Berjuang mendapatkan beasiswa LPDP juga pernah dirasakan oleh Lurah Gurabesi, Jayapura, Maria Jochu. Lahir dari keluarga yang sederhana, bungsu dari delapan bersaudara ini mencari cara untuk bisa memperoleh pendidikan yang layak, tetapi tidak memberatkan ekonomi orang tuanya.
Bapaknya seorang pegawai negeri dan mamanya ibu rumah tangga. Menurut Maria, secara ekonomi keduanya tidak bisa membiayai pendidikannya.
Situasi dalam keluarga inilah yang juga membuat Maria memilih pendidikan kepamongprajaan di IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri) sebelum kuliah S2.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau IPDN kan gratis, dibiayai negara, jadi mereka enggak pusing (biaya)," tambahnya, dikutip dari laman Media Keuangan Kementerian Keuangan RI.
Ambil Kredit Pegawai untuk S2
Selepas pendidikan di IPDN dan mulai bekerja di pemerintahan, rasa penasaran Maria justru semakin besar. Belum lama mengabdi, dia nekat mengajukan kredit pegawai agar bisa melanjutkan jenjang master.
"Terus keluarga kan bilang, 'Kenapa kamu mau S2?' Kita aja keluarga tidak mampu, jangan gaya-gaya deh'," ungkap Maria menirukan respons orang tuanya.
Meski memperoleh reaksi demikian, Maria tetap merealisasikan keinginannya untuk melanjutkan pendidikan. Namun, setelah satu semester berjalan, dia merasa kurang cocok dan memutuskan untuk keluar.
"Saya mau tuh sekolah tuh yang kayak di IPDN, sekolah yang betul-betul profesor, yang siap grak. Tiba-tiba ke sini kok santai-santai, kayak duduk, ada tugas, (bisa) tidak buat," jelasnya.
Jalan Berkelok Menuju Beasiswa LPDP
Suatu waktu, Maria mendapati pengumuman kursus bahasa Inggris untuk pegawai dari BPSDM (Badan Pengelola Sumber Daya Manusia) Kota Papua di halaman Facebook-nya. Tanpa pikir panjang dia pun mendaftarkan diri.
Pada waktu itu, dia masih belum memahami apa itu TOEFL (Test of English as a Foreign Language) maupun IELTS (International English Language Testing System).
"TOEFL itu paling bodoh sekali saya. Jadi nomor 45, murid terakhir dalam kelas itu saya (yang lulus) karena placement test itu pakai TOEFL. Tapi Puji Tuhan saya nomor terakhir, yang paling terakhir lolos," katanya mengenang.
Kesempatan itu akhirnya membawa Maria ke program lainnya dari BPSDM untuk belajar bahasa Inggris di Australia. Dia menjadi salah satu dari 10 orang yang terpilih.
Singkat cerita, pada 2015 lalu BPSDM Papua menggelar pameran beasiswa yang salah satunya adalah LPDP. Maria yang begitu tertarik melanjutkan pendidikan pun mengambil kursus IELTS tiga bulan.
"Saya berjuang, ke kantor juga (membawa) buku bahasa Inggris," ucapnya.
Berbagai tes LPDP pun dia lalui hingga akhirnya lulus. Maria memilih program Human Resources Management and Services di Marshall University, Amerika Serikat.
Pindah Apartemen agar Bisa Komunikasi dengan Bule
Saat awal kuliah, Maria sempat mengalami kesulitan karena cara pembelajaran yang tidak sama dengan di Indonesia. Lurah Gurabesi ini pun pernah pindah apartemen agar bisa berkomunikasi dengan para bule yang berbahasa Inggris.
"Jadi satu apartemen empat kamar, itu semua bule di dalam. Komunikasinya sama bule, teman main di kelas juga harus bule. Kalau tidak, saya nggak pintar pintar, 'nggak paham paham. Kalau sama bule 'kan cepat tuh," terangnya.
Pada 2018 lalu, dia berhasil menyelesaikan studinya di Marshall University.
Setelah diwisuda, lulusan LPDP ini dilirik banyak perusahaan baik di dalam maupun luar negeri. Walau begitu Maria lebih memilih Papua untuk kembali.
"Kalau saya tidak menyaksikan dan merasakan langsung perkembangan dan perubahan apa yang terjadi di Papua, saya tidak bisa bantu untuk merubahnya. Jadi betul-betul harus merasakan setiap hal detail yang terjadi," katanya.
Sebelum menjadi Lurah Gurabesi, Maria lebih dulu menjadi staf dan sekretaris lurah.
Dia masih memiliki banyak keinginan untuk dicapai. Salah satunya membangun sebuah yayasan yang dapat mewadahi perempuan, utamanya ibu-ibu di Papua dan anak-anak. Tujuannya agar perempuan lebih mandiri dan berdaya saing.
(nah/faz)