Waket MPR Tegaskan Sistem Pendidikan Harus Terapkan Inklusi-Kesetaraan

ADVERTISEMENT

Waket MPR Tegaskan Sistem Pendidikan Harus Terapkan Inklusi-Kesetaraan

Atta Kharisma - detikEdu
Rabu, 28 Sep 2022 21:59 WIB
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat mengikuti Sosialisasi Empat Pilar MPR dengan tema β€˜Reinvensi Keindonesiaan Kita, Kepemimpinan Keindonesiaan dan Patriotisme dalam Indonesia Pascapandemi’ di Gedung Nusantara IV, Komplek Gedung MPR/DPR/DPD, di Senayan, Jakarta (11/6).
Foto: Dok. MPR RI
Jakarta -

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menyebut pengaturan sistem pendidikan nasional harus berlandaskan amanat UUD 1945. Sehingga, prinsip inklusi dan kesetaraan dapat tertanam dalam pengembangan sektor pendidikan di tanah air.

"Pengaturan sistem pendidikan nasional harus menyeluruh agar prinsip-prinsip inklusi dan kesetaraan dalam pengembangan pendidikan nasional dapat direalisasikan," ujar Lestari dalam keterangannya, Rabu (28/9/2022).

Hal tersebut ia ungkapkan saat membuka diskusi bertema 'Kesetaraan dan Inklusi RUU Sisdiknas' yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (28/9). Hadir pula sebagai narasumber Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI Anggiasari Puji Aryatie sebagai moderator diskusi, Anggota Komisi X DPR RI Ratih Megasari Singkarru dan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek RI Anindito Aditomo, Ketua Forum Rektor Indonesia Prof. Ir. Panut Mulyono dan Ketua Umum Asosiasi Dosen Indonesia Prof. Mohammed Ali Berawi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, turut hadir Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Drs. Gufroni Sakaril dan Direktur Eksekutif Yayasan Sukma BangsaAhmad Baedhowi sebagai penanggap.

Rerie, sapaan akrab Lestari mengatakan mencerdaskan kehidupan bangsa adalah salah satu tujuan bernegara yang diamanatkan pembukaan konstitusi UUD 1945. Menurutnya, sektor pendidikan harus mendapat perhatian serius semua pihak lewat berbagai dinamikanya seperti proses pembuatan kurikulum, peningkatan kesejahteraan guru dan lembaga, serta elemen pendukung lain yang terkait dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

ADVERTISEMENT

Anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu mengungkapkan pendidikan inklusi adalah sebuah keniscayaan dengan mewujudkan pendidikan nasional yang lebih manusiawi, adil dan beradab.

Lebih lanjut, ia menjelaskan pengajuan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) dalam pembahasan di parlemen merupakan momentum untuk merealisasikan sistem pendidikan yang lebih inklusif dalam cetak biru pendidikan nasional.

"Inilah saat yang tepat bagi kita untuk memperbaiki sejumlah aturan di sektor pendidikan agar lebih inklusif, karena setiap anak bangsa berhak mendapatkan pendidikan yang layak," imbuhnya.

Rerie menyebut pendidikan tidak terbatas pada transfer pengetahuan, tetapi juga merupakan transfer pembelajaran. Sehingga, tambahnya, pendidikan dialektis penting untuk ditanamkan sejak dini. Menurutnya, dinamika dialogis dalam mewujudkan pendidikan yang inklusif sangat dibutuhkan dalam upaya pembenahan sistem pendidikan untuk setiap anak bangsa.

Sementara itu, Ratih Megasari Singkarru mengungkapkan untuk mewujudkan pendidikan yang inklusif di tanah air masih menghadapi banyak tantangan. Ia mengatakan kendala-kendala yang terjadi di lapangan dalam mewujudkan pendidikan yang inklusif harus menjadi dasar pertimbangan para pemangku kepentingan untuk menyusun strategi dalam membangun sistem pendidikan nasional.

Dalam draf RUU Sisdiknas, lanjut Ratih, ada sejumlah hal yang positif untuk mendorong sistem pendidikan yang lebih inklusif. Di antaranya, pengakuan terhadap guru pendidikan anak usia dini (PAUD) sebagai tenaga pengajar untuk meningkatkan mutu pendidikan sejak dini.

Ia pun menilai absennya RUU Sisdiknas dalam Prolegnas 2023 disebabkan oleh tekanan publik yang berharap RUU tersebut lebih banyak mengakomodasi berbagai masukan masyarakat. RUU Sisdiknas tersebut banyak dikritik masyarakat lantaran dianggap merendahkan martabat guru dan dosen, lebih liberal serta mendorong pengelolaan perguruan tinggi berorientasi bisnis.

Sejumlah penilaian itu, tegas Ratih, merupakan konsekuensi dari kurang transparan dan partisipatifnya penyusunan RUU Sisdiknas.

Di sisi lain, Anindito Aditomo mengungkapkan banyak hal positif dalam RUU Sisdiknas yang tidak dikomunikasikan dengan baik ke masyarakat. Menurutnya, urgensi kehadiran RUU Sisdiknas karena didorong adanya kesenjangan mutu pendidikan yang tinggi antar daerah, kualitas pendidikan rendah yang erat dengan budaya birokratis dan kesejahteraan guru yang masih rendah.

Anindito menyebut dalam asesmen nasional 2021, terungkap kesenjangan antara siswa kaya dan miskin dengan pola pengajaran yang sama berjarak 2-3 tahun. Selain itu, capain pendidikan terendah sekolah di Jawa setara dengan capaian pendidikan tertinggi sekolah di luar Jawa.

Kesenjangan inilah yang ingin dihilangkan melalui kehadiran RUU Sisdiknas. Upaya menghadirkan teknologi dalam pelaksanaan pendidikan, sambung Anindito, merupakan bagian dari solusi untuk menghilangkan kesenjangan yang ada.

Ia menambahkan fakta masih adanya infrastruktur yang belum merata di setiap daerah harus menjadi perhatian bersama untuk segera direalisasikan agar demi mengatasi kesenjangan di bidang pendidikan. Ia menjelaskan dana pendidikan yang dikelola Kemendikbudristek hanya 3% dari 20% dana pendidikan yang dialokasikan pada APBN. Karenanya, pendanaan sektor pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara kementerian dan lembaga.

Selanjutnya Baca RUU Sisdiknas untuk Mengharmonisasi 3 UU >>>

Sementara itu, Panut Mulyono menyebut Indonesia merupakan negara besar dari sisi luas wilayah, keragaman biodiversitas dan jumlah penduduk. Sehingga untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara besar yang makmur diperlukan sumber daya manusia yang cinta damai, menghargai perbedaan dan menguasai teknologi untuk mengolah sumber daya alam dengan bijak, lewat sistem pendidikan yang baik.

Panut mengatakan upaya mengajukan RUU Sisdiknas saat ini untuk mengharmonisasi tiga undang-undang (UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen serta UU Pendidikan Tinggi) terkait kebijakan pendidikan nasional yang dinilai tidak selaras.

Ia menilai dalam RUU Sisdiknas yang diajukan pemerintah, guru dan dosen diposisikan sebagai pendidik profesional pada Pasal 108 dan 113. Namun, RUU tersebut belum secara eksplisit mengatur tunjangan guru dan dosen.

Panut optimis RUU Sisdiknas dapat mendorong pemerataan pendidikan, kesetaraan dan inklusivitas, khususnya pada Pasal 5,10,47,50 dan 64. Ia juga berharap sejumlah pengaturan yang belum jelas di pasal-pasal dalam RUU Sisdiknas itu dapat diperjelas pada aturan-aturan pelaksanaannya.

Di lain pihak, Mohammed Ali Berawi berpendapat inklusif dan kesetaraan bukan merupakan hal baru bagi bangsa Indonesia.

"Kalau kita berkomitmen menerapkan kesetaraan dan inklusif pada sistem pendidikan nasional, itu artinya kita mengamalkan Pancasila," tuturnya.

Ia menerangkan inklusif dan kesetaraan merupakan pengamalan dari sila kemanusiaan yang adil dan beradab. Selain itu, merespon adanya perbedaan dengan inklusif dan kesetaraan merupakan implementasi dari sila Persatuan Indonesia.

Ali menegaskan nilai-nilai inklusif dan kesetaraan penting untuk mewujudkan rasa keadilan dan persamaan hak dalam proses pendidikan di tanah air. Karena itu, nilai-nilai tersebut sangat penting untuk dimasukkan dalam tataran konsep kebijakan pendidikan yang akan dibuat.

Menanggapi diskusi tersebut, Gufroni Sakaril menyampaikan negara harus memfasilitasi para penyandang disabilitas. Ia juga menyambut baik dibahasnya RUU Sisdiknas dengan mengedepankan nilai-nilai inklusif dan kesetaraan.

Menurutnya, angka partisipasi penyandang disabilitas di bidang pendidikan sangat rendah bila dibandingkan dengan non-disabilitas. Hal tersebut, lanjut Gufroni, berpengaruh pada kehidupan para penyandang disabilitas. Sebab, mereka tidak mampu memenuhi kualifikasi persyaratan pendidikan saat akan memasuki dunia kerja.

"Pendidikan bagi penyandang disabilitas adalah titik balik untuk meningkatkan kualitas kehidupan," katanya.

Sedangkan, Ahmad Baedhowi AR berharap frasa kesetaraan dalam RUU Sisdiknas lebih dimaknai sebagai kesetaraan atas kondisi banyak hal, bukan hanya karena disabilitas. Dengan demikian, pengaturan RUU tersebut bisa menuju ke arah kesetaraan kondisi wilayah dan faktor lainnya yang sangat tepat untuk diterapkan di Indonesia.

Ia juga mengusulkan RUU Sisdiknas memuat secara detail struktur anggaran pendidikan, hak dan tanggung jawab serta standar evaluasinya.

Di akhir diskusi, Saur Hutabarat mengatakan pendidikan merupakan sektor yang sangat kompleks dan menyangkut masa depan anak bangsa. Ia menilai ada banyak hal yang bisa diupayakan atas kehadiran RUU Sisdiknas.

Di antaranya, memaksa negara hadir dalam proses pendidikan, menghadirkan pendidikan berkualitas sejak dini dan intervensi asimetris yang berkelanjutan dalam membangun sektor pendidikan di tanah air.



Simak Video "Video: Ahmad Muzani Bicara Usai KPK Usut Dugaan Korupsi di MPR"
[Gambas:Video 20detik]

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads