Melihat Data-data Resesi Seks yang Mengancam Indonesia

ADVERTISEMENT

Kolom Edukasi

Melihat Data-data Resesi Seks yang Mengancam Indonesia

Nala Edw - detikEdu
Selasa, 24 Jan 2023 13:00 WIB
Nala Edwin
Foto: Dokumen pribadi Nala Edwin
Jakarta -

Indonesia berpotensi mengalami 'resesi seks' yang membuat angka kelahiran merosot. Turunnya angka kelahiran juga banyak dialami oleh negara-negara lainnya di dunia. Bahkan Elon Musk juga mengungkapkan kekhawatirannya mengenai hal ini.

Elon Musk dalam tweet-nya pada Agustus 2022 lalu menyatakan, population collapse akibat rendahnya angka kelahiran merupakan ancaman yang lebih serius dibandingkan global warming.

Grafis & data soal resesi seks di IndonesiaTangkapan layar Twitter Elon Musk

Untuk melihat lebih jauh mengenai turunnya angka kelahiran dunia ini ada baiknya kita melihat data yang dirilis World Bank. Grafik berikut ini menunjukkan total fertility rate di dunia dari 1960 hingga 2020:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Grafis & data soal resesi seks di IndonesiaGrafis & data soal resesi seks di Indonesia Foto: (Nala Edwin)

Dari grafik tersebut bisa dilihat kalau total fertility rate dunia pada 1960 adalah 4,7 kemudian mencapai puncaknya pada 1963 dengan angka 5,3. Lalu angka ini terus merosot hingga mencapai angka 2,3 pada tahun 2020. Idealnya angka total fertility rate adalah 2,1, dengan demikian seorang perempuan dalam usia subur melahirkan dua orang anak yang bisa menggantikan kedua orangtuanya. Dengan angka ini maka jumlah populasi di suatu wilayah akan stabil.

Lalu bagaimana dengan total fertility rate Indonesia jika dibandingkan dengan total fertility rate dunia? Menurut data World Bank, total fertility rate di Indonesia juga mengalami penurunan sama seperti angka total fertility rate dunia. Berikut adalah grafiknya:

ADVERTISEMENT
Grafis & data soal resesi seks di IndonesiaGrafis & data soal resesi seks di Indonesia Foto: (Nala Edwin)

Dari grafik terlihat Total fertility Indonesia pada 1960 jauh lebih tinggi dibandingkan total fertility rate dunia. Pada tahun 1960 total fertility rate indonesia (garis merah) mencapai 5,54 jauh di atas total fertility rate dunia (garis biru) yang hanya mencapai 4,7. Kemudian total fertility rate ini mengalami tren penurunan. Angka ini terus menurun sehingga pada sekitar tahun 1985-1986 angka total fertility rate indonesia hampir sejalan dengan total fertility rate dunia.

Penurunan ini kemungkinan disebabkan gencarnya kampanye keluarga berencana (KB) yang dilakukan oleh pemerintahan orde baru. Dengan slogan "Dua Anak Cukup" kampanye KB ini dilakukan secara masif oleh pemerintah ke seluruh lapisan masyarakat. Bahkan Logo KB berupa orangtua yang menggandeng dua anak dengan gambar padi dan kapas merupakan salah satu logo ikonik di masa Orde Baru. Logo ini dipasang dimana-mana untuk mengingatkan masyarakat tentang program KB ini.

Turunnya total fertility rate tidak hanya terjadi di Indonesia, namun di negara-negara ASEAN. Grafik di bawah menunjukkan total fertility rate negara-negara ASEAN:

Grafis & data soal resesi seks di IndonesiaGrafis & data soal resesi seks di Indonesia Foto: (Nala Edwin)



Dari data tersebut terlihat beberapa negara ASEAN memiliki tingkat kelahiran di bawah 2,1. Negara-negara ini adalah Singapura, Thailand, Brunei, Malaysia dan Vietnam. Sedangkan Indonesia beserta Filipina, Laos dan Myanmar masih memiliki tingkat kelahiran di atas 2,1. Dalam laporan World Population Prospects 2022 yang dikeluarkan PBB diprediksi Total Fertility Rate dunia akan mencapai 2,1 pada 2050. Namun ada beberapa wilayah yang tingkat fertility rate-nya lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat fertility rate dunia. Wilayah-wilayah ini berada di kawasan Sub-Sahara Afrika dengan tingkat fertility rate 3 dan kawasan Afrika Utara dan Afrika Barat dengan tingkat kelahiran 2,2.

Lalu dengan penurunan tingkat fertility rate akan membuat populasi penduduk dunia akan turun dengan signifikan beberapa tahun ke depan? data dari PBB menunjukkan sebaliknya. Pada laporan PBB di World Population Prospects 2022 menunjukkan populasi dunia diperkirakan akan mencapai 8 miliar pada 15 November 2022. Kemudian penduduk dunia akan terus naik menjadi 8,5 miliar pada 2030 dan diprediksi menjadi 9,7 miliar pada 2050 dan kemudian menjadi 10,4 miliar pada 2100.

Lalu mengapa meski tingkat Fertility Dunia mengalami penurunan namun jumlah populasi dunia masih terus meningkat? Salah satu alasannya adalah karena meningkatnya angka harapan hidup penduduk di dunia. Dalam laporan PBB disebutkan angka harapan hidup secara global pada 2019 mencapai 72,8 tahun atau naik 9 tahun jika dibandingkan dengan tahun 1990. Diperkirakan secara global populasi warga yang berusia 65 tahun ke atas akan meningkat dari 10 persen pada 2022 menjadi 16 persen pada 2050.

Grafis & data soal resesi seks di IndonesiaGrafis & data soal resesi seks di Indonesia Foto: (Nala Edwin)

Laporan PBB juga memprediksi India akan menyalip China sebagai negara terpadat di dunia pada 2023. Jumlah penduduk India akan berjumlah 1,688 miliar sedangkan penduduk China akan berjumlah 1,317 miliar pada tahun 2050.

Diperkirakan pada tahun 2050 jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 317 juta jiwa. Angka ini naik 42 juta jiwa jika dibandingkan dengan angka penduduk Indonesia pada 2022 yang mencapai 275 juta. Namun peringkat Indonesia sebagai negara keempat terpadat di dunia pada 2022 mengalami penurunan pada 2050. Nigeria dan Pakistan akan menyalip Indonesia menjadi negara terpadat keempat dan kelima di dunia pada 2050, yang membuat Indonesia turun dari peringkat keempat menjadi peringkat keenam negara terpadat di dunia pada tahun tersebut.

Rendahnya total fertility rate juga akan menjadi tantangan bagi negara-negara maju yang tingkat kelahirannya rendah. Salah satu tantangan yang perlu dihadapi adalah mengenai ketersediaan tenaga kerja di negara maju tersebut. Laporan PBB menyatakan Imigrasi akan menjadi komponen utama dalam perubahan populasi di negara-negara maju tersebut.

Laporan itu menyatakan, jumlah imigran yang masuk ke negara-negara maju tersebut selama 2000 hingga 2020 mencapai 80,5 juta. Jumlah ini melebihi jumlah kelahiran dikurangi kematian yang mencapai 66,2 juta jiwa. Diperkirakan untuk beberapa dekade ke depan imigrasi akan menjadi salah satu mesin penggerak pertumbuhan populasi di negara-negara maju, sedangkan untuk negara-negara dengan income yang rendah dan menengah pertumbuhan penduduknya masih ditopang dengan lebih tingginya angka kelahiran dibandingkan kematian.

*) Nala Edwin adalah Dosen di LSPR Communication and Business Institute.
*) Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. --Terimakasih (Redaksi)




(nwk/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads