Diskusi publik terkait masa depan depan Indonesia di tengah kondisi saat ini menjadi menarik untuk ditelaah. Di tengah proses transisi pemerintahan, banyak harapan dan sekaligus keluhan yang muncul di perbincangan publik. Tagar #KaburAjaDulu mewarnai sosial media dalam beberapa waktu, dengan perdebatan di kalangan lintas generasi apakah kita bertahan di negeri ini atau mencari kesempatan kerja di negeri lain.
Penulis melihat perdebatan ini sebagai diskursus yang optimis dan memberi makna. Sebab, dengan membahas kondisi negara, kita setidaknya masih peduli dengan masa depan Indonesia. Terlepas dengan berbagai perdebatan yang ada, penulis melihat generasi Indonesia masih punya kesempatan untuk terus mengasah sumber daya manusia agar menjadi lebih baik. Perdebatan-perdebatan di media sosial dan ruang publik juga mendorong pemerintah untuk memperbaiki kebijakan-kebijakan yang ada, agar tidak keluar dari rel menuju mimpi Indonesia yang lebih baik di masa mendatang.
Di antara kebijakan yang perlu terus diperkuat yakni target Indonesia untuk memperbaiki skor PISA. Perbaikan dalam indeks literasi membaca, matematika dan sains menjadi penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia masa kini dan mendatang. Hal ini mutlak diperlukan agar pendidikan kita punya arah, progressnya juga bisa diukur serta dampaknya terhadap kualitas sumber daya manusia menjadi lebih fokus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PISA atau Programme for International Student Assesment merupakan program evaluasi sistem pendidikan di berbagai negara belahan dunia serta membandingkan kinerja siswa dalam konteks membaca, matematika dan sains. Program ini diselenggarakan setiap tiga tahun sekali, yang diprakarsai oleh Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD).
Bagaimana dengan kondisi Indonesia dalam skor PISA yang dipublikasikan oleh OECD? Pada 2022 lalu, Indonesia menempati peringkat 66 dari 81 negara yang mengikuti PISA.
Skor PISA Indonesia dalam bidang literasi membaca turun 12 poin dari 371 di 2018 menjadi 359 di tahun 2022. Selain itu, skor literasi matematika turun dari 379 pada tahun 2018 menjadi 366 di tahun 2022 lalu. Di bidang literasi sains, mengalami penurunan 12 poin, dari 396 di tahun 2018 menjadi 359 di 2022.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Prof Abdul Mu'ti menegaskan bahwa pihaknya mendorong agar skor PISA Indonesia bisa meningkat. Ia mendapat mandat dari Presiden Prabowo agar mendorong peningkatan skor PISA sekaligus perbaikan mutu pendidikan. Presiden menginginkan peningkatan pelatihan guru-guru matematika, juga strategi lain untuk peningkatan skor PISA.
Strategi Kebijakan
Pemerintah melalui Kemendikdasmen dan beberapa Kementerian terkait perlu menetapkan arah mutu pembelajaran yang menjadikan siswa dan guru terfokus. Di Indonesia, terlalu banyak faktor yang mendistraksi pembelajaran siswa, yang pada akhirnya mengalihkan guru untuk mengajar dan siswa untuk belajar giat.
Jika dilihat dalam beberapa tahun terakhir, program pelatihan untuk guru maupun perbaikan infrastruktur untuk teknologi sudah banyak digelontorkan oleh pemerintah, melalui Kementerian terkait. Sudah saatnya, program-program pelatihan yang ada maupun infrastruktur teknologi yang disiapkan difokuskan untuk benar-benar meningkatkan kualitas pendidikan. Perubahan kepemimpinan di level pengambil kebijakan nasional, bisa menjadi momentum untuk perbaikan mendasar pada sektor ini.
Prinsipnya seharusnya menjaga unsur lama yang baik, dengan menambah atau memperbaharui unsur baru yang lebih baik lagi. Program-program yang sudah eksisting perlu direview apakah masih relevan atau memang perlu diperbaiki, atau bahkan sudah usang. Inovasi kebijakan menjadi penting dan mendasar pada konteks ini, dengan mengacu pada tujuan utama pendidikan, target peningkatan PISA maupun arah politik-ekonomi bangsa Indonesia.
STEM dan Masa Depan Dunia
Perumusan perbaikan mutu pendidikan Indonesia juga seharusnya linier dengan pemetaan arah dan masa depan dunia, khususnya terkait kebutuhan sumber daya manusia dan peluang pekerjaan.
World Economy Forum telah merilis keahlian apa saja yang dibutuhkan pasar kerja dunia setidaknya hingga tahun 2030. Di antaranya:
(1) analytical thinking
(2) creative thinking
(3) resilience, flexibility and agility
(4) motivation and self-awareness
(5) curiosity and lifelong learning
(6) technological literacy
(7) dependability and attention to detail
(8) empathy and active listening
(9) leadership and social influence
(10) quality control
Dari skills di atas, seharusnya bisa dipetakan kebutuhan untuk mendorong perbaikan sumber daya manusia, pada sekolah hingga perguruan tinggi. Keseimbangan antara keahlian pada bidang teknis dan kognitif menjadi penting, terutama bermuara pada skill untuk memecahkan masalah.
Tren untuk mendorong peningkatan keahlian di bidang STEM (Science-Technology-Engineering-Math) juga pada rel yang tepat, meski harus terus diperbaiki. Berdasar arah kebijakan, strategi dan indikator Pembangunan bidang Pendidikan Tinggi Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2020-2024 yang dipublikasikan Bappenas, sejak 2010 ada tren peningkatan program studi STEM.
Dari total 29.618 program studi yang ada ada 2021, sebanyak 43 persen merupakan program studi STEM serta 57 persen merupakan program studi sosial humaniora. Meski demikian, berdasarkan jumlah mahasiswa, bidang STEM masih lebih rendah dibandingkan dengan sosial humaniora. Untuk mahasiswa program S1/D4 sosial humaniora mencapai 67,9 persen, sedangkan STEM hanya 32,1 persen.
Perbaikan pada sektor perumusan kebijakan pendidikan, tenaga kerja serta inovasi STEM bisa terkoneksi dengan usaha serius pemerintah untuk meningkatkan skor PISA pada tahun-tahun mendatang. Dari program-program yang disiapkan, sebaiknya tidak terpaku pada hal teknis terkait materi pembelajaran semata, namun juga konteks yang terjadi.
Geoff Barton (2023), Sekretaris Association of School and College Leaders United Kingdom mengungkapkan bahwa peningkatan skor PISA tidak hanya terkait dengan persoalan teknis pembelajaran, namun juga non-teknis yang perlu diperhatikan. Ia mereview kondisi pendidikan UK pada 2023, yang mengalami kekurangan jumlah pengajar hingga 54% --yang sebagian besar di sekolah- sekolah yang gurunya merangkap sebagai kepala sekolah. Ia mendorong agar pengambil kebijakan politik bisa merumuskan kebijakan strategis terkait kekuarang guru di beberapa sekolah.
Di sisi lain, Barton juga melihat ada faktor 'student happiness' yang juga berpengaruh pada skor PISA. Ia mengungkapkan bahwa, persoalan kemiskinan yang dialami oleh beberapa orang tua siswa di beberapa kota, sudah seharusnya menjadi konsentrasi pengambil kebijakan. Karena, kemiskinan akan memberi dampak pada munculnya anxiety, kelaparan hingga mengakibatkan stress bagi siswa. Lalu, bagaimana bisa siswa bisa belajar secara tenang, khususnya pada pembelajaran matematika dan mengejar target membaca jika mereka merasa terancam dan tertekan karena kondisi ekonomi?
Pada konteks Indonesia, memang masih banyak tantangan berupa infrastruktur sekolah yang perlu diperbaiki, layanan internet di kawasan pinggiran, hingga kesejahteraan guru. Namun, kita bisa fokus memulai dengan menyiapkan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa-siswa, sebagaimana yang diharapkan Menteri Dikdasmen Prof Abdul Mu'ti. Juga, bagaimana infrastruktur yang ada, bisa menunjang pembelajaran dengan mendorong tinggi mimpi siswa untuk terus belajar.
*) Munawir Aziz
Penerima beasiswa AIFIS untuk studi dan riset di Amerika Serikat; Sekretaris PCI Nahdlatul Ulama United Kingdom (2020-2023)
(nwk/nwk)