Daya saing SDM Indonesia itu hasil riset International Institute for Management Development (IMD) World Talent Ranking (WTR) 2023. Kenaikan posisi Indonesia merupakan pencapaian signifikan dari posisi 51 pada 2022, demikian disampaikan dalam rilis IMD yang diterima, ditulis Senin (23/10/2023).
IMD WTR 2023 membandingkan tingkat daya saing SDM di 64 negara dunia dengan mengevaluasi tiga faktor penentu beserta faktor-faktor turunan yang jadi keunggulannya.
Untuk di Indonesia yang peringkat akumulatifnya 47 dunia, demikian peringkatnya saat dirinci untuk beberapa faktor utama dan turunan:
1. Investasi dan pengembangan SDM (peringkat 52 dunia)
a. Penerapan kerja magang (peringkat 10 dunia)
b. Prioritas pelatihan di tempat kerja (peringkat 14 dunia)
Faktor-faktor investasi dan pengembangan SDM itu berkontribusi mendongkrak kualitas kompetensi SDM Indonesia.
2. Daya tarik bagi SDM asing (peringkat 31 dunia)
a. Indeks biaya hidup di Indonesia (peringkat 15 dunia)
Biaya hidup di Indonesia menjadi faktor yang menarik minat tenaga kerja asing.
3. Tingkat kesiapan untuk mempertahankan SDM di dalam negeri (peringkat 46 dunia)
a. Kecukupan ketersediaan tenaga kerja terampil (peringkat 13 dunia)
b. Daya saing manajer senior di Indonesia yang dinilai cukup baik (peringkat 12 dunia)
Alokasi Dana Pendidikan Indonesia Dibanding Negara Lain
Menurut Profesor Arturo Bris Direktur World Competitiveness Centre (IMD) yang memproses riset WTR, dengan hasil tersebut Indonesia masih harus melakukan pembenahan di sejumlah area. Salah satu faktor yang menjadi sorotan adalah peningkatan alokasi dana pendidikan.
Pasalnya, anggaran pendidikan Indonesia saat ini masih rendah. Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2022, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia Rp 19.588 triliun. Sedangkan anggaran pendidikan terealisasi tahun 2022, Rp 472,6 triliun. Artinya, anggaran pendidikan Indonesia masih ada di angka 2,4% PDB. Di sisi lain, total anggaran pendidikan per siswa di Indonesia, ada di angka US$1.383 atau sekitar Rp 21,3 juta (kurs Rp 15.387,85) pun tergolong rendah dibanding negara lain.
Bandingkan soal anggaran pendidikan dengan peringkat 1-2-3 dalam peringkat daya saing SDM dunia ini yang diraih yakni:
1. Swiss - anggaran pendidikan 5,7% dari PDB, dengan anggaran pendidikan per siswa US$26.286 atau sekitar Rp 404 juta
2. Luksemburg - anggaran pendidikan 4,7% dari PDB, dengan anggaran pendidikan per siswa US$31.514 atau sekitar Rp 484 juta
3. Islandia - anggaran pendidikan 7,7% dari PDB, dengan anggaran pendidikan per siswa US$17.456 atau sekitar Rp 269 juta
Lalu bandingkan pula dengan negara ASEAN yang menjadi objek riset ini, seperti Singapura yang masuk peringkat 8 daya saing SDM dunia, Malaysia hingga Filipina sebagai berikut:
1. Singapura - anggaran pendidikan 2,3% dari PDB, dengan anggaran pendidikan per siswa US$10.929 atau sekitar Rp 168 juta
2. Malaysia - anggaran pendidikan 4,2% dari PDB, dengan anggaran pendidikan per siswa US$ 2.060 atau sekitar Rp 31 juta
3. Filipina - anggaran pendidikan 3,1% dari PDB, dengan anggaran pendidikan per siswa US$367 atau sekitar Rp 5,6 juta
Dari data di atas, Indonesia cuma unggul atas Filipina yang masuk peringkat 60 dunia, dalam daya saing SDM. Malaysia masih di atas Indonesia di peringkat 33 dunia, menurut data IMD.
"Alokasi dana pendidikan dan anggaran pendidikan per siswa perlu ditingkatkan karena keduanya menempatkan Indonesia di posisi ke-55 dari 64 negara dunia," tutur Bris.
Cara Belajar di Pendidikan Dasar-Menengah Disorot
Sementara itu, Profesor Afiliasi Kepemimpinan dan Organisasi IMD Ric Roi, mengatakan cara belajar untuk tingkat pendidikan dasar di Indonesia masih sangat tradisional. Roi mengatakan cara belajar harus diubah dengan lebih inovatif untuk meningkatkan SDM di Indonesia.
"Bagaimana mengajarkan berpikir logik, mencari solusi, bekerja dalam tim, kolaboratif, kreatif mencari ide dan sebagainya di pendidikan dasar-menengah. Ini kan keterampilan yang didapatkan di dunia profesional ya, yang biasanya didapatkan melalui pelatihan. Nah alangkah baiknya, SDM di Indonesia mendapatkan keterampilan ini lebih dini, di pendidikan dasar-menengah, jadi tak perlu sampai menunggu memasuki dunia profesional," jelas Roi kepada beberapa jurnalis di Hotel Langham, SCDBD, beberapa waktu lalu.
Keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan di dunia profesional itu, imbuh Roi, harus dimasukkan ke dalam sistem pendidikan Indonesia.
Roi pun merespons soal Kurikulum Merdeka Belajar yang akan diterapkan menjadi Kurikulum Nasional 2024. Menurutnya, mengukur perubahan kurikulum membutuhkan waktu bertahun-tahun.
"Saya mendengar Kurikulum Merdeka Belajar itu yang lebih fleksibel. Butuh bertahun-tahun untuk melihat dampaknya, namun ini (Kurikulum Merdeka Belajar) langkah awal yang bagus," tutup Roi.
(nwk/faz)