Jakarta - Normi, SPd, guru kelas 1 SDN 026 Tanjung Selor, Kab. Bulungan, Kaltara membuat media pembelajaran interaktif agar siswanya senang belajar membaca.
Foto detikEdu
Bu Guru Normi & Ragam Media Interaktifnya, Bantu Siswa Belajar Membaca

Normi semula belajar autodidak membuat media pembelajaran sejak menjadi guru pada 1992. Kelak, ia belajar membuat, menggunakan, dan evaluasinya dengan Kelompok Kerja Guru (KKG) Gugus Limau bersama guru di 7 SD lain dan KKG mini di sekolahnya. Foto: Trisna Wulandari/detikEdu
Salah satu media pembelajaran buatan guru kelas 1 ini berupa kartu profesi.Β Foto: Trisna Wulandari/detikEdu
Siswa diajak mengenal nama-nama profesi, fungsi dan aktivitasnya, serta tempatnya bekerja.Β Foto: Trisna Wulandari/detikEdu
Setelah kenal, siswa yang sudah mengenal huruf juga diajak menuliskan nama-nama profesi tersebut.Β Foto: Trisna Wulandari/detikEdu
Stick suku kata, contohnya, dibuat Normi agar siswa bisa memilih-milih tangkai berisi suku kata untuk menjawab soal dan cerita yang diberikan.
Sementara itu, siswa yang sudah pandai membuat kalimat kemudian diajak membuat kalimat menggunakan nama-nama profesi dan tugasnya. Foto: Trisna Wulandari/detikEdu
Wahyu (tengah), contohnya. Di awal sekolah, ia baru mengenal 3 huruf. Kini, ia sudah bisa menuliskan kalimat.Β Foto: Trisna Wulandari/detikEdu
Kalimat-kalimat tersebut disampaikan Itsna, teman sekelompoknya yang juga sudah bisa membuat kalimat, memahami, dan memaknainya. Foto: Trisna Wulandari/detikEdu
Sebelumnya, Wahyu, Itsna, dan tiap siswa Normi menjalani asesmen diagnostik sebelum memulai pembelajaran di awal kelas 1. Asesmen diagnostik berguna untuk melihat tingkat capaian belajar tiap siswa.Β Foto: Trisna Wulandari/detikEdu
Siswa duduk berkelompok sesuai hasil asesmen diagnostiknya. Jika capaian belajarnya sudah bertambah, ia bisa pindah kelompok. Foto: Trisna Wulandari/detikEdu
Begitulah yang dirasakan Wahyu. Fokus belajar dan bertanya setiap tidak mengerti yang dipelajari, siswa yang semula di kelompok huruf kelak pindah ke kelompok kalimat. Foto: Trisna Wulandari/detikEdu
Bentuk pembelajaran sesuai tingkat capaian belajar tiap siswa inilah yang disebut pembelajaran berdiferensiasi alias pembelajaran berbeda di Kurikulum Merdeka. Foto: Trisna Wulandari/detikEdu
Bagi Normi, media pembelajaran memudahkannya menyampaikan ilmu pada anak-anak di tiap kelompok berbeda. Tiap anak jadi tertarik belajar dan fokus dengan tugas masing-masing.Β Foto: Trisna Wulandari/detikEdu
Stick suku kata, contohnya, dibuat Normi agar siswa bisa memilih-milih tangkai berisi suku kata untuk menjawab soal dan cerita yang diberikan. Foto: Trisna Wulandari/detikEdu
Media interaktif ini digunakan bersama dengan teman-teman sekelompok sambil berdiskusi. Foto: Trisna Wulandari/detikEdu
Ada pula Dinding Suku Kata. Jika sudah diajarkan, siswa bisa mandiri bermain bersama-sama. "Itu nanti dimain-main, nanti sambil dibaca. Misal dia main ambil gambar bola, nanti dia masukin suku kata bo dan la," terang Normi. Foto: Trisna Wulandari/detikEdu
Media pembelajaran tidak hanya berfokus pada literasi, tetapi juga numerasi. Media angka dan pola bilangan juga dibuat Normi.
βDulu gunting-gunting sendiri, ABC. Untuk anak-anak. Kadang menggambar, dia (siswa juga mandiri) buat pola berulang. Saya belajar ini dari KKG, sekitar empat tahunan. Pakai kartu-kartu begitu, anak lebih cepat mengerti,β kata Normi. Foto: Trisna Wulandari/detikEdu
Tulisan-tulisan di media interaktif ia ketik sendiri, sementara gambar dan pencetakannya dibantu staf tata usaha sekolah. "Biasanya lulusan muda, sekarang itu baru ganti. Siapapun yang di TU, saya minta bantu,β tuturnya tersenyum. Foto: Trisna Wulandari/detikEdu
Normi juga membuat stick nama dengan shape beragam dan warna-warni. Di samping membuat siswa bersemangat, stick nama dipakai untuk mengacungkan tangan dan properti bernyanyi. Foto: Trisna Wulandari/detikEdu
Di samping melontarkan pertanyaan rebutan, ia akan berkeliling dari satu anak ke anak yang lain untuk mengecek capaian pembelajaran di hari itu dengan alat peraga.Β Foto: Trisna Wulandari/detikEdu
Agar tetap semangat, siswa diajak bernyanyi di sela sesi belajar. Foto: Trisna Wulandari/detikEdu
Setelah menulis, siswa juga diajak membaca hasil tulisannya sendiri. Tulisan-tulisan latihan beserta gambarnya dikerjakan serius oleh siswa. Salah satu tulisan di media pembelajaran ini dinamai Kalimu, alias Kalimat Murid. Foto: Trisna Wulandari/detikEdu
Kalimu berisi kalimat anak seperti catatan hariannya, dilengkapi dengan gambar. Normi juga serius mendokomentasikannya sebagai buku. Di akhir tahun ajaran, barulah ia membaginya ke dalam tiap map hasil pembelajaran siswa. Foto: Trisna Wulandari/detikEdu
Di usia 55 tahun, ia masih aktif belajar mengembangkan media pembelajaran agar siswanya dapat belajar lebih mudah dengan Kurikulum Merdeka. "Nggak ribet ke kurikulum sekarang, malah lebih mudah. Karena belajarnya sekarang berbeda (berdiferensiasi)," pungkasnya.Β Foto: Trisna Wulandari/detikEduΒ