Alot Pro Kontra RUU Sisdiknas Bikin Gagal Masuk Prolegnas Prioritas 2023

ADVERTISEMENT

Year in Review 2022

Alot Pro Kontra RUU Sisdiknas Bikin Gagal Masuk Prolegnas Prioritas 2023

Nograhany Widhi Koesmawardhani - detikEdu
Kamis, 29 Des 2022 09:00 WIB
RUU Sisdiknas 2022: Penjelasan dan Link RUU Sisdiknas Terbaru
Foto: Tangkapan layar laman Kemendikbudristek
Jakarta -

Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) tak masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023. Banyak pro kontra yang masih alot dikompromikan dalam RUU Sisdiknas. Apa saja?

Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya mengatakan RUU Sisdiknas masih menimbulkan pro dan kontra di publik. Willy meminta Mendikbud Nadiem Makarim membuka ruang dialog seluas-luasnya terkait RUU tersebut.

"Ya, karena DPR tidak ingin kerusuhan yang terjadi bertambah parah. Kami bersepakat kemudian untuk pemerintah, khususnya Mendikbud membuka ruang dialog dengan stakeholder secara luas kemudian tidak menciptakan kerusuhan yang baru," kata Willy saat dihubungi, Rabu (21/9/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, Willy meminta Nadiem benar-benar matang dalam mempertimbangkan ragam aspirasi di publik terkait usulan RUU ini. Willy mendorong RUU Sisdiknas agar lebih disempurnakan.

"Mendikbud dalam hal ini harus benar-benar belajar, tidak egois untuk kemudian mengangkat aspirasi publik yang begitu luas," katanya.

ADVERTISEMENT

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyatakan terdapat pasal bermasalah dalam RUU Sisdiknas. P2G dalam keterangan resminya menyebut RUU Sisdiknas dapat bersifat omnibus seperti UU Ciptaker dan UU IKN.

"Jika Kemendikbudristek ingin membentuk satu sistem pendidikan nasional, kenapa hanya memasukkan 3 UU pendidikan saja dalam RUU Sisdiknas, padahal masih banyak lagi UU pendidikan seperti UU Pesantren, UU Pendidikan Kedokteran. Apakah Pesantren bukan bagian dari satu sistem pendidikan nasional? Ini namanya omnibus law setengah hati", cetus Satriwan Salim, Koordinator Nasional P2G.

Pasal Bermasalah dalam RUU Sisdiknas

Soal Tunjangan Profesi Guru

Dalam Pasal 105 huruf a-h yang memuat hak guru atau pendidik, tidak satupun ditemukan klausul "hak guru mendapatkan Tunjangan Profesi Guru". Pasal ini hanya memuat klausul "hak penghasilan/pengupahan dan jaminan sosial."

Menurut P2G, hal ini berbanding terbalik dengan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam UU Guru dan Dosen pemerintah secara jelas mencantumkan pasal mengenai Tunjangan Profesi Guru.

Pasal 16, ayat (1) "Pemerintah memberikan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat."

Ayat (2) "Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama."

Ayat (3) "Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD)."

"Melihat perbandingan yang sangat kontras mengenai Tunjangan Profesi Guru antara RUU Sisdiknas dengan UU Guru dan Dosen, jelas tampak RUU Sisdiknas berpotensi kuat akan merugikan jutaan guru di Indonesia," terang Satriwan Salim.

Respons Kemendikbud soal Hilangnya 'Tunjangan Profesi Guru'

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemdikbud saat itu Dr Iwan Syahril mengatakan, RUU Sisdiknas mengatur solusi terkait tunjangan bagi guru yang belum mendapat sertifikasi.

"Kita tahu pada saat ini sertifikasi sebenarnya salah satu terminologi yang diharapkan oleh guru adalah peningkatan kesejahteraan mereka. Ini harus dipahami sekali," kata Iwan dalam taklimat media Kemendikbudistek secara daring, Senin (29/8/2022).

"Saat ini ada 1,6 juta guru belum mendapatkan kesejahteraan tunjangan karena belum tersertifikasi karena menunggu antrean. RUU Sisdiknas mengatur solusi untuk mengatasi masalah tersebut," imbuhnya.

Iwan menjelaskan, pada RUU Sisdiknas, aturan peningkatan kesejahteraan guru yang tadinya harus melalui proses Pendidikan Profesi Guru (PPG) dan sertifikasi ini sekarang dikembalikan ke UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) bagi guru ASN dan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta perubahannya di UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ketenagakerjaan) bagi guru swasta.

"Jika prinsip ini bisa disepakati, 1,6 juta guru yang masih antre ini tidak perlu lagi menunggu, bisa langsung mendapatkan peningkatan kesejahteraan" kata Iwan.

Jelasnya, tunjangan di RUU Sisdiknas juga tidak lagi dikaitkan dengan sertifikasi. Sertifikasi yang diperoleh dari PPG adalah prasyarat mengajar dan berfungsi selayaknya SIM untuk mengemudi. Sedangkan tunjangan adalah bagian dari penghasilan guru.

Lebih lanjut diterangkan dalam laman Sisdiknas Kemdikbud, guru ASN akan mendapatkan tunjangan fungsional. Besaran penghasilan ini akan lebih tinggi dari penghasilan yang diterima saat ini.

"Dengan demikian, guru ASN yang yang belum mendapat tunjangan profesi akan otomatis mendapat kenaikan pendapatan melalui tunjangan yang diatur dalam UU ASN, tanpa perlu menunggu antrean sertifikasi yang panjang," ujarnya.

Sementara itu, guru non-ASN akan mendapatkan gaji atau upah sesuai kesepakatan antara yayasan sebagai pemberi kerja dan guru sebagai pekerjanya. Dalam hal ini, pemerintah hadir dengan meningkatkan bantuan operasional satuan pendidikan untuk membantu yayasan membayarkan penghasilan yang layak bagi pendidiknya dan lebih berdaya mengelola SDM.

"Jika dengan kenaikan bantuan, yayasan tetap tidak memenuhi kewajibannya, maka pemerintah dapat memberi sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," bunyi keterangan Kemdikbud.

Madrasah Sempat Tak Dicantumkan Sebagai Satuan Pendidikan

RUU ini sebelumnya sempat menuai kontroversi akibat tidak dicantumkannya madrasah sebagai satuan pendidikan. Pada draf awal RUU Sisdiknas yang diterima detikcom Rabu (30/3/2022) lalu, satuan pendidikan hanya dibedakan berdasarkan jenjang. Sekolah dasar (SD) diganti dengan frasa jenjang pendidikan dasar, sekolah menengah pertama (SMP) diganti dengan jenjang pendidikan menengah, lalu madrasah diganti menjadi pendidikan keagamaan.

Hilangnya frasa satuan pendidikan dalam RUU Sisdiknas itu pun menuai kontroversi. Sejumlah pihak mulai dari pakar pendidikan hingga parlemen mengkritik keras hal itu.

Menanggapi hal ini, Mendikbudristek Nadiem Makarim didampingi Menteri Agama Yaqut Cholil menyampaikan klarifikasinya.

"Penamaan secara spesifik, seperti SD dan MI, SMP dan MTs, atau SMA, SMK, dan MA akan dipaparkan di bagian penjelasan," kata Nadiem lewat akun Instagramnya, Rabu (30/3/2022) lalu.

"Tujuannya adalah penamaan bentuk satuan pendidikan tidak diikat di tingkat undang-undang sehingga jauh lebih fleksibel dan dinamis," lanjutnya.

Lima bulan berselang, tim penyusun RUU Sisdiknas kembali mengeluarkan draf terbaru versi Agustus 2022. Mereka menambahkan penjelasan setiap satuan pendidikan, termasuk madrasah.

Pengaturan Madrasah dalam RUU Sisdiknas

RUU Sisdiknas versi Agustus 2022 telah mengatur madrasah dalam beberapa pasal yakni Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 52. Berikut bunyi pasal tersebut.

Pasal 30
Jenjang Pendidikan menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dilaksanakan melalui Jenis Pendidikan umum, keagamaan, vokasi, dan khusus.

Pasal 31
Ayat (1) Satuan Pendidikan pada Jenjang Pendidikan anak usia dini, Jenjang Pendidikan dasar, dan Jenjang Pendidikan menengah pada Jalur Pendidikan formal berbentuk satuan Pendidikan anak usia dini, sekolah, madrasah, pesantren, dan Satuan Pendidikan keagamaan.
Ayat (2) Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penjelasan Pasal 31
Ayat (1) Contoh Satuan Pendidikan pada Jenjang Pendidikan anak usia dini, Jenjang Pendidikan dasar, dan Jenjang Pendidikan menengah pada Jalur Pendidikan formal yang sudah ada pada saat Undang-Undang ini ditetapkan adalah kelompok bermain, taman kanak-kanak, busthanul athfal, raudhatul athfal, sekolah dasar, madrasah ibtidaiyah, sekolah menengah pertama, madrasah tsanawiyah, sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, sekolah luar biasa, Pendidikan muadalah ula atau Pendidikan diniyah formal ula, Pendidikan muadalah wustha atau Pendidikan diniyah formal wustha, Pendidikan muadalah ulya atau pendidikan diniyah formal ulya.

Yang dimaksud dengan "Satuan Pendidikan keagamaan" adalah Satuan Pendidikan yang menyelenggarakan Jenis Pendidikan keagamaan Jenjang Pendidikan dasar dan menengah pada Jalur Pendidikan formal. Contoh Satuan Pendidikan keagamaan yang sudah ada pada saat Undang-undang ini ditetapkan adalah pasraman, dhammasekha, shuyuan, dan sekolah menengah teologi kristen.

Penjelasan Pasal 52
Ayat (1) Contoh penyelenggaraan Pendidikan keagamaan nonformal yang sudah ada pada saat Undang-undang ini ditetapkan adalah Pendidikan madrasah diniyah takmiliyah, ma'had aljami'ah, Pendidikan Al-Qur'an, majelis taklim, sekolah minggu Budha, pesantian, pabbajja, dan shuyuan.

Pengaturan Pondok Pesantren dalam Undang-undang

Pendidikan Keagamaan melalui Pondok Pesantren tidak diatur dalam RUU Sisdiknas. Sebab, penyelenggaraan Pondok Pesantren telah diatur pada Undang-undang Nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren.

Adapun definisi Pondok Pesantren menurut pasal 1 UU tersebut adalah lembaga yang berbasis masyarakat dan didirikan oleh perseorangan, yayasan, organisasi masyarakat Islam, dan/atau masyarakat yang menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt., menyemaikan akhlak mulia serta memegang teguh ajaran Islam rahmatan lil'alamin yang tercermin dari sikap rendah hati, toleran, keseimbangan, moderat, dan nilai luhur bangsa Indonesia lainnya melalui pendidikan, dakwah Islam, keteladanan, dan pemberdayaan masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Semoga tahun 2024, RUU Sisdiknas sudah berhasil masuk Prolegnas Prioritas.



Simak Video "Video: 3 Syarat Penerima Tunjangan Profesi Guru Madrasah"
[Gambas:Video 20detik]

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads