Deputi Bidang Metereologi, Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Guswanto menjelaskan potensi siklon tropis pada tahun depan. Ia menyebut kemungkinan kemunculan siklon tropis bisa terjadi pada Januari-April 2026.
"Pada 2026 itu masih ada periode Januari hingga April yang di belahan bumi selatan itu akan menjadi pertumbuhan siklon tropis. Ini kita lihat, tapi angka pastinya kita tidak bisa sebutkan 2 atau 3, yang jelas lebih dari 1," katanya dalam Konferensi Pers penyampaian Climate Outlook 2026 via Zoom, Selasa (23/12/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Siklon Tak Bisa Diprediksi Jauh Hari
Guswanto juga menegaskan prediksi dini soal pertumbuhan siklon tak bisa dilakukan sejak jauh hari melainkan beberapa hari saja.
"Siklon tropis itu cukup pendek diprediksi dalam waktu 3 hari sampai 1 pekan lah. Namun sejak pertumbuhannya, dia bisa dideteksi misalkan mulai dari low pressure area kemudian jadi bibit siklon tropis dan berkembang menjadi siklon tropis itu bisa diketahui dalam waktu kurang dari 10 hari," ungkapnya.
Ia juga menyebut, potensi pertumbuhan siklon di belahan bumi utara bisa terjadi pada Juni hingga Desember 2026. Biasanya, pertumbuhan siklon terjadi di belahan bumi utara pada Juni hingga Desember sedangkan belahan bumi selatan pada Desember hingga April.
"Kami sampaikan seperti tahun 2025, di awal sekali BMKG juga menyampaikan outlook 2025 itu adalah dipengaruhi La Nina lemah. Indeks La Nina itu sekitar -0,67 waktu itu," katanya.
Dampak Adanya Siklon Tropis
Meskipun ada potensi pertumbuhan siklon tropis, Guswanto menyebut dampaknya masih belum bisa diprediksi. Dampak sangat bergantung pada lokasi.
"Namun dampaknya itu tadi sangat tergantung pada kategori siklon tropisnya sendiri. Yang kedua adalah jarak dari lokasi atau wilayah terbentuknya terhadap siklonnya," katanya.
Baru-baru ini, siklon tropis Grant baru terbentuk dari bibit siklon 93S. Namun siklon tersebut tak punya dampak besar karena letaknya berada jauh.
"Kalau kita lihat saat ini juga lahir siklon tropis Grant yang dari 93S. Namun jaraknya jauh sekitar 1.000 km di selat Sunda sehingga dampaknya lebih kepada meningkatkan tinggi gelombang di wilayah Samudera Hindia," pungkasnya.
(cyu/cyu)











































