Doktor Termuda IPB Bikin Metode Baru Deteksi Dampak Karhutla Lebih Akurat

ADVERTISEMENT

Doktor Termuda IPB Bikin Metode Baru Deteksi Dampak Karhutla Lebih Akurat

Kathleen Bong - detikEdu
Senin, 14 Jul 2025 12:35 WIB
Tanoto Foundation
Foto: dok. Tanoto Foundation
Jakarta -

Nitya Ade Santi, asal Karanganyar, Jawa Tengah, mengembangkan metode baru dalam disertasinya yang berjudul 'Pengembangan Metode Pengukuran Tingkat Keparahan Kebakaran dan Regenerasi Vegetasi Menggunakan Analisis Multi-Waktu Langsung'. Berbekal citra satelit yang dapat diakses secara terbuka, Nitya merancang pendekatan muilti-temporal analysis yang memungkinkan pemantauan perubahan kondisi lahan sebelum dan sesudah kebakaran, serta pemetaan kerusakan dan nilai ekonomi yang hilang secara lebih detail.

Tak sekadar menghitung luas area yang terbakar, ia mampu mengungkap jenis tutupan lahan yang terdampak, nilai kerugian ekonomi, hingga potensi daya dukung lingkungan yang hilang.

"Selama ini kita hanya tahu luasan lahan yang terbakar, tapi tidak tahu apa yang terbakar. Apakah hutan primer, semak, atau kebun rakyat. Padahal, informasi ini sangat penting," kata Nitya dalam keterangannya, Selasa (14/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk diketahui, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) masih menjadi tantangan serius di Indonesia, dengan ribuan kasus yang terjadi setiap tahunnya. Di tengah keterbatasan teknologi, Nitya yang merupakan doktor termuda di IPB University, hadir membawa inovasi baru dalam mendeteksi dampak kebakaran secara lebih akurat.

Meski jumlah kasus karhutla relatif menurun, data BNPB menunjukkan ada 2.051 kasus karhutla sepanjang 2023 dan 629 kasus sepanjang 2024. Tak hanya itu, keterbatasan teknologi juga menjadi kondisi yang memprihatinkan karena belum ada alat yang bisa secara akurat mendeteksi jenis tutupan lahan yang terbakar dan dampaknya secara menyeluruh.

ADVERTISEMENT

Nitya menjelaskan teknologi ini sebelumnya telah digunakan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Australia, dan sejumlah negara Eropa. Bahkan, unit NASA juga memanfaatkan pendekatan serupa. Namun, menurut Nitya, Indonesia sebagai negara tropis membutuhkan standar sendiri karena karakteristik karhutla berbeda dengan negara subtropis.

"Indonesia itu negara tropis, makanya lebih baik kita punya standar sendiri. Apalagi karakteristik kebakaran hutan di negara tropis dan subtropis itu berbeda," jelasnya.

Penelitian Nitya telah dipublikasikan di jurnal ilmiah internasional dan dijadikan rujukan oleh Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atau saat ini Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Inovasinya juga berpotensi dikembangkan untuk mendeteksi bencana alam lain, seperti longsor atau banjir, melalui rekaman perubahan tutupan lahan dari waktu ke waktu.

Lahir dari Keluarga Sederhana, Tembus Dunia Akademik

Di balik keberhasilan akademiknya, Nitya memiliki latar belakang keluarga sederhana. Ibunya seorang guru, sementara ayahnya bekerja di pabrik teh. Selepas SMA, ia diterima di Program Studi Manajemen Hutan IPB University dan berjuang mencari beasiswa karena keterbatasan ekonominya.

Ia lalu mendaftar program Beasiswa TELADAN dari Tanoto Foundation, yang tak hanya memberikan bantuan finansial, tapi juga pelatihan pengembangan kepemimpinan secara terstruktur. Awalnya, Nitya mengaku sempat pesimis karena beasiswa ini dikenal bergengsi dan sangat kompetitif.

"Awalnya malah enggak kepikiran bakal diterima beasiswa Tanoto Foundation karena itu beasiswa yang paling diminati dan bergengsi. Sering membuat kegiatan, ada award, dan fellow-nya sering dibawa jalan-jalan. Sejak seleksi administrasi, wawancara, dan segala macamnya, saya merasa enggak masuk ke deretan orang-orang pintar layak terima beasiswa Tanoto Foundation," ujarnya.

Tanoto FoundationFoto: dok. Tanoto Foundation

Keraguan itu terpatahkan. Ia terpilih sebagai Tanoto Scholar, dan sejak itu mendapat dukungan penuh tak hanya secara finansial, tetapi juga dari pembinaan karakter, peningkatan soft skill, hingga layanan konseling.

"Tanoto Foundation tidak hanya memberi dana. Mereka juga membentuk karakter, meningkatkan soft skill, membuka kesempatan berjejaring, dan membantu saya bertumbuh secara pribadi," ucapnya.

Salah satu pengalaman yang berkesan baginya adalah saat IPK-nya sempat turun di bawah syarat minimum 3,25. Alih-alih dicabut, beasiswanya tetap dipertahankan, dan Nitya justru bangkit dengan IPK 3,7 di semester berikutnya.

Setelah menyelesaikan S1, ia melanjutkan ke program magister Sandwich (program pendidikan atau riset untuk mahasiswa S2/S3 yang menggabungkan studi dalam dan luar negeri) di IPB University dan University of GΓΆttingen, Jerman, dan sukses meraih gelar doktor di usia 25 tahun.

Mengabdi Lewat Ilmu

Kini, Nitya aktif sebagai tenaga ahli dan konsultan di berbagai lembaga, termasuk KLHK. Ia mengaku ingin membalas semua dukungan yang ia terima dengan komitmen dan kontribusi terbaik.

"Beasiswa ini bukan hadiah, melainkan amanah. Saya anggap itu sebagai bentuk kepercayaan yang harus dijawab dengan kesungguhan. Jadi, kita harus bisa menyelesaikan apa yang sudah kita mulai dengan sebaik-baiknya," tuturnya.

Ia juga berpesan kepada mahasiswa lain untuk tidak terlena selama masa kuliah.

"Masa kuliah itu masa yang paling mudah untuk terlena. Kalau enggak hati-hati, implikasinya akan berat ke depannya. Semuanya tetap berpusat ke kita. Harus tanggung jawab sama pilihan kita," tegasnya.

Beasiswa TELADAN 2026 Kembali Dibuka

Tanoto Foundation saat ini membuka pendaftaran Beasiswa TELADAN angkatan 2026 yang berlangsung mulai 1 Juli hingga 7 September 2025. Program ini memberikan biaya kuliah penuh, tunjangan biaya hidup bulanan, serta pelatihan kepemimpinan terstruktur selama 3,5 tahun-dari semester 2 hingga semester 8.

Selain itu, Tanoto Scholars juga mendapatkan berbagai dukungan tambahan: mulai dari pembiayaan kompetisi dan konferensi hingga program short course seperti summer course, student exchange ke luar negeri, dan kesempatan magang di industri mitra Tanoto Foundation.

Tanoto Scholars juga akan tergabung dalam komunitas Tanoto Scholars Association di kampus masing-masing sebagai wadah kolaborasi dan pengembangan sosial. Setelah lulus, mereka menjadi bagian dari jaringan alumni Tanoto Foundation yang tersebar di berbagai daerah dan negara.

Tahun ini, program TELADAN juga terbuka bagi penerima KIP-K semester 1 di 10 perguruan tinggi mitra: IPB University, Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Brawijaya (UB), Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Riau (Unri), Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Hasanuddin (Unhas), dan Universitas Mulawarman (Unmul).

Untuk info lengkap dan pendaftaran klik di sini.




(prf/ega)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads