Sastia Prama Putri semula berkuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Program Studi (Prodi) Biologi. Rampung kuliah jenjang sarjana, ia berangkat ke Jepang sebagai research trainee 21 tahun lalu.
Saat itu, Sastia tidak tahu bahwa kelak akan menjadi orang asing pertama yang meraih penghargaan bergengsi Ando Momofuku Award.
Pada 2024, ia menerima penghargaan tersebut untuk kategori Invention Discovery Encouragement Award, pengakuan Jepang atas kontribusinya di bidang teknologi pangan. Nama Sastia direkomendasikan langsung oleh Presiden Osaka University sebagai salah satu syarat kandidat peraih award.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sastia saat itu berkarier sebagai Associate Professor of Osaka University, Jepang. Ia diganjar penghargaan atas penelitian kolaborasinya bersama Harvard Medical School.
Pada penelitian tersebut, Sastia dan rekan-rekan menemukan senyawa aktif baru dalam tempe, meglutol, yang bisa menurunkan kolesterol.
Dilansir Antara, Senin (18/3/2024), hasil studi tersebut dinilai dapat diterapkan pada pengembangan pangan tradisional Jepang, seperti miso dan nato, agar lebih sehat.
Kendati senang memperoleh penghargaan, ibu dua anak ini mengatakan itu bukan tujuan. Dampaknya untuk warga luas menurut Sastia jauh lebih penting.
"Tujuannya menjadikan diri aku sendiri yang lebih bermanfaat untuk orang lain. Jadi, apapun yang aku kerjakan baik itu riset, mengajar, edukasi, training next generation leaders di Jepang maupun Indonesia, hasilnya bisa dipakai untuk masyarakat, bagaimana bisa menghasilkan kebermanfaatan dengan impact yang lebih tinggi," ucapnya saat itu.
Merintis Jalan
Sastia masuk ITB pada tahun 2000. Lulus pada 2004, ia menjadi trainee selama 1 tahun di Jepang.
Berdasarkan catatan ITB, Sastia berlatih melalui fellowship dari Pemerintah Jepang dan Organisasi Pendidikan, Ilmiah, dan Kebudayaan PBB, UNESCO Postgraduate Inter-University Course in Biotechnology. Selama 10 bulan di antanya, ia meneliti di Osaka University.
Pembimbingnya, Prof Nihira, merupakan ahli produksi antibiotik dari mikroba. Nihara kemudian menawari Sastia ikut beasiswa S2-S3 dari Pemerintah Jepang. Sempat kembali ke Indonesia, kelak menyelesaikan pendidikan pascasarjananya di Prodi Biotechnology Engineering, Osaka University dalam 3,5 tahun pada 2010.
Dalam laman Osaka University dijabarkan, Sastia bergabung dengan laboratorium metabolomik sebagai peneliti pascadoktoral dengan bimbingan dari Profesor Eiichiro Fukusaki.
Sastia kemudian menjadi asisten profesor d Center for the Advancement of Research and Education Exchange Networks (CAREN). Ia ia bertugas memulai program double degree di Sekolah Pascasarjana Teknik Osaka University.
Ia dan timnya di CAREN berhasil merintis dan tiga program double degree di sana, diganjar the Osaka University Prize in Education in 2018.
Selama bergelut di CAREN, Sastia juga aktif meneliti di laboratorium Profesor Fukusaki.
Di sana, ia di antaranya aktif dalam studi aplikasi metabolomik, yakni studi tentang metabolit atau senyawa kimia yang terlibat pada proses metabolisme. Penerapannya bisa dilakukan pada berbagai bidang, contohnya untuk evaluasi kualitas komoditas ekspor.
Pada studinya, yang melibatkan mahasiswa ITB dan Osaka, tim Sastia menjalankan aplikasi metabolomik untuk membuat standar kualitas makanan asli Indonesia. Selain itu, anggota International Metabolomics Society ini juga meneliti penggunaan mikroba untuk produksi biofuel dan bahan kimia industri.
Pada 2017, ia menjadi asisten profesor dengan masa jabatan (tenured) di Departemen Biologi, Osaka University.
Laboratorium Sastia juga berhasil menggunakan aplikasi metabolomik untuk mengecek keaslian kopi luwak, jenis kopi termahal di dunia. Capaian ini membawa nama Sastia ke mata dunia.
Ingat Kata Bapak
Ia bersyukur punya orang tua yang terus mendukung langkahnya, sebagaimana suami, saudara, dan anak-anaknya kini mendukungnya. Ia berharap turut mendukung anak-anaknya serta masa depan mereka sebagaimana didukung orang tuanya.
Semasa kecil, Sastia kerap dibelikan ayahnya buku sains yang menarik. Pertanyaan-pertanyaannya tentang alam juga dijawab.
Pengalaman ini baginya menguatkan untuk menekuni minat dan bakat di bidang sains, hingga menjadi peneliti dan pendidik.
"Saya selalu ingat kata-kata bapak saya, apapun profesi yang saya pilih, saya harus jadi orang yang berguna. Saya melihat profesi dosen dan peneliti itu bisa berguna untuk orang banyak," tuturnya, dikutip dari laman ITB.
"Membagi ilmu sebagai dosen dan memanfaatkan ilmu sebagai peneliti membuat saya terus menemukan hal hal yang baru dan hidup jadi tidak membosankan. Saya senang mengulik misteri kehidupan dan setiap discovery yang saya temukan lewat dunia riset menurut saya sangat menyenangkan," imbuhnya.
Ia berharap, lewat riset di bidang pangan dan nutrisi, ia bisa berkontribusi bagi RI dan Jepang, serta warga global.
(twu/nwk)