Mahasiswa peneliti asal Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (Fasilkom UI) mengembangkan aplikasi digitalisasi manuskrip Pegon. Naskah kuno Pegon yang berusia ratusan tahun tersebut memuat berbagai macam pengetahuan, terutama pendalaman Islam bagi pemeluk agama Islam.
Dosen pembimbing Tim Fasilkom UI Yova Ruldeviyani, SKom MKom menuturkan, kondisi buku-buku kuno tersebut amat mengkhawatirkan.
"Kondisi buku-buku yang sudah berusia ratusan tahun tersebut amat sangat mengkhawatirkan. Belum lagi kepemilikan tersebar pada banyak kolektor pribadi, bahkan hingga ke luar negeri seperti Mesir, Madinah, dan negara lainnya," kata Yova, dikutip dari laman UI, Senin (21/10/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelestarian Naskah Kuno Pegon di Pegonizer
Aplikasi Pegonizer berisi fitur katalog kitab, optical character recognition (OCR), dan transliterasi. Harapannya, penyimpanan digital buku-buku karya para ulama dan kisah karya para sastrawan tersebut membuat ilmu-ilmunya tidak raib dan membusuk secara fisik karena tersimpan dengan baik.
Naskah kuno adalah manuskrip atau dokumen dalam bentuk apapun yang ditulis dengan tangan, diketik dan belum dicetak, atau dijadikan buku tercetak yang berumur 50 tahun lebih, seperti diatur dalam UU Cagar Budaya. No. 5 Tahun 1992. Dalam manuskrip Pegon, digunakan aksara Pegon dalam penulisannya.
Aksara Pegon adalah aksara Arab yang sebagian hurufnya sudah dimodifikasi agar sesuai dengan jenis-jenis fonem (bunyi bahasa yang mirip) di bahasa Jawa, seperti 'ny' dan 'p', seperti dikutip dari Modul Pembelajaran Filologi oleh Dr Doni Wahidup Akbar, Lc SS MHum dan Fitra Liza, SAg MA.
Di masa lalu, kaum muslim di Nusantara yang akrab dengan bahasa Arab membuat mereka menggunakan abjad Arab dalam penulisan sehari-hari dengan modifikasi tersebut dalam aksara Pegon dan Jawi.
Aksara Pegon mirip dengan aksara Jawi atau Arab Melayu, yaitu aksara arab yang menggunakan bahasa Melayu. Perbedaannya yaitu penggunaan huruf tsa sebagai konsonan, serta alif, waw, dan ya sebagai vokal yang tidak konsisten. Penggunaan aksara-aksara ini tercatat di masa sebelum kemerdekaan.
Dikutip dari laman kampus, transliterasi di Pegonizer sudah reversible. Artinya, aplikasi ini bisa melakukan transliterasi Pegon ke Latin atau Latin ke Pegon. Akses pengetikan dapat dilakukan dengan keyboard standar, termasuk keyboard versi mobile.
Menurut Tim Pegonizer, transliterasi Pegon-Latin-Pegon ini baru pertama kali dikembangkan di Indonesia dengan mengikuti aturan-aturan penulisan pada Pegon.
Aplikasi tersebut dikembangkan para mahasiswa Ilmu Komputer Fasilkom UI angkatan 2019, yaitu Ahmad Haydar Alkaf, Beltsazar Anugrah Sotardodo, Hendrico Kristiawan, Jonathan Amadeus, Matthew Tumbur Parluhutan Siregar, Muhammad Hanif Fahreza, dan Taufiq Hadi Pratama.
Menuju AICTA 2023
Pegonizer mengantar tim Fasilkom tersebut ke urutan kedua dalam kategori RnD di kompetisi IT "IdenTIK" yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pada 10 November 2022 lalu.
Dari total 190 karya peserta, sebanyak 18 karya terpilih termasuk Pegonizer akan berkompetisi menjadi karya terbaik dari enam kategori IdenTIK tahun 2022 untuk dibina dan dilatih menuju kompetisi regional ASEAN ICT Awards (AICTA) 2023.
Enam kategori tersebut yakni Startup Company, Private Sector, Public Sector, Corporate Social Responsibility (CSR), Research and Development (RnD), dan Inovasi Teknologi Konten Digital.
Dekan Fasilkom UI Dr Ir Petrus Mursanto, MSc menuturkan, aplikasi Pegonizer diharapkan bisa mendukung warga Indonesia mendapat ilmu dari naskah-naskah Pegon.
"Penelitian merupakan bagian dari misi Fasilkom UI, yakni menciptakan, mengembangkan, dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk peningkatan daya saing bangsa. Selamat untuk tim Fasilkom UI, aplikasi Pegonizer merupakan aplikasi yang dibangun untuk mengatasi masalah Pegon di Indonesia dan juga nantinya diharapkan dapat mengakselerasi ekstraksi knowledge dari dokumen-dokumen Pegon," kata Petrus.
Ketua Dewan Juri IdenTIK 2022 dan Guru Besar Fasilkom UI Prof Eko K Budiardjo menyampaikan, keberagaman Indonesia mampu mengilhami kreativitas anak bangsa yang perlu diberi wadah lebih lanjut.
"IdenTIK hadir sebagai wadah untuk karya-karya TIK agar dapat digali potensinya untuk tampil di mata dunia," kata Prof Eko.
(twu/pal)