Saat menang sederet Piala Citra 2025 lalu, aktor-sutradara Reza Rahadian menekankan pentingnya pendidikan. Antara lain dengan jalinan kerja sama semua elemen, sehingga tak ada pembatasan bagi bocah-bocah bersekolah di manapun di negeri ini.
Kaitan kolaborasi inilah yang jadi ruh buku pendidikan terbitan Maret kemarin. Bahwa guru dan praktisi pendidikan harus mampu mengembangkan dua keterampilan inti abad ini agar peserta didik mampu beradaptasi dengan dunia yang dinamis dan penuh tantangan.
Hal ini berangkat dari kesadaran tim penulis terhadap perubahan besar dalam dunia pendidikan abad ke-21 yang menuntut peserta didik tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga unggul dalam dua keahlian tadi: komunikasi dan kolaborasi.
Bagian pertama buku membahas pergeseran paradigma pendidikan, dari sistem tradisional menuju pembelajaran modern yang menekankan berpikir kritis, kreativitas, serta integrasi teknologi. Pembahasan tentang deep learning dan praktik di negara maju menjadi refleksi bagi pembelajaran kontekstual di Indonesia.
Bagian kedua menjelaskan konsep 21st Century skills, yakni mengupas makna, hakikat, dan penerapannya dalam pembelajaran bermakna dan menyenangkan. Bab ini juga mengenalkan berbagai model belajar berorientasi keterampilan seperti project-based learning dan collaborative learning, serta menegaskan peran guru abad ke-21 sebagai pembuka jalan menuju pendidikan transformatif.
Bagian ketiga berfokus penguatan keterampilan kolaborasi. Di sini dibahas manfaat kolaborasi, indikator keberhasilan, serta strategi pembelajaran yang mendorong kerja sama, termasuk inovasi guru dalam menumbuhkan kolaborasi siswa melalui kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler.
Bagian keempat buku menjadi inti paling aplikatif karena menyoroti pengembangan keterampilan komunikasi (salah satu pilar utama 21st Century Skills) yang menentukan keberhasilan peserta didik dalam dunia global yang kolaboratif dan berbasis informasi. Bab ini mengulas konsep komunikasi secara mendalam, komunikasi tidak hanya dipandang alat penyampaian pesan, tetapi juga sebagai sarana membangun hubungan sosial, menumbuhkan empati, serta memperkuat kerja sama antara guru dan siswa.
Selanjutnya, buku menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi efektivitas komunikasi, seperti kejelasan pesan, konteks emosional, bahasa tubuh, dan kemampuan mendengarkan. Guru diperlihatkan bagaimana komunikasi efektif dapat menciptakan suasana kelas lebih terbuka, partisipatif, dan inklusif. Pembahasan ini juga menekankan pentingnya komunikasi dua arah agar siswa tidak hanya menjadi penerima informasi, tetapi juga pelaku aktif dalam proses belajar.
Puncak bagian ini adalah pengenalan model DEMUBI (Dengar, Ekspresi, Muka Ceria, Ucapan Positif, Bertanya-Jawab, dan Inisiatif) yang menjadi kontribusi orisinal buku ini dalam konteks praktik pembelajaran. DEMUBI menawarkan pendekatan sederhana namun transformatif untuk membentuk keterampilan komunikasi utuh, melibatkan aspek kognitif, afektif, dan sosial.
Melalui Dengar, peserta didik dilatih untuk memahami makna pesan mendalam; Ekspresi dan Muka Ceria menumbuhkan kemampuan menyampaikan perasaan secara positif; Ucapan Positif membangun budaya tutur mendukung motivasi; Bertanya-Jawab menstimulasi dialog kritis; dan Inisiatif mendorong keberanian berpendapat serta berpartisipasi.
Pedoman Guru
Model ini tidak hanya relevan untuk siswa, tetapi juga menjadi pedoman guru dalam membangun iklim komunikasi sehat di kelas. Dengan demikian, bagian keempat buku ini memberikan jembatan antara teori dan praktik, membantu pendidik menciptakan lingkungan belajar yang komunikatif, menyenangkan, dan bermakna bagi perkembangan karakter peserta didik abad ke-21.
Kemampuan kolaborasi dan komunikasi merupakan dua keterampilan kunci dalam pendidikan abad ke-21 yang saling melengkapi dan memperkuat satu sama lain. Keterampilan kolaborasi ditekankan sebagai fondasi penting membangun kerja sama tim, kreativitas, dan efektivitas pembelajaran. Menurut Johnson dan Holubec, kolaborasi memungkinkan peserta didik mengembangkan keterampilan sosial seperti empati, negosiasi, dan komunikasi produktif. Hal ini menjadikan kolaborasi bukan hanya strategi akademik, tetapi juga sarana untuk membentuk karakter sosial yang adaptif terhadap lingkungan kerja dan kehidupan bermasyarakat.
Adapun kemampuan berkomunikasi secara jelas, cepat, dan akurat menjadi penghubung penting agar seluruh anggota memiliki pemahaman sama. Ini juga meningkatkan kreativitas, karena dalam proses bertukar ide, individu mampu melihat persoalan dari sudut pandang berbeda dan menghasilkan solusi yang inovatif. Melalui proses ini, peserta didik tidak hanya memperoleh pengetahuan baru, tetapi juga menginternalisasi nilai kerja sama, saling menghormati, dan berpikir terbuka.
Kemampuan komunikasi, sebagaimana dijelaskan oleh Efendy (2005), merupakan proses pertukaran pesan antara pengirim dan penerima yang bertujuan memengaruhi sikap, perilaku, atau pemahaman. Dalam konteks pembelajaran, komunikasi bukan sekadar penyampaian informasi, tetapi juga sarana membangun hubungan interpersonal yang positif antara guru dan siswa.
Hovland, Janis, dan Kelly menambahkan, komunikasi efektif memiliki tujuan khusus untuk mengubah perilaku komunikan melalui stimulus seperti kata, gambar, atau tindakan. Karena itu, pengembangan keterampilan komunikasi di sekolah menjadi kebutuhan utama agar peserta didik mampu mengekspresikan ide dengan percaya diri dan membangun dialog produktif. Dengan penguatan kemampuan kolaborasi dan komunikasi, peserta didik nantinya tidak hanya siap bersaing di dunia kerja, tetapi juga mampu berkontribusi konstruktif dalam kehidupan sosial lebih luas.
Judul Buku: Penguatan Kemampuan Kolaborasi dan Komunikasi dalam Konteks Pembelajaran Abad ke-21
Penulis: Prof Dr Mubiar Agustin, Yoga Adi Pratama
Penerbit: PT Refika Aditama, Bandung
Tahun Terbit: Maret 2025 | 146 halaman | ISBN: 978 623 5031 057
*) Dr Muhammad Sufyan Abdurrahman, Dosen Digital Public Relations Telkom University
Simak Video "Video: Rekam Jejak Angga Raka Prabowo, Wamen Komdigi yang Jadi Kepala BKP"
(nwk/nwk)