"Mungkin ini merupakan pertobatan saya menjelang pensiun. Pertobatan akademik."
Begitulah ucapan dari Prof Dr Heru Nugroho, yang pada usia senja kariernya, justru tengah fokus agar bisa dekat dan belajar lebih intens kepada mahasiswanya, juga kepada masyarakat.
Prof Heru, biasa ia disapa, telah berkarier dan memulai perjalanan akademiknya sejak 1983. Pada tahun tersebut, ia mendapatkan gelar Sarjana Muda dalam bidang Sosiologi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol), Universitas Gadjah Mada (UGM). Tiga tahun berselang dia mendapatkan gelar Sarjana dari fakultas yang sama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 1989, gelar Master ia raih dari Fakultas Pascasarjana, UGM untuk bidang Kajian Kependudukan. Empat tahun berselang, ia berhasil meraih gelar Doktor dalam bidang Sosiologi Pembangunan dari Fakultaet fΓΌr Soziologie, UniversitΓ€t Bielefeld di Jerman.
Kariernya tak hanya sebagai dosen tapi juga peneliti, pengelola prodi, hingga menjadi pendiri LSM dan tergabung dalam berbagai organisasi.
Namun, waktu telah berlalu. Prof Heru telah menyadari bahwa selama ini ada banyak sekali tugas, peran, dan proyek-proyek yang ia jalani, mulai dari sejak jadi dosen muda sampai menjadi profesor.
Kesadaran ini membuat dirinya berpikir: "Apa yang sebenarnya harus dilakukan dosen itu?". Pemikiran ini membawanya pada momen yang membuat dirinya berhenti memikirkan proyek-proyek sebagai dosen dan ingin fokus kepada mahasiswa dan masyarakat.
"Setelah berhenti (dari proyek-proyek), saya mencoba mencurahkan, memfokuskan diri pada tugas sebagai dosen itu apa. Mungkin ini merupakan pertobatan saya menjelang pensiun; pertobatan akademik," kata Prof Heru saat ditemui di Gedung Fisipol UGM, Kamis (24/10/2024).
"Dulu saya juga (banyak) proyek. Itu kalau dituruti nggak akan berhenti sampai sekarang, pasti ada terus. Kalo habis bikin yang lain terus, cari uang. Saya mencoba berhenti, sudah," imbuhnya.
Belajar dari Perjuangan Hidup Mahasiswa
Dia mengakui, sengaja menggunakan istilah "pertobatan akademik" untuk mengkritik dirinya di masa lalu. Menurutnya, dulu porsinya terlalu banyak untuk urusan proyek dan administratif, jadi sekarang ingin lebih dekat dan memahami persoalan langsung yang dihadapi mahasiswanya.
Prof Heru menunjukkannya dengan intens berkomunikasi dengan mahasiswa yang ia bimbing. Bahkan untuk beberapa mahasiswa yang memiliki perjuangan kuliah yang inspiratif, ia mendatangi rumahnya dan ingin belajar dari perjuangan mahasiswanya tersebut.
Dia pernah mendatangi beberapa rumah mahasiswanya di Bantul hingga Gunung Kidul untuk belajar bagaimana sebuah keluarga berjuang agar anaknya lulus sarjana.
"Menjadi dosen itu biasanya ngomong, minta didengarkan. Kalau mengunjungi, saya justru belajar dan mendengarkan, lebih banyak mendengarkan saya. Bukan menasihati gitu lo, mendengarkan saya. Di situlah banyak cerita-cerita perjuangan orang luar biasa. Dan di situlah perjuangan bahagia itu berat," paparnya.
Selama di kampus, dia menuturkan juga banyak bertanya dan belajar dari mahasiswa. Sebagai contoh, ada mahasiswanya yang sedang mengembangkan startup, lalu dirinya berniat ingin belajar tentang startup hingga dibawa ke perusahaan rintisan mahasiswa tersebut.
Tak berhenti di situ, ia juga ikut bergabung bersama mahasiswa saat ke kantin dan bertanya tentang kehidupan mahasiswanya, yang memilih kantin A karena kantin di fakultasnya dirasa lebih mahal.
Kedekatan interaksi ini, diakui Prof Heru banyak memberinya inspirasi. Tak hanya soal akademik, tapi bagaimana kehidupan dan cara berpikir mahasiswanya.
"Saya memperoleh banyak inspirasi, baik yang akademik maupun panggung belakang; perjuangan hidup keluarga besar mereka (para mahasiswa)," ujar pria kelahiran 1959 tersebut.
"Pendidikan itu bukan hanya ndidik, bukan sekadar ditumpah ruah dengan teori, tapi juga dengan interaksi pemahaman. Ndak bisa kita suruh (mahasiswa) untuk memahami masyarakat (sendiri). Mari kita sama-sama. Saya harus melakukan itu. Berjalan bersama mereka. Dan itu saya malah banyak memperoleh ilmu," terang Prof Heru kemudian.
Tak hanya itu, di ruangan pribadinya di kampus, ia juga memiliki jadwal konsultasi untuk mahasiswa-mahasiswanya yang memiliki persoalan. Baik persoalan bimbingan, proses skripsi, perkuliahan, hingga soal biaya.
Prof Heru menganggap apa yang dilakukannya sebagai bagian dari 'penebusan' waktu karena saat menjadi dosen muda, dirinya merasa kurang memiliki banyak waktu untuk membantu mahasiswanya.
"Terutama mahasiswa yang saya asuh, tapi tidak menutup (untuk yang lain). Ndak masalah kalau saya (untuk siapapun yang datang). Karena ini sebagai bagian dari cara saya mengembalikan kemampuan saya (kepada mereka)," ungkapnya.
Kembali ke Masyarakat
Apa yang ia lakukan dengan ingin dekat dan belajar dari mahasiswa, tak lain karena ia juga ingin mengembalikan kemampuan yang dia miliki ke masyarakat.
Ia merasa selama sejak menjadi dosen muda sampai saat ini, ia banyak mengambil dari masyarakat, termasuk data penelitian dan semacamnya.
"Dulu, waktu merintis karier sampai jadi profesor saya merasa mengambil dari masyarakat. Apakah itu mengambil data, lewat penelitian, proyek. Itu kan namanya dulu saya mengambil. Saya merasa ada titik di mana saya (harus) mengembalikan. Yang tadi disebut sebagai pertobatan akademik," papar Prof Heru.
Pengembalian ini salah satunya juga ditunjukkan dengan karya-karyanya yang bisa diakses secara bebas. Meski publikasi biasanya memiliki royalti, tapi Prof Heru mengunggah karyanya di website pribadinya, https://herunugrohoprofdr.com/ dan bisa diakses siapa pun.
"Jadi buku-buku saya bisa diakses di website saya dan itu bukan website gratisan dari UGM. Saya bayar sendiri, tiap tahun. Itu seluruh publikasi saya ada di situ, buku, jurnal. Silakan didownload," imbuhnya.
Kritik untuk Dirinya Saat Menjadi Dosen Muda
Saat ditanya apa yang ingin disampaikan untuk para dosen muda, Prof Heru juga menyebut dirinya sendiri. Dia ingin mengkritik dirinya sendiri saat masih menjadi dosen muda.
Baginya, perjalanan sebagai profesor yang ia jalani saat ini, bersama mahasiswa dan masyarakat, tak lain merupakan bentuk kritik terhadap dirinya pada masa lalu.
"Maka, perilaku saya waktu menjadi dosen muda itu, saya kritik sendiri melalui apa yang saya lakukan sekarang," katanya.
Dia mengakui bahwa saat masih muda, punya kepentingan untuk proyek dan lain-lain. Dia merasa seperti hanya menjalankan peran administratif, meski tetap punya spirit sebagai seorang dosen.
Artinya sebuah kesadaran muncul, kemudian ia mengkritik kesalahan dirinya pada masa dulu melalui apa yang dia lakukan sekarang.
"Track record saya, secara administratif saya menjalankan peran. Tapi yang sekarang, saya pengen lebih dekat, lebih kualitatif, intensif. Dan di dalam rangka pertobatan akademik," ucap Prof Heru.
"Berpihak pada kemanusiaan," tutupnya.
(faz/nwk)