Sementara itu, Panut Mulyono menyebut Indonesia merupakan negara besar dari sisi luas wilayah, keragaman biodiversitas dan jumlah penduduk. Sehingga untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara besar yang makmur diperlukan sumber daya manusia yang cinta damai, menghargai perbedaan dan menguasai teknologi untuk mengolah sumber daya alam dengan bijak, lewat sistem pendidikan yang baik.
Panut mengatakan upaya mengajukan RUU Sisdiknas saat ini untuk mengharmonisasi tiga undang-undang (UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen serta UU Pendidikan Tinggi) terkait kebijakan pendidikan nasional yang dinilai tidak selaras.
Ia menilai dalam RUU Sisdiknas yang diajukan pemerintah, guru dan dosen diposisikan sebagai pendidik profesional pada Pasal 108 dan 113. Namun, RUU tersebut belum secara eksplisit mengatur tunjangan guru dan dosen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Panut optimis RUU Sisdiknas dapat mendorong pemerataan pendidikan, kesetaraan dan inklusivitas, khususnya pada Pasal 5,10,47,50 dan 64. Ia juga berharap sejumlah pengaturan yang belum jelas di pasal-pasal dalam RUU Sisdiknas itu dapat diperjelas pada aturan-aturan pelaksanaannya.
Di lain pihak, Mohammed Ali Berawi berpendapat inklusif dan kesetaraan bukan merupakan hal baru bagi bangsa Indonesia.
"Kalau kita berkomitmen menerapkan kesetaraan dan inklusif pada sistem pendidikan nasional, itu artinya kita mengamalkan Pancasila," tuturnya.
Ia menerangkan inklusif dan kesetaraan merupakan pengamalan dari sila kemanusiaan yang adil dan beradab. Selain itu, merespon adanya perbedaan dengan inklusif dan kesetaraan merupakan implementasi dari sila Persatuan Indonesia.
Ali menegaskan nilai-nilai inklusif dan kesetaraan penting untuk mewujudkan rasa keadilan dan persamaan hak dalam proses pendidikan di tanah air. Karena itu, nilai-nilai tersebut sangat penting untuk dimasukkan dalam tataran konsep kebijakan pendidikan yang akan dibuat.
Menanggapi diskusi tersebut, Gufroni Sakaril menyampaikan negara harus memfasilitasi para penyandang disabilitas. Ia juga menyambut baik dibahasnya RUU Sisdiknas dengan mengedepankan nilai-nilai inklusif dan kesetaraan.
Menurutnya, angka partisipasi penyandang disabilitas di bidang pendidikan sangat rendah bila dibandingkan dengan non-disabilitas. Hal tersebut, lanjut Gufroni, berpengaruh pada kehidupan para penyandang disabilitas. Sebab, mereka tidak mampu memenuhi kualifikasi persyaratan pendidikan saat akan memasuki dunia kerja.
"Pendidikan bagi penyandang disabilitas adalah titik balik untuk meningkatkan kualitas kehidupan," katanya.
Sedangkan, Ahmad Baedhowi AR berharap frasa kesetaraan dalam RUU Sisdiknas lebih dimaknai sebagai kesetaraan atas kondisi banyak hal, bukan hanya karena disabilitas. Dengan demikian, pengaturan RUU tersebut bisa menuju ke arah kesetaraan kondisi wilayah dan faktor lainnya yang sangat tepat untuk diterapkan di Indonesia.
Ia juga mengusulkan RUU Sisdiknas memuat secara detail struktur anggaran pendidikan, hak dan tanggung jawab serta standar evaluasinya.
Di akhir diskusi, Saur Hutabarat mengatakan pendidikan merupakan sektor yang sangat kompleks dan menyangkut masa depan anak bangsa. Ia menilai ada banyak hal yang bisa diupayakan atas kehadiran RUU Sisdiknas.
Di antaranya, memaksa negara hadir dalam proses pendidikan, menghadirkan pendidikan berkualitas sejak dini dan intervensi asimetris yang berkelanjutan dalam membangun sektor pendidikan di tanah air.
Simak Video "Video: Ahmad Muzani Bicara Usai KPK Usut Dugaan Korupsi di MPR"
[Gambas:Video 20detik]
(fhs/ega)