Siswi kelas 2 SMP Montessori Yogyakarta bernama Teresa Azarel Gayatri Lamiang berhasil menorehkan prestasi dan mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional. Ia meraih medali perak di International Conference of Young Scientist (ICYS) ke-29 yang digelar di Serbia. Ia membawa penelitiannya yang berjudul 'Styrofoam Biodegradation by Superworm'.
Azarel mengaku bahwa ia memang tertarik dengan topik environmental science. Penelitian Azarel ini juga didorong oleh kekhawatirannya melihat banyaknya styrofoam di tempat pembuangan sampah. Setelah membaca sejumlah studi literatur, akhirnya ia memutuskan memakai ulat jerman atau superworm (Zophobas sp.) sebagai agen biodegradasi dalam risetnya tersebut. Setidaknya membutuhkan waktu dari Agustus 2022 hingga Maret 2023 untuk merampungkan penelitiannya tersebut.
"Aku mulai riset ini dari Agustus 2022 sampai Maret 2023 (studi literatur hingga penelitian di laboratorium)," jelasnya. "Jadi superworm-nya dikasih selada. Karena selada itu memang terbukti untuk meningkatkan kesehatan pencernaan dan metabolisme organisme. Hipotesis saya, itu bisa meningkatkan kemampuan superworm dalam mendegradasi styrofoam. Jadi eksperimen itu dilakukan, terus dilakukan beberapa uji lab. Setelahnya diseleksi untuk masuk tim Indonesia di ICYS."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lolos ke tim Indonesia yang akan berlaga di ICYS ke-29,Azarel akhirnya terbang ke Belgrade, Serbia. Remaja berusia 13 tahun ini mengaku tak berekspektasi bisa meraih medali perak.
"Kalau pressure-nya, sih, enggak ya. Karena memang ke sana juga senang-senang, ya, no pressure, sih. Karena aku sebenarnya enggak ada harapan untuk menang. Jadi kayak enggak apa-apa gitu aja. Karena goal ke sana untuk belajar banyak sama ketemu teman-teman baru yang bisa kasih insight-insight baru," ungkapnya. "Ada dua kategori, sih. Ada yang pertama presentasi risetnya. Jadi di situ akan ada juri-juri yang memang pakar di environmental science atau di bidang lain. Terus nanti kita harus presentasi di depan juri-juri selama 15 menit, terus nanti ditanyakan mungkin secara scientific, lebih ke technical (soal) environmental science. Terus hari setelahnya ada kategori perlombaan poster. Nah, baru di poster itu, baru secara general aja. Presentasinya cuma dua menit atau tiga menit gitu terus basicly secara general," cerita Azarel.
Di tengah kesibukannya melakukan penelitian itu, Azarel punya triknya sendiri agar tidak tertinggal pelajaran di sekolah. Tak hanya membagi waktunya untuk belajar, ia juga tetap menyempatkan untuk istirahat sejenak dengan menonton drama Korea atau kolosal.
"Riset memang membutuhkan waktu berbulan-bulan, tapi kalau yang intens banget cuma 2-3 minggu. Jadi di hari-hari lain, aku ngejar pelajaran. Tapi kalau di sekolah tetap harus sangat mendengarkan supaya tidak ketinggalan. Karena untuk belajar setelah sekolah kadang susah nyari waktunya. Misalnya kayak waktu main aku pakai untuk waktu eksperimen. Habis itu macam-macam. Harus ngolah data, bikin paper, itu butuh waktu. Jadi kalau ada waktu luang langsung nonton K-Drama, kolosal," akunya.
"Kalau untuk eksperimennya itu memang harus komitmen beberapa hari dan juga harus kasih effort, ngeluangin waktu. Terus habis itu juga untuk eksperimennya waktu itu memang agak ribet, ya, harus ngelakuin beberapa perlakuan. Jadi kadang capek, terus kayak mau menyerah, terus kayak emosi gitu. Cuma pada akhirnya karena memang berharap riset ini bisa berguna bagi lingkungan dan buat sesama, dan aku juga memang senang sih ngelakuinnya, sebenarnya. Jadi aku lanjutin terus enggak jadi nyerah," tambah Azarel.
International Conference of Young Scientists (ICYS) di Belgrade digelar pada 8-14 April 2023 dan melibatkan sekitar 80 peneliti muda. Indonesia sendiri membawa pulang sejumlah penghargaan, termasuk medali perak yang diraih oleh Teresa Azarel. Penghargaan tersebut yakni dua medali perak di bidang environmental science dan tiga penghargaan untuk presentasi poster terbaik (computer science, environmental science, dan matematika).
(/)