Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengumumkan kepunahan 11 bahasa daerah di Indonesia pada Kamis (7/3/). Tak hanya itu, ada pula 19 bahasa daerah dengan kondisi terancam punah.
Pakar Etnolinguistik Universitas Airlangga (Unair) Prof Ni Wayan Sartini menyebut kepunahan bahasa daerah menjadi suatu hal yang tidak dapat dibantah. Ia menyoroti kondisi jumlah penutur bahasa daerah yang kian menurun.
"Kepunahan bahasa itu memang tidak dapat dimungkiri. Karena, tidak ada lagi penutur yang menggunakannya. Bahkan, ada banyak bahasa daerah yang jumlah penuturnya sangat kecil," ujarnya dalam laman Unair dikutip Minggu (17/3/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Faktor dan Dampak Kepunahan Bahasa Daerah
Teknologi dianggap sebagai faktor paling umum terhadap lunturnya kebudayaan. Namun, Prof Wayan menilai minimnya jumlah penutur bahasa daerah menjadi salah satu faktor yang sangat berpengaruh.
"Salah satunya disebabkan penuturnya yang sedikit. Kemudian, karena penutur dari satu bahasa beralih ke bahasa lain," ujarnya.
Terjadinya kepunahan bahasa daerah dapat memberikan dampak terhadap aspek sosial budaya di masyarakat. Keduanya merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan.
"Menjaga bahasa berarti menjaga budaya. Jadi, jika suatu bahasa itu hilang, berarti kita juga kehilangan budaya, identitas budaya di masyarakat itu hilang," ungkapnya.
Upaya Preventif
Salah satu upaya menjaga bahasa daerah adalah dengan mendokumentasikannya. Selama masih ada penutur asli, sangat penting untuk mendokumentasi bahasa daerah tersebut.
"Jadi, sebelum bahasa tersebut benar-benar punah, perlu didokumentasikan sistem kebahasannya. Mulai morfologi, fonologi, sintaksis, dan leksikon bahasa tersebut," jelasnya.
Ia menilai peran pemerintah penting dalam melakukan dokumentasi dan penelitian tentang bahasa daerah di Indonesia. Salah satunya melalui pendanaan penelitian. Mengingat tidak mudah bagi seorang peneliti untuk menjangkau wilayah-wilayah yang berada di pelosok negeri.
"Salah satu tindakan konkret, yakni dengan memberikan dana. Karena, hal itu tentu akan berdampak pada penelitian terhadap bahasa. Terutama bahasa di daerah yang terpencil," ungkapnya.
(nir/nwk)