×
Ad

Peraih Habibie Prize 2025 Ingin APBN untuk Riset Dinaikkan, Ini Alasannya

Trisna Wulandari - detikEdu
Selasa, 11 Nov 2025 06:30 WIB
Peneliti R Tedjo Sasmono, peraih Habibie Prize 2025 Bidang Ilmu Kedokteran dan Bioteknologi. Foto: Trisna Wulandari/detikcom
Jakarta -

R Tedjo Sasmono, SSi, PhD meraih penghargaan Habibie Prize 2025 Bidang Ilmu Kedokteran dan Bioteknologi, Senin (10/11/2025). Pada acara serah terima penghargaan bagi tokoh dengan pencapaian ilmiah luar biasa tersebut, Tedjo mengungkap harapan agar persentase Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk riset dan pendidikan dinaikkan.

Hal tersebut disampaikan Tedjo saat ditanya mengenai bentuk kontribusi negara yang dibutuhkan agar risetnya bisa terus berkontribusi bagi banyak pihak.

"Tentu saja kontribusi negara sangat penting. Kita masih kecil sekali yang persentase APBN untuk riset. Nah, itu perlu dinaikkan nantinya ya. Nggak hanya untuk riset ya, jadi semuanya, pendidikan (juga)," kata Tedjo di Gedung BJ Habibie, BRIN, Jakarta.

Ia menjelaskan, peningkatan persentase APBN untuk riset hingga pendidikan menurutnya penting dalam mendukung RI menjadi negara yang berbasis sains. Ia menambahkan, penggunaan basis data sains dalam pembuatan kebijakan sudah dipraktikkan di negara maju.

"Jadi kita bernegara menggunakan science-based juga ya. Science-based itu di negara-negara maju itu sudah menjadi patokan ya, semuanya harus ada data-data sainsnya. Saya kira seperti itu ya, ada pemerintah untuk meningkatkan lagi dana sains, pendidikan, dan seterusnya," sambung Tedjo.

Manfaat Ilmu Pengetahuan untuk Kelangsungan Manusia

Peneliti senior Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman BRIN in menjelaskan, ilmu pengetahuan bisa bermanfaat bagi kemaslahatan umat manusia. Ia mencontohkan, pengembangan vaksin memungkinkan penurunan kasus penyakit dengue.

"Saat ini ada vaksin yang sudah di-license di Indonesia, dan sudah lumayan bagus, di-trial, diuji klinik di dunia internasional dengan menurunkan 70% menurunkan penyakit dengue, misalnya. Itu adalah contoh penerapan ilmu pengetahuan, dalam hal ini filologi, di bidang kesehatan masyarakat," kata Tedjo.

Ia menambahkan, penerapan teknologi nyamuk yang sudah diintervensi dengan bakteri Wolbachia di Yogyakarta juga menunjukkan kemampuannya untuk mengendalikan kasus demam berdarah dengue (DBD). Mengutip laman Universitas Gadjah Mada (UGM), program ini telah dimulai sejak 2016 lalu.

"Kemudian penerapan Wolbachia, Wolbachia misalnya, uji klinis di Yogyakarta, menurunkan 77% kasus dengue, itu juga hasil dari ilmu pengetahuan," ucapnya.

Tedjo mengakui, dalam hal pemanfaatan vaksin, kasus dengue belum dapat dituntaskan. Namun, publik Indonesia menurutnya harus mampu mencapai sasaran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) agar tidak lagi ada kematian dari dengue per 2030.

"Kalau kasus, masih ada naik turun. Tapi, diharapkan dengan vaksinasi, dan kombinasi dengan Wolbachia, akan semakin menurunkan kasus dengue di Indonesia," ucapnya.

Butuh Penyiapan Peneliti Muda dan Infrastruktur

Ia menegaskan, peneliti berperan dalam memanfaatkan ilmu untuk kemaslahatan manusia. Contohnya, lewat pengembangan vaksin, diagnostik, dan penguatan laboratorium kesehatan.

Berkaca pada pandemi lalu, ia mengatakan tenaga di RI menghadapi tantangan saat menghadapi Covid-19.

"Waktu Covid dulu kita belajar banyak bahwa kita memang harus meningkatkan kemampuan kita, Indonesia, untuk mandiri, menghadapi ada pandemi yang baru, misalnya. Kita siapkan dari generasi sekarang. Kita siapkan peneliti-peneliti muda, kita siapkan infrastruktur, kemudian SDM-nya dicari SDM unggul," ucapnya.

Ia menuturkan, penghargaan Habibie Prize sendiri dari BRIN, yang notabene lembaga pemerintah, menjadi penyemangat baginya sekaligus peneliti lain, maupun anak muda agar RI tidak kekurangan periset.

"Kebetulan ini rekognisi yang perlu diapresiasi untuk peneliti. Inilah yang menjadi penyemangat, saya kira ya, untuk kita semua. Anak-anak, adik-adik, masih muda-muda. Tetap konsisten, terus belajar, bermimpi besar boleh, didukung dengan infrastruktur pengetahuan, upgrade ilmu dan seterusnya, supaya Indonesia tidak kekurangan critical mass untuk peneliti," ucapnya.

Siapa Tedjo Sasmono?

Lebih dari 20 tahun terakhir, Tedjo Sasmono telah meneliti demam berdarah dengue dan penyakit-penyakit arbovirus (infeksi dari virus yang menular lewat gigitan hewan beruas). Keduanya merupakan bagian dari masalah terbesar di dunia kesehatan di Indonesia.

Riset Tedjo berfokus pada epidemiologi molekuler dengue di Indonesia. Hasil risetnya berhasil memetakan peredaran empat serotip virus dengue di lebih dari 15 kota, mengungkap dinamika genetik virus hingga mendeteksi peredaran virus Zika dan Chikungunya. Publikasi ilmiah tersebut menjadi rujukan penting untuk penyusunan kebijakan kesehatan nasional hingga global.

Tejo juga mengembangkan teknologi diagnostik dan kandidat vaksin arbovirus. Ia juga terlibat sebagai steering committee dalam uji coba penerapan nyamuk Wolbachia di Yogyakarta untuk upaya menekan transmisi denggi secara signifikan.

Berbagai penghargaan menjadi ganjaran terhadap dedikasi Tedjo, antara lain Excellence Award dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2024, Newton Prize UK Indonesia 2019 Shortlist, dan Australia Awards Fellowship 2016. Ia juga masih Top 2% Ilmuwan Teratas Dunia dari Stanford dan Elsevier sejak 2021.

Kembali ke Indonesia usai merampungkan postdoc, Tedjo menjadi Research Investigator dengan fokus pada riset DBD dan tuberkulosis pada proyek Novartis-Eijkman-Hasanuddin Clinical Research Initiative, 2006-2011. Ia juga sempat menjadi visiting scientist di Genome Institute of Singapore dan Novartis Institute for Tropical Diseases pada 2007, sebelum pada 2011 kembali ke LBM Eikjman, Kementerian Riset dan Teknologi.

Sejak 2011, Tedjo Sasmono menjadi Senior Research Fellow sekaligus Research Group Leader di Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman hingga kini menjadi pusat riset di bawah BRIN.

Sejak 2025, ia merupakan anggota WHO-SEARO (South-East Asia Region) Regional Technical Advisory Group for Dengue and Other Arboviral Disease of Public Health Importance.

Pendidikan Tedjo Sasmono

  • Sarjana Sains, Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (1994, Cum Laude)
  • Postgraduate Diploma in Science (PGDipSci) Bidang Biologi Molekuler, University of Queensland (1998)
  • PhD bidang Biologi Molekuler, Institute of Biology Molecular Bioscience (2003)
  • Postdoctoral Research Fellow, University of Queensland (2003-2004)
  • Postdoctoral Research Fellow, Monash University (2004-2006)


Simak Video "Video Program Riset Prioritas Diharapkan Bisa Mengoptimalkan Penelitian Dosen"

(twu/nwk)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork