudian mas Menteri sudah beberapa kali bertemu dengan keluarga besar guru penggerak dari angkatan pertama," katanya.
Menurut Iwan, dirinya melihat hal menggembirakan pada Guru Penggerak angkatan pertama. Dia menyebut telah terjadi perubahan pola pikir pada guru yang telah mengikuti program Guru Penggerak.
"Mereka tidak terjebak pada masalah dan keluh kesah tapi mereka menggerakkan budaya refleksi untuk mencari solusi dan berkolaborasi. Dengan semangat egaliter dan rasa kekeluargaan yang sangat erat," kata doktor bidang Kebijakan Pendidikan, Michigan State University, Amerika Serikat itu.
(pal/pal)