Sebagian besar orang tua mungkin berusaha begitu keras untuk membesarkan anak yang sopan dan santun. Namun, pakar menilai anak-anak juga perlu belajar membela diri, meskipun mungkin hal ini tampak tidak menyenangkan bagi orang lain.
Menurut penulis dan pelatih pengasuhan anak yang tersertifikasi, Reem Raouda, anak-anak juga harus belajar membela diri, walaupun itu berarti menyuarakan ketidaksetujuan atau ketidaksenangan dengan cara yang mungkin tampaknya saja tidak sopan bagi orang lain.
Mengapa Anak Penting untuk Bersuara?
Raouda menerangkan, penting untuk mengajari anak pentingnya advokasi diri dan memberi mereka ruang untuk mempraktikkannya tanpa takut akan dibalas. Pasalnya, hal ini akan membantu anak-anak mengembangkan harga diri yang dibutuhkan untuk menjadi orang dewasa yang percaya diri dan sukses, yang tidak takut menyuarakan kebutuhan dan pendapat mereka.
"Martabat seorang anak-pikiran mereka, keyakinan mereka, perasaan mereka-sangatlah penting dibandingkan dengan kepatuhan mereka," kata Raouda, dikutip dari CNBC Make It.
"Kita ingin mereka percaya diri. Kita ingin mereka berani bersuara," imbuhnya.
Sementara, aktor Dax Shepard baru-baru ini menyinggung soal kecaman yang dia dapat karena mendorong kedua putrinya untuk berpendapat kepada orang tua maupun orang dewasa lainnya. Ia ingin anak-anaknya merasa nyaman membela diri, ujarnya dalam episode terbaru podcastnya, "Armchair Expert," yang tayang pada 3 November 2025 lalu.
Shepard mengakui orang dewasa lain terkadang menganggap anak-anaknya kasar atau sangat sulit diatur. Namun, ia dan istrinya, Kristen Bell, memprioritaskan membesarkan putri-putri mereka agar menjadi perempuan yang percaya diri dan tidak takut untuk bersuara dalam situasi yang menuntut. Misalnya jika mereka kelak akhirnya bekerja untuk atasan yang menyebalkan.
"Saya ingin mereka 'tidak sopan'," ujarnya dalam podcast tersebut.
"Saya ingin mereka selalu membela diri, terlepas dari apakah saya menganggap mereka benar atau salah," jelasnya.
Menegaskan Diri Tidak Sama dengan Tidak Sopan
Raouda menyarankan agar orang tua memikirkan kembali definisi tidak hormat. Sebab, bersuara untuk diri sendiri dan menegaskan diri sendiri bukanlah hal yang secara inheren tidak sopan. Ini berlaku baik untuk anak-anak maupun orang dewasa, baik itu untuk menghindari perlakuan buruk atau sekadar memastikan kebutuhan kita terpenuhi, serta baik di tempat kerja maupun dalam kehidupan pribadi.
Terlebih, menurut para ahli, merasa nyaman membela diri sendiri merupakan keterampilan penting yang dapat mengarah pada kesuksesan dan kesejahteraan mental yang lebih baik.
Raouda menekankan orang tua yang terlalu menekankan kepatuhan dan mencegah anak-anak mereka mengungkapkan pendapat karena takut dianggap kasar, berisiko membesarkan anak-anak yang gemar menyenangkan dan memprioritaskan perasaan orang lain daripada kebutuhan mereka sendiri.
Ia menyebut, mendorong pola pikir seperti itu justru dapat menciptakan masalah-masalah lain. Sebab, orang yang senang menyenangkan orang lain lebih berpotensi tumbuh menjadi orang dewasa yang cemas dan kelelahan.
Dorong Rasa Hormat dengan Mencontohkan Empati
Raouda mengakui mungkin ada garis tipis antara advokasi diri dan perilaku tidak hormat yang sepenuhnya mengabaikan perasaan orang lain.
Menurutnya, kunci untuk membesarkan anak-anak yang percaya diri dan mampu menegaskan diri dengan cara yang hormat adalah dengan mengajari mereka kesadaran emosional dan empati. Ia menambahkan, hal ini dimulai dengan bagaimana anak-anak tersebut melihat perilaku orang tua mereka sendiri.
Ia mengatakan, sangat penting bagi orang tua untuk mencontohkan empati ketika berinteraksi dengan siapa pun, mulai dari anak-anak mereka sendiri dan anggota keluarga lainnya hingga orang asing.
"Menjadi orang yang berempati, penuh kasih sayang, baik hati, dan penyayang: Begitulah cara mereka belajar," sebutnya.
Mencontohkan perilaku positif tersebut dapat dimulai dengan orang tua yang berbicara terbuka tentang perasaan dan emosi mereka sendiri. Misalnya dengan mengajari anak-anak cara menggambarkan perasaan mereka sendiri dengan kata-kata 'saya senang' atau 'saya kesal dan frustrasi'.
Raouda menjelaskan, dengan mengajari anak cara menggambarkan perasaan, maka akan membantu mereka belajar mengelola emosi mereka sendiri dan menegaskan diri, sekaligus menumbuhkan empati terhadap bagaimana tindakan mereka dapat memengaruhi perasaan orang lain.
Anak yang Dihormati Akan Menghormati
Penting juga bagi orang tua untuk meminta maaf kepada anak-anak mereka, dan orang lain atas perilaku buruk yang wajar, seperti kehilangan kesabaran saat anak tidak mendengarkan misalnya. Melakukan hal itu akan mengajarkan kepada anak, nilai dari mengambil tanggung jawab pribadi, serta menjadi teladan empati dan menunjukkan rasa hormat yang membuat anak merasa dihargai.
"Anak yang penuh rasa hormat merasa dihormati. Anak yang mendengarkan merasa didengarkan. Jadi, mulailah dari sana," ujarnya.
Terakhir, Raouda bersikeras agar orang tua berusaha menghindari untuk memaksa anak-anak menggunakan kata-kata sopan, seperti tolong atau terima kasih. Bukan berarti anak tidak diajari untuk mengucapkan kata tolong dan terima kasih, tetapi jauh lebih efektif jika langsung mencontohkan perilaku positif tersebut daripada terus-menerus mengomeli anak dengan pengingat.
"Ini garis tipis, tetapi sebenarnya itulah yang kita contohkan," tegasnya.
"Anak yang tegas, membumi, tahu siapa dirinya, [dan] berani bersuara adalah yang kita inginkan," kata dia.
Simak Video "Video: Cara Masayu Clara dan Suami Jaga Kekompakan Parenting"
(nah/nwk)