Pemerintah Korea Selatan menyiapkan lowongan kerja perawat lansia atau caregiver for elderly bagi mahasiswa internasional. Mahasiswa sebelumnya akan menjalani pendidikan dan pelatihan kerja di universitas-universitas Korsel sebelum bertugas sebagai tenaga perawat lansia asing.
Kementerian Kehakiman dan Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Korsel pada 24 Agustus 2025 lalu mengumumkan, ada 24 perguruan tinggi yang resmi menjadi universitas pelatihan perawat lansia asing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa di antaranya yaitu Jeju Tourism University di Jeju, Myongji College di Seoul, Sahmyook Health University di Seoul, Kyungnam University of Information & Technology di Busan, Dongui Institute of Technology di Busan, dan Kyungin Women's College di Incheon.
Program Gelar Khusus & Pelonggaran Syarat Visa
Mulai semester pertama 2026, universitas-universitas pelatihan di atas akan menjalankan program gelar khusus untuk melatih tenaga perawat lansia. Para mahasiswa juga akan menjalani pelatihan bahasa Korea sesuai pedoman dari Kementerian Kehakiman Korsel.
Bagi mahasiswa internasional yang masuk ke jurusan khusus program perawatan lansia ini, persyaratan keuangan dalam penerbitan visa akan dipermudah.
Uji coba program ini akan berlangsung selama 2 tahun. Perguruan tinggi akan menjalankan evaluasi internal tiap semester.
Lebih lanjut, evaluasi dan pemantauan program ini dilakukan oleh Kementerian Kehakiman dan Korsel, yang juga akan memutuskan apakah akan dilanjutkan atau tidak sebelum berakhir pada 2027.
Merespons Kekurangan Tenaga Perawat Lansia
Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Korsel Jeong Eun Kyeong menyatakan program ini merespons kekurangan tenaga kerja perawat lansia di negaranya. Sementara itu, diketahui Korsel juga tengah mengalami tantangan populasi yang menua.
"Langkah ini akan membantu memastikan ketersediaan tenaga perawat lansia yang stabil," kata Eun Kyeong, melansir Korea.net, laman resmi Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata Korea Selatan, Minggu (6/9/2025).
"Saya akan berusaha untuk meningkatkan kondisi kerja mereka," imbuhnya.
Profesor Korsel Sorot Pendidikan Tinggi hingga Rasisme
Sementara itu, profesor sejarah di Universitas Yonsei, Seoul, Theodore Jun Yoo mengatakan program tenaga perawatan asing sebelumnya pernah digalakkan di Korsel. Namun, program ini gagal lantaran biaya meningkat, terlalu bergantung pada imigran asal Filipina, dan kurang permintaan dari luar Seoul.
"Jika rencana baru untuk melatih pengasuh asing melalui universitas ini berhasil, rencana tersebut perlu dijalankan melalui perguruan tinggi dua tahun yang baik dan menawarkan lisensi profesional yang tepat sehingga orang-orang benar-benar memenuhi syarat," ujarnya, dikutip dari laman Times Higher Education.
"Peraturan visa yang lebih longgar bisa jadi akan membantu mendatangkan lebih banyak mahasiswa karena memberi mereka ketenangan pikiran untuk tinggal lebih lama," imbuhnya.
Ia juga mengingatkan bahwa pekerja migran negaranya masih menghadapi masalah upah hingga rasisme. Untuk itu, warga Korsel sendiri menurutnya perlu berbenah diri.
"Pekerja migran di Korea secara keseluruhan masih menghadapi banyak sekali pelecehan, gaji yang rendah, dan rasisme," ucapnya.
"Kecuali jika orang Korea mulai memperlakukan para pekerja ini dengan lebih baik, pelatihan sebanyak apa pun tidak akan menyelesaikan masalah yang lebih besar," imbuh Yoo.
Yoo menambahkan, pemecahan isu penghormatan bagi pekerja perawatan lansia migran ini juga butuh peran Pemerintah Korsel, di samping upaya dari kampus dan warganya.
"Semoga saja, universitas dapat membantu dengan memberikan keterampilan dan dukungan yang lebih baik, tetapi pemerintah dan masyarakat perlu meningkatkan hak-hak dan penghormatan pekerja agar hal ini dapat berhasil," ucapnya.
(twu/nwk)