Etika penggunaan kecerdasan buatan generatif (generative AI) yang dirilis Kemendikbudristek salah satunya menyoroti ketimpangan akses tools dan aplikasi generative AI di perguruan tinggi. Sebab, tidak semua mahasiswa dan dosen mampu membayar tools dan aplikasi berbayar.
Merespons soal ketimpangan ini, Panduan Penggunaan Generative AI (GenAI) pada Pembelajaran di Perguruan Tinggi yang dirilis Kemendikbudristek menekankan komponen etika kesetaraan dan akuntabilitas dalam memanfaatkan generative AI. Seperti apa?
Kesetaraan Akses untuk Mahasiswa
Dikutip dari panduan resminya, untuk memastikan akses yang setara, dosen perlu memetakan akses tiap mahasiswa pada teknologi dan alat bantu generative AI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cara tersebut merespons kesenjangan literasi AI dan kemampuan ekonomi dalam mengakses tools berbayar. Kedua hal ini berisiko memicu hasil jawaban (output) generative AI yang berbeda antara yang berbayar dan yang gratis.
Kesetaraan Output
Aspek etika kesetaraan kedua yakni kesetaraan output atau hasil jawaban generative AI yang dipakai. Jawabannya harus adil dan tidak memihak.
Model generative AI yang digunakan juga tidak boleh bias dan tidak menimbulkan ketidakadilan bagi sekelompok individu.
Tim penyusun panduan penggunaan AI generatif mengingatkan, sering kali ada bias pada jawaban tools AI karena data-data yang 'ia pelajari' tidak meliputi hasil suara-suara orang marjinal atau tidak cukup inklusif.
Aplikasi dan tools AI generatif dilatih (training) untuk menjawab pertanyaan dan prompt penggunanya. Training atau 'proses belajar AI generatif' ini berlangsung dengan cara menerima dataset yang masuk.
Namun, dataset-dataset yang muncul seringkali tidak meliputi suara-suara kelompok marjinal, ras, gender, lokasi, dan rentang pendapatan secara menyeluruh.
Lebih lanjut, mahasiswa dan dosen juga perlu memasukkan dataset yang memiliki fitur atau atribut inklusif seperti ras, gender, lokasi, dan pendapatan. Cara ini menurut tim ahli penyusun panduan penggunaan AI generatif di perguruan tinggi bisa mengurangi bias dan ketimpangan, yang berisiko mempengaruhi hasil jawaban generative AI.
Cara Dosen Atasi Ketimpangan Akses AI di Kelas
Setelah memetakan akses AI generatif dan memastikan penggunaan yang adil serta tidak bias di kalangan mahasiswanya, dosen juga bisa memakai cara-cara ini untuk mengatasi ketimpangan akses AI di kelas:
- - Melarang mahasiswa mengerjakan tugas sepenuhnya dengan generative AI, hanya boleh sebagai alat bantu.
- - Melarang mahasiswa memakai AI generatif untuk kecurangan, ketidakjujuran, atau tindakan-tindakan tidak etis.
- - Melarang mahasiswa memasukkan data pribadi atau info sensitif ke aplikasi AI generatif agar datanya aman.
- - Mewajibkan mahasiswa untuk cek dan verifikasi lagi hasil jawaban AI generatif karena jawaban tools AI tidak selalu benar dan akan selalu ada halusinasi.
- - Mewajibkan sitasi meskipun dibantu tools AI.
- - Mewajibkan kerja sama dengan sesama mahasiswa pada tugas-tugas tertentu agar tidak ketergantungan pada AI.
Pengguna AI generatif, baik dosen maupun mahasiswa, juga wajib transparan menyatakan apakah mereka memakai GenAI dalam proses pembelajaran. Dosen wajib menetapkan bahwa semua material atau konten yang dihasilkan generative AI harus disertai informasi pembuatannya sehingga terhindar dari tuntutan akuntabilitas.
Halo detikers, bila kamu mahasiswa dan ingin menyampaikan suaramu tentang penggunaan AI di kampus, silakan sampaikan di Point of View (POV) detikEdu di sini ya!
(twu/faz)