Jakarta menjadi provinsi yang disebut langganan banjir saat hujan terus. Selain Jakarta, ibu kota Jawa Timur juga rentan menghadapi risiko banjir.
Akhir-akhir ini, beberapa titik di kota Surabaya terendam banjir. Permasalahan tersebut menarik perhatian banyak pihak, dari pemerintah hingga masyarakat.
Menanggapi permasalahan tersebut, dosen Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga (Unair) Dio Alif Hutama ST MSc mengungkapkan bahwa risiko banjir lebih besar perlu diantisipasi lebih dini. Terlebih, puncak musim hujan di sana diprediksi baru akan terjadi pada Januari dan Februari 2026.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Fenomena banjir yang muncul di beberapa wilayah Surabaya menunjukkan kapasitas infrastruktur drainase perkotaan Surabaya masih belum memadai, khususnya menghadapi fenomena cuaca ekstrem yang kerap terjadi. Permukaan tanah yang banyak tertutup beton membuat air tidak bisa meresap optimal, sementara saluran air di beberapa titik mengalami sedimentasi dan keterbatasan kapasitas," ungkapnya dalam laman Unair,dikutip Rabu (19/11/2025).
Penyebab Surabaya Terendam Banjir
Penyebab utama banjir di Surabaya menurutnya yakni kombinasi faktor alam dan aktivitas manusia. Curah hujan yang tinggi dalam waktu singkat dapat melebihi kapasitas saluran drainase, terlebih jika drainase mengalami penyumbatan oleh sampah atau sedimentasi.
Pembuangan sampah ke sungai menurut Dio dapat memperparah kondisi tersebut.
"Makin banyaknya beton dan aspal di kawasan juga membuat air hujan tidak dapat meresap ke tanah secara alami sehingga mengalir langsung ke permukiman atau jalan," ujarnya.
"Terlebih di wilayah pesisir seperti Surabaya terdapat risiko banjir rob akibat gelombang pasang di wilayah Selat Madura, dapat memperparah kondisi banjir," imbuhnya.
Solusi Banjir di Surabaya
Dio menyebut tindakan preventif yang dapat dilakukan Pemerintah Kota Surabaya dalam menangani banjir adalah memastikan seluruh fasilitas penunjang pengendalian banjir berfungsi optimal. Terutama yakni sebelum memasuki musim penghujan.
Ia mencontohkan, lakukan normalisasi saluran, pompa air, pintu air, pintu laut yang menuju ke muara. Kemudian, pastikan proyek drainase yang ada segera diselesaikan.
"Tata kelola kota yang baik untuk mengantisipasi banjir di Surabaya perlu dilakukan secara terpadu, tidak hanya berfokus pada perbaikan saluran, tetapi juga pada pengelolaan ruang kota secara berkelanjutan. Pemerintah harus memastikan tidak terjadi alih fungsi lahan resapan seperti ruang terbuka hijau dan lahan basah," ungkapnya.
Lebih lanjut, Dio menyebut optimasi bozem atau kolam retensi di titik rawan genangan dapat berfungsi sebagai penampung sementara air hujan sebelum dialirkan ke sungai atau laut. Penegakan tata ruang harus dibarengi dengan edukasi dan partisipasi masyarakat dalam menjaga saluran air agar tidak tersumbat.
"Penanganan banjir di Surabaya harus bekerja sama dengan berbagai pihak. Pemerintah perlu memastikan infrastruktur pengendali banjir agar berfungsi optimal dan tata ruang kota bisa berjalan secara konsisten, sementara masyarakat juga harus berperan aktif menjaga lingkungan. Harapannya, dengan sinergi yang baik, dapat mewujudkan tata kota Surabaya yang nyaman," ucapnya.
(nir/twu)











































