Anggota Komisi X Putra Nababan mempertanyakan penetapan Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi mahasiswa yang tidak sesuai gaji orang tua.
Menurutnya, penetapan UKT yang tidak sesuai kemampuan orang tua mahasiswa tersebut berangkat dari kesalahan rektorat perguruan tinggi dalam memahami dan mengimplementasikan Permendikburistek No 2 Tahun 2024 tentang Standar Biaya Operasional Pendidikan Tinggi di PTN di Lingkungan Kemendikbudristek.
Putra mengatakan aduan UKT tidak sesuai kemampuan orang tua ini disampaikan para mahasiswa dari Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi X dengan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), Kamis (16/5/2024 lalu).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Contoh kasus ya, gaji orang tua Rp 2 juta, dikenakan UKT 8 yang angkanya Rp 8,7 juta. Dan mereka beranggapan bahwa ketika permen ini belum ada, permen sampai golongan 6. Tetapi setelah ada permendikbud, UKT dibuka sampai dengan golongan 12," kata Putra di Raker Komisi X DPR RI dengan Kemendikburistek di Gedung DPR RI, Selasa (21/5/2024).
"Artinya ini penerjemahan dari pihak rektorat terhadap kebijakan yang baru. Inilah kualitasnya, kualitas rektorat dalam menerjemahkan permen. Adik-adik mahasiswa kemudian dilaporkan ke polisi--meskipun kemudian dicabut lagi," sambungnya.
Ia meminta Kemendikbudristek mengevaluasi implementasi Permendikbudristek No 2 Tahun 2024 dan rektorat PTN yang melakukan kesalahan dalam implementasi peraturan tersebut.
"Apakah tidak ada sosialisasi kepada mereka, apakah tidak ada diskusi, sehingga menimbulkan kekisruhan seperti saat ini. Ini yang harus dievaluasi," ucapnya.
Sementara itu Anggota Komisi X DPR RI Zainuddin Maliki menyorot uang pangkal Iuran Pengembangan Institusi (IPI) yang mahal bagi mahasiswa kelompok UKT rendah atau UKT 1 dan 2.
Ia mencontohkan, mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) dengan UKT 1 (Rp 500 ribu) kini kena kenaikan IPI menjadi Rp 10 juta. Sementara mahasiswa UKT 1 tahun lalu dikenakan IPI Rp 8 juta-10 juta.
Sementara itu, mahasiswa baru UNS 2024 yang masuk UKT 2 (Rp 1 juta) dikenakan IPI Rp 15 juta - Rp 20 juta. Pada aturan tahun lalu, mahasiswa UKT 2 UNS dikenakan IPI Rp 12 juta - Rp 24 juta.
"Menurut saya perlu ada peninjauan Permendikbudristek ini," ucapnya.
Zainuddin juga mempertanyakan kenaikan UKT yang tidak diumumkan sebelum penerimaan mahasiswa.
"Kenapa kenaikan UKT diumumkan setelah mahasiswa diterima?" tanyanya.
Dalam Raker yang sama, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, Teknologi (Dirjen Diktiristek) Kemendikdbudistek Abdul Haris sebelumnya memaparkan hanya 3,7% dari total populasi mahasiswa baru 2024 yang masuk kelompok UKT tinggi atau kelompok UKT 8-12.
Abdul mengatakan mayoritas mahasiswa baru 2024 (67,1%) masuk kelompok UKT menengah atau kelompok 3-7. Sementara itu, 29,2% mahasiswa baru 2024 masuk kelompok UKT rendah, yakni UKT 1-2 dan penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah.
Ia menyatakan data tersebut sesuai dengan data mahasiswa baru dan kelompok UKT-nya pada kampus-kampus yang belakangan ramai disorot atas kenaikan UKT. Salah satunya yakni Universitas Sebelas Maret (UNS) 2024 yang sebelumnya ramai didemo mahasiswa atas kenaikan UKT dan IPI.
Ia merinci, 1.564 mahasiswa baru UNS 2024 masuk kelompok UKT menengah. Sebanyak 431 mahasiswa masuk kelompok UKT rendah, tetapi UNS belum menetapkan sasaran KIP Kuliah. Sementara itu, 88 mahasiswa masuk kelompok UKT tinggi.
Di sisi lain, Abdul mengimbau mahasiswa dan orang tua untuk mengajukan peninjauan ulang UKT yang tidak sesuai kemampuan pembiayaan kuliah. Berdasarkan Permendikdbudristek No 2 Tahun 2024, mahasiswa yang dikenakan kelompok UKT tidak tepat bisa ditinjau kembali oleh pimpinan PTN.
Dalam pengajuan peninjauan ulang UKT, orang tua mahasiswa perlu menyediakan data pendukung untuk klarifikasi dan justifikasi pemberian keringanan UKT.
"Kami meminta pada para rektor agar bila ada keberatan dari mahasiswa agar beri ruang untuk konsultasi," ucapnya.
(twu/faz)