Christiaan Snouck Hurgronje merupakan sosok yang mentereng serta kontroversial di kalangan sejarawan. Snouck menapaki dataran Nusantara di masa penjajahan Hindia Belanda sebagai penasihat dan berperan aktif dalam strategi Perang Aceh (1873-1913) bersama Jenderal Van Heutsz.
Berkat peran dan tugasnya itu, Snouck erat dikaitkan dengan sebutan 'mata-mata' Belanda di masyarakat Indonesia. Peran dan tugas itu barulah secuil dari kisah hidup Snouck yang tertuang dalam biografinya.
Kendati demikian, buku asli berjudul Snouck: het volkomen geleerdenleven van Christiaan Snouck Hurgronje dalam bahasa Belanda, dikatakan banyak orang cukup sulit untuk dicerna oleh para pembaca karena pemaparan formulasi ceritanya menggunakan banyak kutipan.
"Buku dan isinya bagus sekali. Walaupun ada orang-orang yang di sekitar [bilang] 'buku itu susah sekali, baru baca 5 halaman pertama kami sudah langsung tutup',"ujar Susi Moeimam, salah satu penerjemah Biografi Snouck kepada detikEdu dikutip Senin (15/5/2023).
"Buku itu memang pada umumnya dinilai oleh orang Belanda sendiri juga sulit dibaca," sambungnya.
Kendati demikian, ungkapan tersebut justru membakar semangat Susi dan kedua rekannya, Nurhayu Santoso dan Maya Sutedja-Liem, mereka tergabung dalam 'misi' menerjemahkan kisah hidup Snouck Hurgronje.
Buku yang Dianggap 'Sulit'
Susi berpendapat, buku biografi Snouck termasuk sulit diterjemahkan. Selain buku itu banyak buku itu banyak menggunakan kutipan yang sambung-menyambung dalam memformulasikan paparannya, namun juga bahasa Belanda yang dipakai bukan hanya bahasa Belanda modern tetapi juga bahasa yang lebih tua seperti yang ada di kutipan-kutipan itu.
"Jadi banyak kalimat tersusun dari kutipan-kutipan itu. Itu satu kutipan, berikutnya kutipan, berikutnya [juga], dan itu semua memang berdasar data yang akurat" ujar Susi.
Kutipan-kutipan tersebut beserta referensinya membuat buku menjadi lengkap dan jelas datanya. Namun, menurut Susi, dalam menerjemahkannya tidak mudah karena perlu memperhatikan struktur tata bahasa Belanda dan Indonesia yang berbeda agar dihasilkan kalimat Indonesia yang baik dengan formulasi yang enak dibaca.
Selain itu, dari segi ilmu bahasa, Susi menjelaskan bahwa dengan pemakaian bahasa Belanda yang lebih tua, tahun 1900-an, tatanan bahasa cukup kompleks dan rumit dan memerlukan perhatian ekstra.
"Tantangannya adalah menyusun terjemahan dalam bahasa Indonesia yang mudah untuk dibaca umum," jelas penulis Kamus Belanda-Indonesia itu.
Konsultasi dengan Penulis
Buku yang sarat data ini tentunya pertama-tama ditujukan untuk kalangan ilmuwan, mendorong Susi dan kedua rekan penerjemahnya untuk mengolahnya agar sampai ke semua kalangan. Terlebih, orang-orang yang menekuni karya Snouck dan pemerhati Snouck dan Islam pada umumnya.
"Dalam hal ini sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia juga ditujukan bukan hanya kalangan ilmuwan tapi juga kalangan pemerhati topik Snouck Hurgronje. Jadi, meskipun orang bukan sejarawan, orang umum pun bisa mengetahui kisah Snouck secara utuh," jelas Susi.
Selama prosesnya, para penerjemah kadang-kadang menemui keraguan tentang suatu kalimat ataupun bahkan data yang dirasakan kurang jelas. Di sinilah momen mereka mengonfirmasi dengan penulis asli biografi Snouck, Wim van den Doel. Wim van den Doel merupakan Guru Besar Universitas Leiden, Belanda.
"Kami juga berhubungan dengan penulis. Kadang untuk mencocokkan pemahaman kami akan suatu konteks tapi kadang juga memberi usulan koreksi kepada penulis. Jadi selain masukan bagi kami juga ada masukan untuk penulis sehingga versi terjemahan itu lebih sempurna," ujarnya.
Sejak pengajuan proyek penerbitan hingga buku diterbitkan, Susi menuturkan butuh waktu kurang lebih 1 tahun untuk mengatur persiapan penerjemahan. Proses buku bermula tentunya dari korespondensi dengan penulis, pencarian dan pengajuan dana (pengajuan dana biaya penerjemah oleh penerbit, penulis), hingga proses penerjemahan itu sendiri.
Ingin Sajikan Snouck Secara Utuh
Meski telah menerbitkan 1.400 karya, belum ada biografi yang menyajikan petualangan Snouck secara lengkap. Umumnya, hanya mencantumkan cuplikan tentang Snouck atau peran Snouck dalam sejarah Aceh.
Selain itu, melalui biografi ini sosok Snouck yang kontroversial juga para penerjemah menceritakan kisah hidup dan karya Snouck dalam berbagai sisi. Biografi Snouck ini menuliskan gaya berpolitik Snouck, dirinya sebagai ilmuwan, hingga kehidupan pribadinya. Sebagai informasi, Snouck giat mempelajari Islam hingga menekuni langsung ke Tanah Suci.
"Idealisasi untuk bisa dibaca oleh kalangan kita pada umumnya juga pemerhati Snouck karena tadi disebutkan kan banyak sekali kan stigma. Jadi orang hanya lihat seperti itu misalnya Snouck adalah 'spy' atau Snouck sebagai 'penghancur Aceh'," ujarnya.
"Harapannya semoga dengan terjemahan buku Snouck ini wawasan banyak orang tentang Snouck ini akan lebih terbuka. Semoga juga bisa memberi kejelasan bagi orang-orang yang belum tahu sisi lain dari Snouck. Semua peristiwa sebaiknya dipahami dalam konteksnya dan zamannya," harap Managing Director Wacana Journal of the Humanities of Indonesia dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia itu.
(nir/nwy)