Profesi juru bahasa isyarat (JBI) tidak banyak diketahui orang. Namun bagi Herta Surya Maharta, profesi itu sudah menjadi bagian dari hidupnya dengan suka dan dukanya.
"Saya kuliahnya memang di jurusan pendidikan luar biasa UNY. Sudah 5-6 tahun mengajar di SLB," ungkap Herta saat jadi juru bahasa isyarat di acara ungkap kasus Polres Klaten, Senin (27/9/2021) siang.
Herta menceritakan selain menjadi guru SLB, dirinya menjadi juru bahasa isyarat di berbagai kegiatan. Baik kegiatan sekolah maupun lembaga dan instansi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang sering memakai itu dinas. Dinas sosial, dinas pendidikan dan lembaga lain kalau ada rapat soal disabilitas, "sambung Herta.
Karena profesi itu masih langka, terang Herta, hampir setiap hari ada lembaga yang meminta bantuannya. Tidak hanya di Klaten tapi juga luar Klaten.
"Kalau kegiatan hampir tiap hari ada. Saya dibayar honor per kegiatan, tidak hanya di Klaten, pernah di Solo, Kediri juga" kata Herta yang enggan menjawab berapa honornya.
Untuk kegiatanya di Polres, sebut Herta sudah dijalani hampir dua tahun. Menjalani profesi JBI itu menurutnya diperlukan ketekunan agar tidak lupa.
"Susahnya ya harus selalu dipakai ilmunya dengan cara setiap hari berinteraksi dengan teman-teman yang tuna rungu. Kalau tidak ya bisa lupa karena sudah ada pakemnya," lanjut Herta.
Diterangkan Herta, saat bertugas di Polres, khususnya pres rilis sering berhadapan dengan tersangka dan kamera wartawan. Meskipun susah tapi dirinya suka karena bisa membantu sesama.
"Saya suka saja bisa membantu teman-teman disabilitas memahami akses berita. Sudah biasa berdesakan dengan wartawan," gurau Herta.
Saat dirinya memberikan bahasa isyarat suatu acara, papar Herta sering banyak orang penasaran dengan keahliannya. Usai acara biasanya warga bertanya tekniknya.
"Sering kalau ditanya, biasanya orang normal bertanya bagaimana tata bahasa isyarat itu. Saya jelaskan pun tidak bisa karena itu ada rumusnya," jelas Herta.
Dalam bekerja, tutur Herta, kuncinya adalah selalu perhatian dengan narasumber dan mendengarkan apa yang dikatakan. Setiap kata dari narasumber harus dipahami.
"Langsung ketika narasumber bicara kita langsung pahami dan terjemahkan, kita harus dekat dengan narasumber. Menantangnya kalau narasumber cepat bicaranya," imbuh Herta yang baru berusia 27 tahun itu.
Di Klaten, tambah Herta, sebenarnya ada dua juru bahasa isyarat. Namun satu rekanya tidak konsen menjadi juru bahasa isyarat di luar sekolah.
"Setahu saya cuma ada dua, saya dan sahabat saya. Tapi kebetulan teman saya tidak begitu mendalami begini, untuk job tiap bulan merata dan tidak ada musim," pungkas Herta.
(pay/pay)