Kebijakan Mendikti Satryo: Otonomi Kampus-Sekolah Unggulan Garuda

ADVERTISEMENT

Kebijakan Mendikti Satryo: Otonomi Kampus-Sekolah Unggulan Garuda

Trisna Wulandari - detikEdu
Selasa, 21 Jan 2025 16:30 WIB
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, Riset, dan Teknologi (Mendikristek) Prof. Satryo Soemantri Brodjonegoro
Apa arahan dan kebijakan Satryo dalam 60 hari kerja usai dilantik Prabowo? Foto: Ari Saputra/detikcom
Jakarta -

Satryo Soemantri Brodjonegoro baru saja genap 60 hari bekerja sebagai Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) saat didemo oleh pegawai aparatur sipil negara (ASN) di kantornya, Senin (20/1/2025).

Aksi tersebut dipicu oleh pemecatan pegawai Kemendiktisaintek bernama Neni Herlina dan Angga. Mereka menyatakan menerima perlakukan tidak mengenakkan dari Satryo selama bertugas.

Paguyuban Pegawai Kemendiktisaintek lalu melakukan demonstrasi di lobi Gedung D Kemendiktisaintek, Jalan Pintu I Senayan, Senin (20/1/2025) pagi. Mereka juga memasang karangan bunga dan spanduk yang antara lain bertuliskan "Pak Presiden, Selamatkan Kami dari Menteri Pemarah, Suka Main Tampar, dan Main Pecat."

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketua Paguyuban Pegawai Dikti, Suwitno menduga pemecatan tersebut karena adanya salah paham berujung fitnah. berharap aksi ini tersampaikan ke Presiden Prabowo Subianto.

"Kami lebih ke menyampaikan saja, terutama adalah kepada pejabat atau kepada Bapak Presiden yang sebenarnya mengangkat dan menunjuk beliau (Satryo Soemantro Brodjonegoro) sebagai menteri," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, dalam 3 bulan kerja Satryo sebagai Mendiktisaintek, apa saja arahan atau kebijakan yang tengah digarap? Berikut di antaranya, dirangkum dari wawancara khusus detikEdu dengan Satryo, Jumat (10/1/2025).

Evaluasi Otonomi Kampus

Pada 31 Desember 2024, Satryo merilis Surat Edaran Mendiktisaintek No 15 Tahun 2024 tentang Evaluasi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No 53 Tahun 2023 tentang penjaminan mutu pendidikan tinggi. Hasil evaluasi Permendikbudristek No 53 Tahun 2023 ditargetkan selesai sebelum 18 Agustus 2025.

"Diharapkan dapat digunakan untuk merevisi Permendikbud No 53 Tahun 2023, sehingga mendukung revitalisasi otonomi perguruan tinggi," tulis Satryo.

Pada detikEdu, ia mengatakan isu revitalisasi otonomi perguruan tinggi berangkat dari kondisi perguruan tinggi di Indonesia yang belum otonom. Kondisi ini menurutnya memaksa kampus tunduk pada peraturan pemerintah pusat sehingga tertinggal dibandingkan dengan kampus lain di luar negeri.

Otonomi kampus menurutnya bukan soal swastanisasi pendidikan, tetapi memungkinkan dosen lebih leluasa mendidik generasi muda, mengadakan penelitian, riset, dan pengabdian masyarakat. Dalam hal ini, dosen dapat lebih menyesuaikan cara mendidik, materi, serta membuat inovasi. Sementara itu, perguruan tinggi dapat menentukan kurikulum sesuai kebutuhan.

"Kalau semua diatur dari pusat, nggak ada kebebasan, nanti kan bisa nggak cocok kurikulumnya dengan kebutuhan masyarakat. Dan juga nggak cocok dengan passion atau kemampuan si dosen tersebut," ucapnya.

Program Prioritas Kemendiktisaintek

Kemendiktisaintek mendapat anggaran Rp 57 triliun untuk 2025. Pada Taklimat Media 2025 di Jl Pintu Satu, Senayan, Jakarta, Jumat (3/1/2025), Satryo memaparkan program prioritas Kemendiktisaintek sebagai berikut:

Akses Pendidikan Tinggi Bermutu, Relevan dan Berdampak

  • Perluasan akses pendidikan tinggi bagi mahasiswa yang kurang mampu dan mahasiswa wilayah 3T
  • Peningkatan inovasi pembelajaran dan kemahasiswaan
  • Pengembangan kelembagaan perguruan tinggi
  • Peningkatan kualifikasi dan kompetensi sumber daya manusia
  • Peningkatan sarana dan prasarana perguruan tinggi

Penumbuhan dan Penguatan Budaya Ilmiah (Scientific Culture) Penelitian dan Pengembangan

  • Peningkatan talenta penelitian dan pengembangan
  • Penguatan penelitian dan pengembangan
  • Peningkatan Hilirisasi hasil penelitian dan kerjasama DUDI (Dunia Usaha Dunia Industri)

Pengembangan Talenta Sains dan Teknologi

  • Pengembangan sekolah unggulan
  • Pengembangan Pembelajaran Transformatif
  • Revitalisasi LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan)

Penyelesaian Permasalahan Sosial dan Ekonomi Nasional

  • Pengembangan Taman Sains dan Teknologi
  • Penguatan pengabdian kepada masyarakat
  • Pengembangan Kemitraan untuk pemberdayaan masyarakat

Sedangkan misi Asta Cita yang akan dieksekusi Kemendiktisaintek yaitu:

  • Memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru: di bawah Ditjen Riset dan Pengembangan (Risbang)
  • Memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas: di bawah Ditjen Dikti dan Saintek
  • Melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri: di bawah Ditjen Risbang dan Ditjen Saintek.

Boleh Ubah Kurikulum Sesuai Kebutuhan Masyarakat

Terpisah, Satryo pada detikEdu mengatakan prioritas dari prioritas Kemendiktisaintek saat ini adalah agar perguruan tinggi berdampak untuk masyarakat, bangsa, dan negara. Minimal yakni untuk daerah setempat.

Caranya yakni dengan memilih fokus keunikan berdasarkan masalah yang ada di tengah lingkungan masyarakat sekitar dan mengerjakan sesuai dengan kemampuan bersama warga, pemda, dan stakeholders terkait.

Dalam hal ini, perguruan tinggi boleh mengubah kurikulum dengan tetap menjaga mutu agar dapat menghasilkan riset dan produk bermanfaat bagi masyarakat. Contohnya seperti meriset bahan unik sumber daya alam atau mineral di daerahnya.

"Dulu kan ada yang mengatakan, 'Soalnya kan kurikulum nggak bisa diubah, Pak, dari pusat'. Nggak, kamu bisa ubah. Ada kebutuhan, ubah kurikulum, silahkan. Kasih kewenangan. Yang penting mutu baik, jaga," katanya.

"Jadi, mereka bisa lebih leluasa, lebih sesuai, nggak dihantui oleh aturan-aturan yang ketat. Jadi kan bebas. Itu otonomi juga, silakan lah," imbuh Satryo.

SMA Unggulan Garuda

SMA Unggulan Garuda akan berada di bawah naungan Kemendiktisaintek. Satryo menjelaskan alasannya karena SMA Unggulan adalah pre-university atau program persiapan masuk perguruan tinggi gratis berasrama, sehingga satu tingkat di atas SMA rata-rata.

40 SMA Unggulan Garuda ditargetkan sudah beroperasi per 2029, terdiri dari 20 SMA Unggulan Garuda baru dan 20 SMA/MA yang sudah ada tetapi ditingkatkan statusnya menjadi sekolah unggulan. SMA Unggulan Garuda sendiri akan akan dibangun di empat wilayah, yakni Ibu Kota Nusantara (IKN), Nusa Tenggara Timur (NTT), Bangka Belitung, dan Sulawesi Utara.

Guru SMA Unggulan Garuda menurutnya juga disyaratkan memiliki reputasi internasional. Calon siswa sendiri akan bisa mendaftar mulai tahun akademik 2025 pada sekolah-sekolah yang sedang dikembangkan menjadi SMA Unggulan Garuda, antara lain SMA Taruna Nusantara dan SMA Pradita Dirgantara.

Bibit unggul se-Indonesia yang masuk SMA Unggulan Dirgantara menurutnya disiapkan untuk mendobrak industri agar dapat mewujudkan Indonesia Emas 2045. Untuk saat ini, sekolah ini dikonsepkan untuk hanya mengajarkan materi Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM).

"Kita punya industri sekarang, kita lemah STEM-nya sekarang dan Menurut saya juga harus punya konsep," terangnya.

Ia menggarisbawahi sekolah ini tidak mendikotomi anak unggul dan yang tidak. Satro menilai sekolah ini juga muncul karena belum ada sekolah yang sesuai untuk para siswa dengan kecerdasan di atas rata-rata. Dengan berdirinya SMA Unggulan Garuda, ia berharap bisa menjadi pendorong pembangunan SMA yang baik di daerah bersangkutan.

"Kita kan tidak mendikotomikan apapun. Kita itu sifatnya inklusif," katanya. "Saya hanya mengatakan kita mesti kasih kesempatan semua anak Indonesia itu supaya punya sekolah yang sesuai."

Hentikan Pembukaan Fakultas Kedokteran Baru

Satryo juga meminta perguruan tinggi negeri menghentikan pembukaan fakultas kedokteran (FK) baru. Ia pun mengakui pendirian FK merupakan salah satu upaya kampus untuk mendapatkan pendanaan.

"Kita stop dulu aja penambahannya (FK) itu," ujarnya.

Ia mengamini adanya keluhan kekurangan dokter di sejumlah wilayah terutama kawasan tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Alih-alih membuka FK baru, Satryo mengatakan solusinya dalah dengan menambah kuota mahasiswa di FK yang telah berdiri di sekitar wilayah 3 T.

"Didik, lalu salurkan ke 3T. Jangan bikin FK baru. FK baru bikinnya lama, lulusin nggak tau kapan. Ya kalau mutunya baik, kalau belum baik gimana? Jadi, persepsi butuh dokter dengan buka FK itu nggak cocok," ucapnya.

Tukin Dosen

Satryo mengatakan pihaknya sudah mengajukan Rp 2,6 triliun ke Kementerian Keuangan terkait pembayaran tunjangan kinerja (tukin) dosen. Tukin ini akan cair pada 2025 jika sudah mendapat persetujuan dari Kemenkeu dan Badan Anggaran (Banggar) DPR.

Satryo mengatakan, pihaknya akan menutup perbedaan (closing the gap) pendapatan antara dosen ASN yang tidak mendapat tukin dengan yang mendapatkannya. Diharapkan, langkah ini mendukung pendapatan dosen ASN tidak lagi di bawah pendapatan tenaga kependidikan (tendik) administratif di perguruan tingginya.

"Jadi, yang betul adalah kita akan menutupi ya perbedaan yang selama ini ada antara yang dapat tukin dan tidak dapat tukin," ucapnya.

Besar anggaran Rp 2,6 triliun yang diajukan dihitung dari data sementara dosen 'korban' dan rapelan tukinnya yang belum dibayarkan.

Sementara itu, pihaknya akan merevisi aturan terkait tukin dosen di lingkungan Kemendiktisaintek untuk mendukung pemenuhan tunjangan ini bagi dosen yang semestinya sudah mendapatkan tukin tetapi namanya tidak tercatat karena belum memiliki sertifikasi dosen (serdos).

Satryo mengatakan pihak Kemenkeu akan membantu upaya Kemendiktisaintek dengan menerbitkan peraturan terkait. Setelah itu, anggaran dapat dipergunakan untuk membayar tukin dosen.

Ia mengusulkan, agar ke depannya sertifikasi dosen otomatis diperoleh saat ASN Kemendiktisaintek bersangkutan diangkat sebagai JF dosen. Dengan begitu, dosen ASN tersebut tidak perlu antre mendapat kuota sertifikasi dosen yang notabene terbatas per tahun.

Wacana Akreditasi Perguruan Tinggi Tak Wajib

SE Mendiktisaintek No 15 Tahun 2024, Satryo tentang Evaluasi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi juga berkaitan dengan akreditasi kampus.

Pada detikEdu, Satryo mengatakan perihal revisi peraturan terkait akreditasi tersebut berhubungan dengan upaya mewujudkan otonomi perguruan tinggi yang saat ini terhambat over-regulasi. Diharapkan, dosen ke depan menjadi lebih fokus pada pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat.

"Termasuk soal akreditasi juga, artinya kita juga akan melakukannya dan kita mulai memikirkan akreditasi tidak wajib lagi," katanya.

Terkait kampus yang selama ini mempromosikan kualitas pendidikan lewat branding akreditasi, ia menilai praktik tersebut tidak tepat dan tidak fair bagi kampus atau prodi yang belum terakreditasi dengan peringkat akreditasi Unggul.

"Itu sebetulnya tidak tepat karena akreditasi itu tidak ada tidak paksaan, tidak wajib. Tidak boleh menggunakan peringkat," katanya.

Pada calon mahasiswa baru, ia mengatakan agar memilih kampus berdasarkan legalitasnya (berizin secara hukum), unggul di bidangnya, dan punya program yang menarik. Cari tahu apakah peringkat akreditasi perguruan tinggi dan prodi tersebut benar seperti yang diiklankan. Bandingkan juga kondisi di kampus dengan peringkat akreditasinya.

KIP Kuliah 2025

Satryo mengatakan pihaknya tengah menyusun skenario KIP Kuliah. Menurutnya, skenario paling efektif adalah KIP Kuliah yang terdiri atas komponen uang kuliah maupun biaya hidup.

"Kalau hanya sepotong-sepotong, itu kadang-kadang nanti tanggung, gitu. Hanya biaya hidup, nanti nggak bisa kuliah karena nggak punya uang kuliah," ucapnya.

"Jadi memang kita sedang susun lagi skenarionya supaya bermanfaat secara penuh. Yang paling bagus, ya utuh, gitu. KIP kuliah yang utuh," imbuhnya.

Sekolah Kedinasan Didik Calon Pegawai Sendiri

Sementara itu, terkait sekolah kedinasan sebagai penyelenggara pendidikan tinggi, ia mengatakan seharusnya hanya boleh mendidik calon pegawai dan pegawai untuk kebutuhan instansinya sendiri.

"Untuk berapa orang, nah, itu harus dikaitkan dengan formasi. Dia punya formasi baru misalnya tahun ini untuk berapa orang," ujarnya.

"Jadi misalnya Departemen X, dia butuh orang untuk posisi tertentu. Misalnya 10 orang. Ya udah, ikut 10 boleh gratis kuliahnya. Tapi lulus 10 pakai semua di situ. Jangan lepas ke umum," ucapnya.

Diketahui, sejumlah sekolah kedinasan pada 2024 juga membuka penerimaan mahasiswa baru tanpa ikatan dinas sehingga tidak lantas menjadi pegawainya setelah lulus.

"Tidak dibenarkan dia untuk menerima umum," ucap Satryo.




(twu/nwy)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads