Jakarta - Sebuah rumah di Jalan Imam Bonjol No.1, Menteng, Jakarta, menjadi saksi perumusan naskah proklamasi. Kini, rumah tersebut telah diubah menjadi museum.
7 Potret Detik-detik Perumusan Naskah Proklamasi di Rumah Laksamana Maeda

Rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No.1, Menteng, Jakarta, merupakan tempat perumusan naskah proklamasi. Setelah melalui berbagai pergantian kepemilikan, rumah tersebut kemudian ditetapkan sebagai Museum Perumusan Naskah Proklamasi pada 24 November 1992. (Foto: Nikita Rosa/detikedu)
Laksamana Maeda adalah Kepala Kaigun Bukanfu, kantor penghubung Angkatan Laut dengan Tentara ke-16 Jepang di Jawa. Ia juga bersedia meminjamkan rumahnya sebagai tempat untuk menyiapkan naskah proklamasi.
"Sebagai Perwira Angkatan Laut Jepang tentu tidak diizinkan karena titah Kaisar Hirohito, Indonesia tidak bisa merdeka. Namun secara pribadi, beliau menyanggupi rumahnya sebagai perumusan naskah proklamasi," jelas Jaka Perbawa selaku Kurator Museum Perumusan Naskah Proklamasi kepada wartawan di Museum Perumusan Naskah Proklamasi di Jalan Imam Bonjol No.1, Menteng, Jakarta, Jumat (16/8/2024). (Foto: Nikita Rosa/detikedu)
Sekembalinya dari Rengasdengklok, Soekarno bersama dengan Ahmad Subarjo dan Mohammad Hatta mulai merumuskan naskah proklamasi pada pukul 17 Agustus 19.45 pukul 03.00 WIB. Di ruang makan Maeda, mereka merumuskan naskah proklamasi dalam kurun waktu 2 jam. (Foto: Nikita Rosa/detikedu)
Setelah menetapkan penulisan, Soekarno menunjukkan naskah tersebut kepada 40-50 perwakilan pemuda lainnya yang berada di rumah tersebut. Ia membacakan naskah tersebut sebanyak 2 kali sebelum meminta pendapat. Perdebatan muncul saat memutuskan siapa yang akan menandatangani proklamasi tersebut. (Foto: Nikita Rosa/detikedu)
Terinspirasi dari deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat, Hatta mengusulkan agar penandatangan diwakilkan oleh para pemuda yang hadir pada hari itu. Namun para pemuda menyarankan agar penandatanganan cukup diwakilkan oleh sosok yang dikenal oleh seluruh rakyat Indonesia, yakni Soekarno dan Hatta.
"Sosok yang kalau dibilang sering eksis saat itu Bung Karno eksis di ruang pidato, surat kabar, perlu sosok yang dipercaya. Ketika berita proklamasi tersebar di seluruh wilayah, 'Ooh Soekarno-Hatta, oke saya kenal tokohnya'," tutur Jaka. (Foto: Nikita Rosa/detikedu)
Usai mencapai kesepakatan, Soekarno menyerahkan naskah tersebut kepada Sayuti Melik untuk diketik ulang. Sayuti Melik kemudian mengubah beberapa kata, seperti tempoh, penanggalan, serta wakil Indonesia. (Foto: Nikita Rosa/detikedu)
Hasil ketikan Sayuti Melik kemudian diserahkan kepada Soekarno untuk dibacakan pada Proklamasi Kemerdekaan pada pukul 10.00 WIB, hari Jumat, 17 Agustus 1945, bertempat di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56. (Foto: Nikita Rosa/detikedu)