Apakah Gelar Sarjana Masih Penting di Industri Kerja Saat Ini?

ADVERTISEMENT

Apakah Gelar Sarjana Masih Penting di Industri Kerja Saat Ini?

Fahri Zulfikar - detikEdu
Rabu, 24 Sep 2025 10:00 WIB
The back of the graduates are walking to attend the graduation ceremony at the university,Concept of Successful Education in Hight School,Congratulated Degree
Foto: Getty Images/iStockphoto/nirat/Ilustrasi sarjana
Jakarta -

Tren di industri kerja tengah mengalami pergeseran. Salah satunya persepsi mengenai gelar sarjana yang dibandingkan dengan keterampilan kompetitif tiap individu.

Sebuah survei dari Burning Glass Institute melaporkan bahwa persentase pekerjaan yang membutuhkan gelar sarjana turun dari 51% pada 2017 menjadi 44% pada 2021. Menurut Gallup, persentase orang dewasa Amerika Serikat berusia 18 hingga 29 tahun yang menganggap pendidikan tinggi sebagai 'sangat penting' turun dari 74% menjadi 41% hanya dalam enam tahun.

Perubahan tren ini diawali oleh perusahaan-perusahaan besar seperti Apple hingga Tesla, yang tidak lagi mensyaratkan gelar sarjana. Perusahaan besar menyadari, pola pikir, kemampuan, dan keterampilan yang diperoleh dari pengalaman hidup bisa sama berharganya dengan ijazah universitas di dunia yang terus berubah pesat saat ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam kenyataan di lapangan, persyaratan ijazah berpotensi besar mengurangi jumlah pekerja yang bertalenta. Terutama talenta unggulan yang tak punya gelar sarjana.

Pengalaman Dipandang Lebih Bernilai daripada Gelar

Biro Statistik Tenaga Kerja AS mengungkapkan, rata-rata pekerja berganti pekerjaan 12 kali sepanjang karier mereka. Ini mengapa pengalaman kerja dan bahkan pengalaman hidup secara umum dianggap sangat penting.

ADVERTISEMENT

Pengalaman dinilai bisa mengembangkan cara berpikir baru dan mengembangkan kemampuan yang tidak selalu terbatas pada pekerjaan tertentu.

"Anda dapat memanfaatkan apa yang Anda peroleh dari perjalanan, magang, kegiatan sukarela, hobi, kegiatan ekstrakurikuler, dan lainnya untuk membangun aset yang relevan dengan peluang baru, pekerjaan yang mungkin belum ada beberapa tahun sebelumnya," kata Soren Kaplan, penulis dan afiliasi di Pusat Organisasi Efektif di University of Southern California, dikutip dari Harvard Business Review.

Sebagai contoh, saat ini beberapa perusahaan seperti Google telah menciptakan 'sertifikat karier' yang menyediakan konten, sumber daya, dan aktivitas terpadu untuk melatih calon pencari kerja. Tujuannya yaitu menciptakan program yang secara langsung berfokus pada pemenuhan kebutuhan talenta perusahaan yang sedang berkembang.

Di sisi lain, perguruan tinggi juga telah memandang pentingnya pengalaman langsung nonakademis. Di Universitas Minerva, misalnya, menawarkan program empat tahun yang menggabungkan perkuliahan virtual dengan program imersi selama seminggu di kota-kota metropolitan di tujuh negara.

Nantinya, mahasiswa akan mendapatkan kompetensi dalam menavigasi beragam budaya dan ditempatkan dalam program magang di berbagai organisasi seperti IDEO, Google, 500 Startups, TechShop, INFORUM, SxSWedu, dan lainnya. Program Minerva berfokus pada pengembangan pola pikir dan keterampilan.

Gelar Bukan Jalan Satu-satunya Menuju Kesuksesan

Kaplan menilai, di dunia yang berubah cukup cepat seperti saat ini, gelar universitas bukanlah satu-satunya jalan menuju kesuksesan. Data menunjukkan bahwa hanya 25 persen lulusan perguruan tinggi yang akan memilih untuk menempuh jalur pendidikan yang sama jika mereka bisa mengulanginya.

Sementara 41 persen lainnya mengatakan mereka lebih memilih mendapatkan sertifikat yang akan langsung membuat mereka memenuhi syarat untuk pekerjaan yang diminati.

"Baik Anda sedang mempertimbangkan kuliah, akan lulus, atau sudah memiliki gelar, ada lebih banyak pilihan untuk meraih kesuksesan daripada sebelumnya. Pastikan Anda memberikan diri Anda pengalaman praktis. Itulah kunci pembelajaran berkelanjutan, dan yang dapat membuka pintu menuju kesempatan Anda berikutnya," paparnya.

Laporan Pew Research menunjukkan, pekerja muda AS (usia 25 hingga 34 tahun) tanpa gelar sarjana telah mengalami peningkatan pendapatan selama 10 tahun terakhir. Kekayaan mereka secara keseluruhan juga meningkat, dan kini lebih sedikit yang hidup dalam kemiskinan.

Hanya satu dari empat orang dewasa AS yang mengatakan bahwa memiliki gelar sarjana empat tahun sangat atau sangat penting untuk mendapatkan pekerjaan bergaji tinggi dalam perekonomian saat ini. Sekitar sepertiganya (35%) mengatakan gelar sarjana cukup penting, sementara 40% mengatakan tidak terlalu penting atau tidak sama sekali penting.

Mengejar Gelar Sarjana atau Melatih Keterampilan untuk Bekerja?

Pertimbangan akan bekerja atau kuliah menjadi hal yang lumrah. Terutama karena latar belakang ekonomi yang berbeda-beda setiap individu. Terlebih, biaya kampus, seperti di AS, bukan jumlah uang yang sedikit.

Mengutip laman Tiffin University, menghabiskan empat tahun di kampus mungkin terasa kurang layak, terutama ketika beberapa program menjanjikan prospek kerja yang serupa dalam waktu yang jauh lebih singkat.

Meskipun biaya awal gelar sarjana memang tinggi dan empat tahun mungkin terasa lama, ada manfaat jangka panjang yang jauh lebih besar. Karena data menunjukkan, lulusan perguruan tinggi memiliki tingkat pengangguran yang lebih rendah di AS.

Menurut Biro Statistik Tenaga Kerja AS, per Juli 2024, tingkat pengangguran lulusan SMA di atas usia 25 tahun yang tidak memiliki pendidikan tinggi adalah sekitar 4,6%. Sebaliknya, mereka yang bergelar sarjana hanya memiliki tingkat pengangguran sekitar 2,3%.

Ini berarti lulusan perguruan tinggi lebih berpotensi memiliki jaminan kerja yang jauh lebih baik. Selain itu, lulusan sarjana juga cenderung memiliki gaji yang lebih tinggi.

Badan Layanan Sosial di AS mengungkapkan, rata-rata pendapatan bersih mingguan lulusan SMA adalah sekitar USD 899 (sekitar Rp 14,9 juta dalam Kurs Rp 16.600) per April 2024, sementara lulusan sarjana menerima sekitar USD 1.493 (Rp 24,78 juta) per minggu.

Di sisi lain, menempuh perkuliahan dianggap memiliki nilai lebih terutama terkait dampak pendidikan yang lebih luas terhadap kehidupan. Gelar sarjana sering kali mendorong individu untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan komunikasi yang penting dalam karier apa pun.




(faz/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads