Lembaga pemeringkatan universitas Internasional, Times Higher Education (THE) melaporkan untuk pertama kalinya perempuan mengungguli pria untuk jumlah peraih gelar doktor di Inggris.
Organisasi yang bekerja sama dengan THE yakni Advance HE, mengatakan bahwa jumlah tersebut mengisyaratkan kemajuan bagi peneliti wanita dan diharapkan akan mengarah pada representasi yang lebih baik di antara para profesor.
"Laporan statistik tahunan ini juga menyoroti adanya peluang sekaligus tantangan dalam mempromosikan kesetaraan, keragaman, dan inklusi dalam staf dan mahasiswa pendidikan tinggi Inggris," tulis THE melalui situs resminya, dikutip Kamis (17/11/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ungguli Lulusan S3 Laki-Laki Setelah 14 Tahun
Data dari Badan Statistik Pendidikan Tinggi menunjukkan bahwa pada tahun akademik 2020-21, mayoritas mahasiswa Inggris di setiap tingkat gelar dari S1 sampai S3 adalah perempuan.
Untuk sarjana yang bukan gelar pertama, jumlah perempuan mencapai 63,8 persen. Sedangkan untuk pascasarjana mencapai 50,3 persen.
Angka itu naik dari 49,5 persen pada 2019-2020. Kenaikan jumlah perempuan pada gelar pascasarjana juga menjadi yang pertama kalinya sejak pelaporan dimulai pada 2008 atau setelah 14 tahun lamanya.
"Statistik ini penting karena, secara tradisional, penelitian pascasarjana telah menjadi satu-satunya tingkat gelar di mana mahasiswi tidak menjadi mayoritas," kata Amanda Aldercotte, kepala pengetahuan dan penelitian di Advance HE.
"Secara teori, apa yang diisyaratkan oleh hal ini adalah langkah ke arah yang benar dalam meningkatkan peneliti wanita ke dalam peran akademik dan pada akhirnya, akan jadi representasi yang lebih baik di antara para profesor."
Belum Menunjukkan Kualitas yang Lebih Baik
Aldercotte menjelaskan bahwa saat ini, pascasarjana perempuan terdiri dari mahasiswa di semua mata pelajaran non-STEM (Science, Technology, Engineering and Mathematics), selain dari studi bisnis manajemen dan dalam studi sejarah, filosofis dan agama.
Menurutnya, ada sejumlah faktor yang terlibat dalam proses transisi dari mahasiswa pascasarjana menjadi peneliti akademik dan kemudian menjadi profesor. Namun kuantitas yang banyak belum sepenuhnya menunjukkan kualitas yang lebih baik.
"Peningkatan bertahap ini tidak secara langsung diterjemahkan ke dalam representasi staf perempuan yang lebih baik di dunia akademik," terangnya.
Aldercotte juga menerangkan kenaikan angka-angka jumlah perempuan tersebut belum sepenuhnya tercermin dalam kemajuan menuju jabatan akademik dan jabatan profesor.
Hal ini terlihat dari proporsi staf akademik perempuan yang hanya naik sedikit menjadi 47 persen dari tahun ke tahun. Sementara untuk jumlah total profesor perempuan hanya 28,5 persen.
"Meskipun sangat menggembirakan melihat upaya sektor ini mulai memberikan dampak, kami semua mengakui bahwa masih ada jalan yang harus ditempuh, terutama untuk kemajuan dan hasil gelar untuk masing-masing staf," tutur Aldercotte.
(faz/pal)