APHTN-HAN dan Jalan Konstitusi

ADVERTISEMENT

Kolom Edukasi

APHTN-HAN dan Jalan Konstitusi

Ahmad Tholabi Kharlie - detikEdu
Senin, 16 Jun 2025 16:00 WIB
Ahmad Tholabi Kharlie,
Wakil Rektor Bidang Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Foto: (Dokumentasi pribadi)
Jakarta -

Pengukuhan Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) yang berlangsung pada 14 Juni 2025 di Jakarta menandai lahirnya visi baru dalam kepemimpinan organisasi profesi dan keilmuan ini.

Dihadiri oleh para ahli dan pengajar HTN-HAN dari seluruh Indonesia, momentum ini tidak sekadar seremoni, melainkan manifestasi dari semangat kebersamaan, pembaruan visi, dan komitmen kolektif untuk membawa APHTN-HAN lebih berdaya dalam dinamika ketatanegaraan nasional maupun percaturan akademik global.

Pengurus baru hadir dengan semangat baru, yakni membumikan keilmuan HTN dan HAN dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta memperkuat posisi strategis APHTN-HAN sebagai rujukan pemikiran, kritik, dan advokasi terhadap perkembangan konstitusional dan administrasi pemerintahan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam konteks Indonesia yang terus bertransformasi, baik dari sisi regulasi, praktik kekuasaan, maupun partisipasi publik, keberadaan organisasi ini diharapkan dapat menjembatani antara dunia akademik dan kebutuhan kebijakan negara yang demokratis, adil, dan berbasis hukum.

Lebih dari itu, APHTN-HAN kini menatap horison yang lebih luas. Bukan hanya sebagai simpul jaringan akademisi hukum tata negara dan administrasi negara di dalam negeri, tetapi juga sebagai aktor penting dalam diskursus hukum tata negara pada level global.

ADVERTISEMENT

Pengurus baru sejatinya berkomitmen untuk membawa APHTN-HAN menjadi lebih inklusif, responsif, dan adaptif terhadap perubahan zaman, seraya menjaga marwah keilmuan dan integritas akademik yang menjadi fondasi keberadaannya sejak awal.

Inklusif dan Kontributif

Pada kepemimpinan periode ini APHTN-HAN kian menegaskan diri sebagai organisasi keilmuan yang tidak hanya teguh pada khazanah akademik, tetapi juga sigap membaca arah zaman. Visi kepemimpinan baru membawa watak kolaboratif dan berorientasi kepada penguatan peran strategis organisasi di tengah tantangan ketatanegaraan yang kian kompleks.

Guntur Hamzah, selalu Ketua Umum, dengan jejak panjangnya sebagai akademisi dan hakim konstitusi, mengemban misi strategis untuk memosisikan APHTN-HAN sebagai mitra pemikiran negara, bukan hanya dalam konteks nasional, tetapi juga dalam forum internasional.

Arah pengembangan yang digagas bukanlah pembangunan menara gading keilmuan yang jauh dari denyut nadi publik, melainkan menjadikan APHTN-HAN sebagai lokomotif gerakan keilmuan yang membumi dan berdampak. Dalam pandangan Guntur Hamzah, pengajar HTN dan HAN harus hadir dalam ruang-ruang kebijakan, memberi pandangan jernih di tengah dinamika diskursus konstitusi, dan menyampaikan suara akademik yang mencerahkan.

Maka, organisasi ini harus bertransformasi, bukan hanya menjaga warisan intelektual, tetapi juga meluaskan medan pengaruhnya di lapangan praksis kenegaraan.

Sementara itu, Bayu Dwi Anggono sebagai Sekjen membawa energi muda yang sistematis dan visioner. Ia menekankan pentingnya modernisasi tata kelola organisasi, digitalisasi basis data keanggotaan, serta penguatan riset dan publikasi yang dapat menjembatani antara teori dan praktik.

Bayu juga menggagas pentingnya pengarusutamaan isu-isu kontemporer dalam HTN dan HAN, mulai dari tata kelola pemerintahan digital, reformasi kelembagaan negara, hingga problematika hukum administrasi di era otonomi dan desentralisasi fiskal. Di tangannya, sekretariat jenderal bukan sekadar dapur organisasi, tetapi ruang strategis pembentukan ekosistem intelektual yang terukur dan berkelanjutan.

Kolaborasi antara Guntur dan Bayu memberi nuansa seimbang antara kematangan dan ketajaman juga antara tradisi dan inovasi. Keduanya memahami bahwa APHTN-HAN hari ini tidak cukup hanya dikenal sebagai asosiasi pengajar, tetapi harus menjelma sebagai rumah pemikiran kebangsaan yang mampu memberi arah, bukan sekadar tanggapan.

Dengan visi ini, APHTN-HAN diharapkan mampu menjejak lebih kuat di dalam negeri sekaligus mengangkat wajah hukum tata negara dan administrasi negara Indonesia dalam forum-forum internasional. Dari ruang kelas hingga ruang sidang, dari diskusi akademik hingga perumusan kebijakan, APHTN-HAN kini bersiap memainkan peran yang lebih besar.

Lebih dari itu, APHTN-HAN sebagai asosiasi profesi tidak bisa lagi bersandar semata pada legitimasi keilmuannya di tingkat nasional. Di tengah dunia yang makin terhubung dan tantangan ketatanegaraan yang makin kompleks, organisasi ini mesti menata ulang orientasinya secara serius.

Inklusivitas, yang menjadi tagline organisasi, tidak cukup dimaknai sebagai keterbukaan internal antaranggota, tetapi juga keterlibatan aktif dalam jejaring global yang membicarakan masa depan demokrasi, hak konstitusional warga negara, dan tata kelola pemerintahan yang berkeadaban. Indonesia bukan pulau sunyi dalam arus perubahan hukum dunia. Maka, APHTN-HAN harus menjadi jembatan antara tradisi ketatanegaraan lokal dengan wacana konstitusional global.

Di dalam negeri sendiri, inklusivitas APHTN-HAN harus melampaui sekat-sekat formal kelembagaan. Ia harus hadir di ruang-ruang sunyi kampus kecil yang selama ini tak tersentuh, menjangkau generasi muda akademisi, serta mengajak pengajar muda dan senior duduk satu meja untuk menata arah gerak organisasi.

Di tengah polarisasi politik dan penurunan kepercayaan publik terhadap institusi negara, APHTN-HAN memiliki peran kunci untuk menyegarkan kembali semangat kebangsaan melalui perspektif konstitusi. Ruang-ruang diskusi publik perlu diisi oleh suara akademik yang menjernihkan, bukan memperkeruh. Inilah bentuk kontribusi nyata, yakni menghadirkan pencerahan di tengah keriuhan opini dan kecemasan sosial.

Demikian pula orientasi kontributif bukanlah pilihan, tetapi keharusan sejarah. APHTN-HAN mesti menjadi simpul strategis yang mengawal demokrasi substantif, bukan sekadar demokrasi prosedural. Ketika hak warga negara terancam oleh praktik kekuasaan yang melampaui batas, ketika hukum dijadikan alat akomodasi politik, ketika otonomi daerah tergelincir dalam fragmentasi kepentingan, di situlah APHTN-HAN harus tegak berdiri.

Tidak cukup menjadi pengamat, tapi harus menjadi penutur nalar konstitusional dan penjaga moral ketatanegaraan. Di panggung nasional, kontribusi itu akan menjelma dalam bentuk advokasi konstitusi, pembaruan hukum administrasi, hingga kajian kritis terhadap regulasi dan praktik pemerintahan.

Sementara di tataran global, APHTN-HAN bisa menjadi representasi pemikiran konstitusional Indonesia yang berakar pada nilai-nilai Pancasila dan tradisi hukum kita sendiri. Dunia sedang mencari bentuk baru tata kelola negara pasca-krisis demokrasi dan naiknya populisme.

Di titik inilah pemikiran hukum tata negara Indonesia punya ruang untuk berbicara. APHTN-HAN tidak hanya berkewajiban menjaga konstitusi Indonesia tetap tegak, tetapi juga punya peluang untuk menyumbangkan perspektif kepada dunia tentang bagaimana hukum dapat menjadi pilar etika dan keadaban dalam mengelola negara. Maka, inklusif di dalam, kontributif ke luar, itulah wajah masa depan APHTN-HAN yang harus terus dirawat dan diperjuangkan.

Mengawal Konstitusi

Dalam geliat zaman yang terus bergerak cepat, keberadaan organisasi keilmuan seperti APHTN-HAN tidak bisa sekadar menjadi menara gading akademik yang sibuk menata dirinya sendiri. Pengukuhan pengurus baru bukan hanya momentum seremonial, tetapi juga penanda arah baru yang lebih progresif.

APHTN-HAN kini tidak semata menatap ke dalam dan memperkuat barisan internal pengajarnya, tetapi juga membuka diri seluas-luasnya kepada ruang publik untuk menghadirkan literasi konstitusi dan prinsip ketatanegaraan yang membumi, aplikatif, dan menyentuh denyut kehidupan berbangsa.

Visi APHTN-HAN di periode ini bertumpu pada kesadaran bahwa keilmuan tata negara dan administrasi negara tidak boleh tinggal diam di ruang kuliah atau seminar ilmiah. Ilmu itu harus turun gunung, menjangkau masyarakat luas agar tidak terjadi kekosongan pemahaman konstitusi di tengah masyarakat.

Inilah bentuk tanggung jawab moril dan akademik yang ingin ditegaskan oleh kepemimpinan baru bahwa konstitusi bukan sekadar teks normatif, tetapi nafas dan arah hidup bernegara. Oleh karena itu, APHTN-HAN hadir sebagai simpul literasi ketatanegaraan yang menjembatani dunia akademik dengan dunia nyata.

Penting untuk ditegaskan, melek konstitusi bukan hanya urusan para akademisi, hakim, dan legislator. Ia menjadi keharusan bagi setiap warga negara yang ingin menjaga demokrasi dan menegakkan hukum.

APHTN-HAN memandang bahwa pencerahan konstitusional harus dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan. Dari desa hingga kota, dari ruang kelas hingga ruang publik, dari diskusi santai hingga kebijakan kenegaraan. Semuanya perlu dirangkai dalam semangat konstitusionalisme yang inklusif. Karena itu, asosiasi ini akan terus menyusun program-program pengabdian dan advokasi hukum yang membumi namun tetap bernas secara keilmuan.

Tidak hanya itu, dalam semangat membangun jejaring global dan memperluas horizon keilmuan, APHTN-HAN juga terus menjalin kerja sama dengan para pakar dan institusi ketatanegaraan di mancanegara. Dunia kini semakin terkoneksi, dan dinamika konstitusi di satu negara sering kali berkait dan berdampak pada tatanan global.

Oleh sebab itu, APHTN-HAN membuka ruang dialog lintas batas negara, baik dalam forum ilmiah, pertukaran gagasan, maupun kolaborasi riset. Ini adalah langkah strategis agar pengajaran hukum tata negara di Indonesia tidak terisolasi, tetapi menjadi bagian dari percakapan hukum global.

Dengan semangat kolaborasi, inklusivitas, dan keberanian menembus batas, APHTN-HAN periode ini ingin menjadi mercusuar keilmuan yang tak hanya menerangi anggotanya, tetapi juga memberi cahaya bagi masyarakat luas.

Di bawah nahkoda kepemimpinan baru, asosiasi ini menjelma sebagai garda terdepan dalam membangun kesadaran konstitusional di tengah arus disinformasi dan pengaburan hukum yang kerap menggelayuti ruang publik. APHTN-HAN bukan hanya rumah besar bagi para pengajar, tetapi juga jembatan menuju peradaban hukum yang lebih adil, konstitusional, dan berkeadaban. Semoga!

*) Ahmad Tholabi Kharlie
Guru Besar UIN Jakarta dan Unsur Pimpinan APHTN-HAN




(nwk/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads