Dilema Yogya: UMR Rendah, Biaya Hidup Mahasiswa Tinggi, dan Bahagia

ADVERTISEMENT

Dilema Yogya: UMR Rendah, Biaya Hidup Mahasiswa Tinggi, dan Bahagia

fahri zulfikar - detikEdu
Minggu, 19 Jan 2025 17:00 WIB
Wisatawan berswafoto di kawasan Tugu Pal Putih Jogja, Minggu (29/12/2024).
Foto: Dwi Agus/detikJogja
Jakarta -

Upah Minimum Regional (UMR) atau yang kini disebut Upah Minimum Provinsi (UMP) mengalami kenaikan untuk wilayah DI Yogyakarta. UMP DIY 2025 naik sebesar 6,5% dibandingkan tahun 2024. Namun, benarkah tak sebanding dengan gaya hidup mahasiswa di Yogya?

Menurut laporan di portal Pemerintah Daerah DIY, dikutip Minggu (19/1/2025), besaran UMP DIY pada 2025 yakni Rp2.264.080,95. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar Rp138.183,34 dari tahun 2024 yang mencapai Rp2.125.897,61.

Angka tersebut lebih tinggi dari provinsi Jawa Tengah yang hanya Rp2.169.349 dan Jawa Barat yang sebesar Rp2.191.232. Namun, UMP DIY 2025 ini masih lebih rendah dari Jawa Timur yang sebesar Rp2.305.985.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pentingnya Meningkatkan Kesejahteraan Buruh di Yogya

Dosen di Fisipol dan peneliti di Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, Dr Hempri Suyatna, S Sos, M Si, mengatakan aspek UMR tetap perlu diperhatikan oleh pemerintah. Dalam pandangannya, dengan UMR (yang lebih tinggi) maka akan meningkatkan daya beli masyarakat.

"Kalau memang UMR sulit naik akan tetapi aspek-aspek jaminan sosial ke buruh harus diperhatikan sehingga tetap memberikan rasa nyaman bagi mereka," ujarnya kepada detikEdu pada Oktober 2023 lalu.

ADVERTISEMENT

Dia menyadari bahwa Yogyakarta bukan sebuah kota industri. Namun menurutnya, peningkatan standarisasi kesejahteraan buruh di Yogyakarta penting untuk diperhatikan.

"Seperti BPJS ketenagakerjaan dan kesehatan, dan mungkin jaminan-jaminan sosial sesuai kemampuan perusahaan," tambahnya.

Terkait alasan kenapa UMR di Yogyakarta rendah, Hempri menjelaskan bahwa di Yogyakarta tidak tersedia banyak lapangan kerja. Kondisi ini bisa menyebabkan persaingan antarperusahaan dalam mendapatkan tenaga kerja menjadi tidak ketat.

"Implikasinya upah yang ditawarkan juga tidak tinggi. Sisi lain adalah standar hidup layak di Jogja tidak tinggi sehingga ini berdampak pada upah rendah," terangnya.

Meskipun beberapa bahan kebutuhan pokok di Yogya tergolong masih terjangkau, tapi dalam konteks tertentu, seperti harga tanah, di Yogyakarta termasuk tinggi.

"Hal ini yang harus juga dijadikan pencermatan," kata Hempri.

UMR Rendah, Biaya Hidup Mahasiswa Tinggi Tapi Happy

Lain hal dengan kondisi UMP, kondisi mahasiswa-mahasiswa yang berkuliah di Yogyakarta nyatanya tidak mencerminkan hal yang sama.

Sebab, menurut Survei Biaya Hidup Mahasiswa (SBHM) tahun 2024 oleh tim peneliti dari UPN Veteran Yogyakarta bersama Bank Indonesia (BI), mahasiswa di Yogyakarta menghabiskan rata-rata pengeluaran Rp2.966.514,00 per bulan. Jumlah ini lebih besar dari UMP DI Yogyakarta tahun 2025.

Tiga pengeluaran terbesar mahasiswa-mahasiswa di Yogyakarta yaitu makan dan minum (26%), gaya hidup (23%), dan kos/pondokan (22%). Untuk pengeluaran gaya hidup, termasuk nongkrong, total bisa mencapai Rp685.824,00 per bulan.

Survei tersebut telah melibatkan 2.000 mahasiswa dari 43 perguruan tinggi di DI Yogyakarta sebagai responden. Survei dilakukan pada 26 Maret-22 April 2024 dengan menggunakan kuesioner tatap muka langsung dan memiliki sampling error hanya 2,23%.

"Jadi kafe itu selain nongkrong, ya sudah menjadi bagian dari gaya hidup. Mengerjakan tugas pun jadi ada style-nya, tidak sekadar mengerjakan tugas, gitu ya. Dulu kan di perpustakaan, di ruang baca kampus, bikin kerja kelompok, sekarang ya sudah ke kafe aja," kata Ardito Bhinadi, Ketua Pusat Studi Ekonomi Keuangan dan Industri Digital (PSEKUIN) UPN Veteran Yogyakarta.

Kondisi ini nyatanya menjadi dilema bagi Yogyakarta. Wilayah yang dikenal dengan 'Kota Pelajar' dan 'Kota Pariwisata' ini, memiliki kondisi dengan banyak 'predikat'.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, menunjukkan bahwa DIY termasuk dalam 14 besar provinsi dengan penduduk miskin terbanyak di Indonesia.

Di sisi lain, data BPS 2021 menunjukkan DIY termasuk provinsi dengan indeks kebahagiaan yang tergolong tinggi. Lebih tinggi dari provinsi besar seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, hingga Sumatra Utara.

Hempri yang juga dosen di Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) Fisipol UGM berpendapat, cara pandang masyarakat Yogyakarta dalam melihat kesejahteraan dinilai berbeda dengan wilayah lain. Hal ini didukung dengan suasana kota Yogyakarta yang kental akan filosofi hidup Jawa.

"Ya saya kira ini didukung mungkin suasana dan kultur Jogja yang romantis dan masyarakat yang harmonis. Sebagian masyarakat di Jogja terutama yang tinggal di pedesaan juga memandang aspek kesejahteraan subjektif," ungkapnya.

"Artinya sejahtera tidak semata-mata soal ekonomi akan tetapi juga soal hidup harmonis, guyub rukun tentrem dan sebagainya," tuturnya.

Meski begitu, pakar dari UGM tersebut tetap menegaskan, bahwa buruh wajib ditingkatkan kesejahteraannya.




(faz/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads